Sabtu, 31 Desember 2011

Happy New Year !

Angka ini sebenernya jadi menyeramkan waktu dipasang sebagai judul film yang menggambarkan "kiamat." 2012. Tapi sekarang, ya mau tidak mau waktu bergerak ke angka tersebut. Iya, pergantian tahun. Tahun baru. Happy new year dan sebagainya.

Sebenarnya, setiap tahun (namanya juga annual) ada 2 agenda penting yang dilakukan manusia tiap tahun baru. Ada yang menggembar-gemborkan, ada yang diem aja, bahkan ada juga yang bingung (dan tetep ada yang nyinyirin tukang gembar gembor). Hehehe, ya apalagi, resolusi untuk mendatang dan kaledoskop untung yang sudah-sudah.

Selasa, 27 Desember 2011

Telaah the hitz trans tv

Berhubung malam ini saya merasa sangat bosan di rumah, timeline gak begitu oke, baca portal berita tambah pusing, ya isenglah saya nyalain si kotak bergambar itu. Dan akhirnya saya tercenung pada salah satu tayangan baru di Trans TV. Sebenarnya emang gak baru-baru amat, udah sebulanan muncul di tv. Iya, The Hitz. Mungkin rada ketinggalan ya ngebahasnya? tapi emang kalo tangan gatel gimana lagi. pffft....

Kamis, 22 Desember 2011

Rokok dan Janji

Bicara tentang rokok? ah pasti gak ada habisnya. Udah banyak banget diskusi mengenai rorkok, pro dan kontranya, positif dan negatifnya. Tapi ujungnya? yang ngerokok tetep ngerasa kampanye anti rokok itu berlebihan, sedangkan non smoker harus tetap pasrah dengan menjadi perokok pasif.

Jadi ketika diskusi alot itu terjadi, gampangnya adalah si anti rokok ngotot dan si perokok kekeuh dengan pendapat denialnya. Saya sendiri bukan seorang perokok. Pandangan saya terhadap rokok jelas, forbidden. Keberpihakan saya ada dimana itu jelas. Tapi saya malas ngebahas si perokok dan si anti rokok di sini. Udah banyak banget diskusinya, sampe ke kalangan elit sono, tapi ya masih begitu aja. Saya cuman mau cerita kenapa kok saya memilih kekeuh untuk tidak merokok.

Sabtu, 17 Desember 2011

novelty night

Fira Basuki emang top!

Mungkin seperti itu luapan otak saya sepuluh menit yang lalu, setelah menutup kover novel Brownies, walau belum bener-bener tuntas ngebacanya. Memang bukan novel baru, itu pun juga adaptasi dari naskah film Browniesnya si Hanung Bramantyo. Tipe novel yang sedikit feminis dan bukan juga model novel yang membuat otak berpikir dua atau tiga kali untuk mencerna kata-kata di dalamnya.

I just simply love it.

Rabu, 14 Desember 2011

Pisau Bedah

~ini cuma potret galau akadmis yang semakin memprihatinkan akhir-akhir ini~
(masih 2011 kan? galau masih berlaku kayaknya)

Singkatnya tiga minggu terakhir ini saya mumet kesana-kemari (sekali lagi, bukan cari alamat), untuk mencari teori komunikasi yang akan relevan dengan penelitian saya. Saya patut "harap-harap cemas" dengan progres skripsi saya. Pasalnya temen seangkatan (yang ngajuin skripsinya barengan) rata-rata sudah pada lanjut bab 3. Oke, itu bukan masalah besarnya. The real big problem is, ini teori komunikasi kayak apa yang kudu dicantumin? 

Selasa, 13 Desember 2011

Memoria

Mengingat merupakan hal yang lumrah dilakukan. Apapun itu. Salah satunya (dulu sempet nulis beginian juga) mengingat kenangan. Mengingat hal yang pernah dilakukan, tentunya bukan hal-hal remeh temeh seperti kapan terakhir kali manjat genteng atau terakhir kali menyebarkan twit galau nan depresif di sepanjang timeline.


Secara otomatis otak akan mengingat, hal yang dirasa spesial pada saat itu, hingga pantas untuk diingat terus. Seperti ketika kita mengingat momen kemerdekaan bersama bapak-bapak pejuang kita. Itu karena hal itu pantas (dan harus sih, untuk penghormatan simbolis). Katakanlah sebuah kondisi itu adalah sebuah momen. Sedih, senang, depresif, kacau, membanggakan, yang terasa nancep di benak kita.Mengingat, itu bisa jadi sarana penyembuhan, secara emosional.

Senin, 12 Desember 2011

Wishlist #2

Kalau sebelumnya saya ngoceh panjang lebar untuk segera pensiun dini dari jeratan kacamata, maka wishlist kali ini sebenarnya sebenarnya.

menikmati lembayung senja di atas loteng bersama sahabat saya :))

Jumat, 02 Desember 2011

Memaknai Galau

Galau.
Satu kata ini memang sangat-amat-begitu membahana di tahun ini. Padahal keberadaannya jelas sudah ada dari jauh-jauh hari. Entah siapa yang meciptakan kata galau, tapi dia patut bersyukur pada twitter karena telah melambungkan namanya ~hingga memunculkan begitu banyak arti~. Secara harafiah galau dapat diartikan sebagai ber.ga.lau a sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran).

