Selasa, 27 Januari 2009

Another Global Warming Campaign : Wall E

Ada banyak cara mengkampanyekan isu Global Warming atau pemanasan global. Semua mengarah pada satu tujuan walaupun kampanye tersebut ada yang berupa kegiatan nyata atau sebatas wacana saja. Salah satu media yang digunakan dalam kampanye ini adalah film (media elektronik audio visual). Hal ini cukup efektif di mana media film merupakan media yang dapat mem-persuade khalayaknya dengan baik. Beberapa film sempat mengusung isu tersebut dan hampir semuanya begenre sci-fi.
Disney bekerjasama dengan Pixar animation membuat gubahan baru. Mereka berhasil mengusung isu pemanasan global secara gamblang melalui film animasi berjudul Wall E. Terlebih film animasi seperti Wall E mempunyai sasaran market anak-anak, sehingga secara tidak langsung film ini akan mengajarkan anak-anak untuk lebih mencintai bumi ini.
Cerita berseting di abad 27 di mana bumi tidak dapat ditinggali manusia lagi karena kadar asam di planet Bumi menjadi sangat tinggi. Hal ini membuat manusia untuk segera meninggalkan bumi untuk tetap hidup. Hal ini berakibat bumi menjadi planet yang ditinggalkan dan menjadi tempat tumpukan sampah. Wall E yang merupakan generasi terakhir robot pengolah sampah ciptaan manusia terusik dengan kedatangan Eve, robot yang diprogram untuk mencari sumber-sumber kehidupan yang tersisa di Bumi. Eve merupakan robot buatan manusia juga yang hidup di sebuah spaceship bernama Axiom. Pertemuan eve dengan Wall E menjadi awal cerita ini, dimana takdir manusia akan berubah karena mereka. Apakah mereka akan tetap berada di Axiom dengan fasilitas yang berlebihan (dan membuat manusia menjadi malas untuk melakukan sesuatu serta menjadi berkurangnya kepedulian sosial) atau akan kembali ke Bumi untuk mengenal kembali peradaban manusia yang sesungguhnya.
Cerita memang sedikit klise namun isu dan pengemasan film ini sangat menarik dan berbeda. Selain itu tampilan grafis Wall E juga smooth banget. Karakter robot di sini kelihatan menjadi sempurna karena mereka hanya berkata satu atau dua patah kata saja (seperti layaknya robot ciptaan manusia, hal ini juga menjadikannya berbeda dengan film animasi robot lain seperti Robots) namun masih mempunyai beberapa sifat yang dimiliki manusia. Mungkin karena itulah Wall E berhasil menyabet penghargaan Golden Globe untuk kategori film animasi terbaik mengalahkan saingan terberatnya : Kungfu Panda.
Yang jelas film ini cukup menghibur dengan jokes¬-nya namun tidak meninggalkan esensi penting dari isu yang diangkat film ini. Menghibur sekaligus menyadarkan, adalah cara unik untuk mengkomunikasikan informasi. Dan hal itu terbukti cukup efektif.



