Sabtu, 05 September 2009

Tentang (Anti) Soccer Religion

Saya tergelitik dengan salah satu feature berjudul "(Anti)Soccer Religion" yang ditulis oleh Ahmad Syahrezal di buku kumpulan featurenya "The Innocent Rebel". Feature tersebut menuturkan kisah orang-orang yang tidak sepaham dengan pemikiran para fanatik bola di dunia ini. Sebagian dari mereka menganggap sepak bola adalah kegiatan yang bodoh, bahkan ada satu yang menghindarinya karena alasan agama!



Satu yang membuat saya tergelitik. Karena saya (mungkin) termasuk kaum "mereka". Jujur, dari dulu sampe sekarang nggak pernah ada rasa interest sama permainan "ijo" ini. Alasannya "membosankan". Karena sepanjang satu setengah jam kita cuma disuguhi 22 orang berlarian kesana kemari di atas lapangan haijau buat ngrebutin satu bola tolol.

Memang keberadaan sepakbola (dan tentunya para fanatik setianya) tidak bisa disalahkan. Sepakbola punya sejarah panjang sendiri. Baik itu sejarah yang normal, maupun sejarah yang “sedikit gelap”. Benar, saya pakai kata “sedikit gelap” karena menurut (lagi2) feature mas Syahrezal, sepak bola juga punya sejarah kelam.

Sepakbola pernah dilarang dimainkan di daerah timu tengah, bahkan pihak ulama di sana sempat mebgeluarkan fatwa larangan bermain sepak bola (tentu saja berdasarkan “ketidaksesuaian ajaran agama). Selain itu, sepakbola katanya berasal dari tentara Inggris yang menendang-nendang kepala pangeran Denmark dari satu kota ke kota yang lainnya. Larangan olahraga ini juga pernah dikumandangkan pada masa kejayaan Ratu Elizabeth II, karena sepak bola dianggap permainan para pemberontak.
Sebenarnya untuk kata “anti” atau bisa diartikan benci, saya juga (belum) masuk ke wilayah tersebut. Kakak dan Ayah saya penggemar bola sejati. Terlebih kakak saya (laki-laki tentunya). Tapi entah mengapa saya nggak ada sense sedikiitpun untuk mengikuti permainan tersebut.

Ya kalau boleh saya menganalisis diri saya, saya melihat sepak bola adalah permainan yang penuh intrik, emosi, arogansi dan sebagainya. Dan pribadi saya “berseberangan” dengan semua itu . selain alasan “bosan” yang saya sebutkan diatas, saya juga kurang sreg dengan “paradigma” yang tertanam pada sebagian besar para fanatik bola. Kalau menang pesta pora, kalau kalah ngamuk.

Dulu sekali saya pernah, mendoktrin diri saya sendiri untuk menjadi “jatuh cinta” pada permainan ini. Tujuannya hanya satu “agar bisa diterima di lingkungan (nyambung sama obrolan teman mengenai bola)”. Tapi hasilnya nihil. Malah saya berkesimpulan menarik diri bial topik yang diperbincangkan adalah sepakbola.

Haha…

Ya itu sekedar opini saya pribadi. Bukan karena tidak suka olahraga. Dibanding sepakbola saya lebih suka nonton voli, atau bulu tangkis, karena tempo permainannya cepat jadi tidak membosankan. Tapi apa kata zaman telah berkata. Dunia itu seperti polling sms. Yang paling banyak penggemarnya/ penganutnya adalah pemenangnya. Peduli amat yang emnag itu baik atau buruk. Yang penting histeria, euforia dan hype sesaat. Itulah hidup di abad ini!