Syahrini dan Self Branding

Ketika saya sedang "berusaha" untuk santai-sore-sebelum maghrib-dengan nonton tv, tiba-tiba stasiun tv menayangkan liputan khusus (jangan harap berita-berita yang ribet, karena konteksnya mau nyantai) tentang.... si fenomenal : Syahrini.

Ya, siapa di negeri ini yang gak kenal seleb satu ini. Dengan gaya bling-blingnya, miss sesuatu yang selalu punya sesuatu di tiap kesempatan nongol di tv. Terakhir kali tentu saja, heboh si mbaknya yang kecentilan ketika menyambut si Beckham di Indonesia. Dalam sekejap, fans Beckham terutama kaum hawa, yang sebelumnya masa bodoh sama si sesuatu ini langsung menvonis dirinya sebagai kaum haters-nya Syahrini.

Sabtu, 26 November 2011

Heaven's sounds : Sigur rós

diambil dari love-it-loud.com
Melupakan sejenak hingar bingar Paradise-nya Coldplay, genit absurd ala girlband korea (dan KWnya tentu saja) minggu pagi ini saya kembali tertegun dengan sajian musik berkualitas asal Eslandia. Sigur rós (baca Si-ur-ros). Bukan kelompok musik yang baru memang, karena debut mereka telah dimulai sejak tahun 1994. Bahkan jadi inspirasi besar-besaran band indie asal Bandung, The Milo. Saya sendiri sebenarnya sudah tahu keberadaan ini bebrapa waktu lalu, salah satunya lewat film dahsyat 127 Hours, tapi tidak pernah benar-benar memperhatikannya. Dan pagi ini barulah saya dibuat kagum.

Darikacamata awam yang selalu dicekoki genre-genre pop di media konvensional, saya sebenarnya gak terlalu ngerti juga ini musik genrenya apa. Yang saya dengar lebih mirip alunan musik yang lebih pantas dialunkan di mitologi yunani, atau di dunia asgard. Keren tidak dapat mengakomodasi pendapat saya mengenai grup band ini. Ini lebih daripada kata keren!

Sigur rós terdiri dari jón þor (jónsi) birgisson (vocals, guitars), kjartan (kjarri) sveinsson (keyboards), orri páll dýrason (drums) dan georg (goggi) holm (bass) ~ jangan tanya saya pronouncenya gimana~ tentang siapa selengkapnya, diskografi dari Sigur rós bisa dikulik disini. . Entah ada apa dengan musisi-musisi asal eropa barat (setelah Ireland dengan Swell Season dan UK dengan Matt Costa), mereka selalu berinovasi menghasilkan musik yang "heartwarming". Tidak terlalu ambisius dengan mengejar tren musik gimana, tapi mereka membentuk sendiri khayalan mereka melalui kreatifitasnya. Salut!

Melalui Festival (yang jadi original score buat film 127 Hours), Hoppipolla, Elson-Elson, Von dan masih banyak track lain, Sigur rós dengan mudah membawa khayalan kita tinggi. Gak perlu ngerti bahasa yang diucapkan si birgisson untuk bisa menikmati, tinggal diam, pejamkan mata dan dengarkan. Merinding adalah efek minimal ketika dengerin band ini. Gabungan hebat antara suara "unhuman" si vokalis (karena melengking-melengking gimana gitu), lantunan violin, bass dan dentuman drum yang memang sengaja dibikin intens, bener-bener membangun mood lagu itu sendiri. Superrrr kalau kata si bapak motivator itu.

Akhir kata, saya speechless dan gak tau mau bilang apa lagi. 
Saya kasih sampelnya, Von dari Sigur rós
enjoy!



Jumat, 25 November 2011

Komedi "Cerdas"

Beberapa minggu kemarin saya sempet posting pengalaman saya tentang stand up comedy. Yak, metode paling mutakhir (di Indonesia) dalam urusan mengocok perut (sampai sekarang ngerasa aneh sama idiom ini, "ngocok perut" bukannya lebih pas buat mules ya?). Yang belum tau tengoklah metro tv tiap kamis malam, atau googling aja.

Banyak aspek yang sebenarnya menarik dalam sebuah stand up comedy, dari cara penyampaian, filosofi stand up (yang salah kaprah diartiin secara harafiah sebagai nge-jokes sambil berdiri), sampai materi-materinya. Namun, bagi saya ada yang sebenarnya menarik buat dijadikan diskusi, yakni perbandingan stand up comedy, dengan tawaran acara komedi di tv.

Jumat, 18 November 2011

Wishlist

Iya, ini bukan bulan Juni. Iya tahun baru masih dua bulan lagi.Tetep kan gak ada salahnya punya wishlist gitu, jadi perkenankanlah saya menyebut wishlist saya yang utama ini (setidaknya dalam jangka pendek ini) : pensiun dari kacamata.