Jumat, 16 Januari 2009

Tidak Selamanya Sendiri = Kesepian

Tidak percaya? Silakan mencoba sendiri. Saya telah membuktikannya lho. Dan ternyata tidak seburuk yang aku bayangkan sebelumnya.
Ide atau pemikiran ini mulanya saya dapatkan dari beberapa pendapat di buku bergenre road book (emang ada ya buku bergenre seperti itu? kalau road movie sih ada). Ada yang berpendapat bahwa melakukan perjalanan sendiri itu ada nikmat tersendiri. Karena penasaran dengan pendapat yang mulanya nyeleneh seperti itu, saya jadi ingin mencobanya.
Kalau kebanyakan orang berpikir “masak iya mau jalan ke mall, atau makan sendirian, gak asyik. Nanti dikira manusia asosial. Selain itu kalau ada apa-apa jadi repot sendiri”. Well, sebenarnya nggak salah pendapat seperti itu. Berjalan dengan teman-teman, keluarga atau pacar memang sangat menyenangkan. Namun berjalan kemana-mana sendiri?
Saya mulai dari praktek kecil-kecilan yang sangat sederhana. Contohnya makan siang. Pernah suatu ketika saat itu Visi akan mulai rapat, dan saya sangat lapar. Saya putuskan untuk makan dulu. Saya sengaja tidak mengajak siapa-siapa, karena ingin menikmati kesendirian. Mulanya saya tetapkan tempat makan. Kemudian ketika dalam perjalanan, saya mencoba sedikit muter-muter keliling kampus, menikmati sejuknya pohon-pohon di rimba UNS yang seharian basah diguyur hujan. Puas dengan hawa sejuk, saya mulai mencari tempat makan yang dimaksud.
Sewaktu itu tujuan saya cuma tempat makan mie ayam di belakang kampus. Waktu makan, ya seperti biasa. Cuma tidak ada teman untuk mengobrol. Untuk gantinya, bisa saja coba memperhatikan sekeliling, sedikit bermain fantasi (bukan fantasi yang jorok lho), atau kalau mulai kehilangan akal, ambil handphone terus coba deh berinteraksi dengan kerabat lewat sms atau telepon sekalian. Nah ketika makanan datang, saya bisa konsentrasi penuh dengan makanan yang tersaji.
Memang sepintas akan terlihat membosankan. Tapi jujur, sepulang makan siang saya menyadari ada sesuatu yang berbeda. Merasa lebih segar. Saya jadi merasa having my own time. Tidak ada orang yang ribut dengan waktu. Walaupun mungkin dikejar waktu, namun kamu bisa memliki waktu yang terbatas tersebut. Bahasa tingginya “tidak ada intervensi”.
Cuma itu aja? Salah. Kamu bisa “menikmati” kesendirian. Saya menggunakan kata “menikmati” karena saya benar-benar sendiri. Tenang, tidak ada tuntutan, tidak ada obrolan yang lain, bisa menjadi ajang instropeksi diri atau bisa juga sebagai ajang untuk memanjakan diri.
Selain makan, bisa juga datang ke perpusatakaan sendirian untuk baca koleksi buku-buku yang bagus buat otak tentunya, ke foodcourt mall juga boleh buat ngecengin cewek-cewek yang seliweran (tanpa rasa cemburu dari sang pacar), atau hotspotan di kafe dan sebagainya. Yang penting pantas aja dan tidak manunjukkan bahwa kamu adalah orang aneh yang patut dijauhi sehingga hartus berjalan sendirian.
Dari contoh yang saya lakukan, jujur saya tidak merasa kesepian. Banyak hal di sekitar untuk diajak interaksi. Untuk meyakinkan diri kalau kita tidak kesepian adalah percaya bahwa masih banyak orang di sekitar kita yang sayang dan mencintai kita dengan tulus. Hal tersebut sebenarnya tidak sulit, namun manusia yang dasar lebay akan suatu problematika kehidupan, sehingga sulit menggapai kata percaya. Seringkali kita memang harus percaya dengan kata “percaya”.
Pada intinya, kadang manusia membutuhkan waktu untuk sendiri. Seperti kalau kita sedang emosi kemudian menyendiri di kamar. Menyendiri adalah tempat ketika kita dapat meluapkan emosi, emosi yang hanya kita dan Tuhan sendiri yang tahu. Sedangkan kunci kenikmatan sewaktu menyendiri adalah “just blend with surrounding, and feel the emotion”. Tapi ingat, hal ini ada batasnya. Interaksi dengan orang lain juga tidak kalah penting, dan menyendiri jangan dijadikan sebagai watak individualistis. Dengan porsi yang pas, “sendiri” dapat membuat hidup menjadi seimbang. Percaya deh.