Tapi beneran, akhir-akhir ini saya sering terganggu dengan benda yang nongkrong di hidung ini. Terhitung udah hampir 6 tahun saya menjadi pengidap mata minus (dan slindris). Dulu mah, kirain pake kacamata itu bisa menaikkan level kegantengan dan menaikkan citra intelektualitas (-__-). Secara, kacamata (dulu) entah kenapa menjadi simbol "orang pandai". Liat dokter-dokter pake jas lab dan kacamata, sepintas bakal keliatan cerdasnya. nah, itu sebabnya ketika divonis mata minus dan silindris pertama kali, saya mah asik-asik aja.

Kamis, 17 November 2011

Menulis itu menyembuhkan

Banyak yang mengatakan seperti itu. Saya tidak kontra dengan pernyataan itu, saya setuju. Bagi saya, menulis itu healing therapy yang cukup manjur. Ada semacam kepuasan personal dan kelegaan ketika satu tulisan (apapun itu) selesai. Itu yang mendorong saya untuk tetap menulis. Setidaknya dengan cara mengisi halaman blog ini.

Senin, 14 November 2011

Realita atau sinetron dahulu?

Ceritanya ini lagi nyinyirin gaya orang pacaran. hahaha.... *maklum jomblo*
jadi malem minggu kemarin ceritanya (gak lihat siaran langsungnya) ada ribut-ribut  di deket perempatan rumah. Bukan ribut-ribut sih, tapi banyak orang ngumpul pasang muka kepo di lokasi menandakan bahwasanya telah terjadi sesuatu di TKP. Ketularan kepo, saya jadi sok-sok ikutan ngumpul di tengah kerumunan. Ternyata ada cewek, sambil nangis, pegang hape, rambut semir pirang, maskara luntur, bawa-bawa BB lokal (kemungkinan besar blueberry :D), jaket ketat melekat (aih, berima!) dan segala macem indikasi galau lainnya. 

Selasa, 01 November 2011

Pak Gembong, Nyanyian Jenaka dan Kursi Roda

Saya bertemu dengannya sekitar pertengahan tahun 2009. Kali itu saya ditugaskan untuk mengangkat berita feature tentang seorang tukang parkir yang mempunyai keterbatasan fisik sejak lahir. Daerah operasinya di sekitar pertigaan Kepatihan. Namanya Pak Gembong. Bukan nama asli tentu saja. Kalau mungkin ada yang melintas di jalan Sultan Sjahrir, tepatnya pertigaan Kepatihan di sekitar pasar burung, coba lewat di rentang waktu 10 pagi sampai jam 12 siang. Dia biasa beredar di jam tersebut.

Lokasi wawancara kami tepatnya di serambi Masjid Kepatihan, sebelah perpustakaan daerah Solo. Waktu itu saya dan teman saya alina datang kesiangan sebenarnya, tapi berkat bantuan pedagang burung, saya tau tempat nongkrong pak Gembong. Tanpa ekspektasi apa-apa kami datang menemuinya. Saat bertatap muka secara langsung, barulah saya sadar bahwa sosok di depan saya ini berbeda. Selain mempunyai keterbatasan fisik, ternyata Pak Gembong juga memiliki keterbelakangan mental.   

Sabtu, 29 Oktober 2011

Nonton Stand Up Perdana

Ini sedikit oleh-oleh dari perhelatan Stand Up Comedy Solo kemarin. Akhirnya, setelah wara-wiri di dunia maya dan dunia peryoutube-an, Stand Up comedy nongol juga di Solo (nggak lama setelah Jogja). Saya pun juga gak serta merta langsung nonton (soalnya suka yakin gak yakin mau berangkat apa enggak), kemarin adalah perhelatan #JumatKumat ketiga kalau gak salah sebut. 

Rabu, 26 Oktober 2011

Saudara : kenal tapi gak kenal

Bagi saya, ada satu hal yang paling susah dilakukan di dunia ini : ngapalin nama saudara-saudara. Entah kemampuan mengingat saya yang parah atau gimana, yang jelas saya punya masalah serius untuk hal ini. Mungkin, buat yang keluarga dan leluhurnya yang sudah menganut "2 anak cukup" gak akan menemukan kesulitan yang berarti. Tapi, keluarga yang nenek kakeknya menganut tren "banyak anak banyak rejeki" menjadikan generasi-generasi penerusnya ini kesulitan dalam mengidentifikasi saudara-saudaranya sendiri.

Untuk masalah beginian, momen paling "pecah" adalah ketika lebaran tiba. Semua dateng, kumpul, nguplek dalam satu rumah. Acara tahunan kayak gini gak bisa dihindari. Acar intinya sih cuman sejam dua jam. tapi semua itu berasa kayak sehari full karena ya satu itu, gak kenal orang per orang. Ya kadang diselingi ngobrol dikit-dikit, tapi percayalah, 80% yang saya lakukan di acara itu cuman mesam-mesem, nyengir dan tentu saja ketawa basa-basi.

Senin, 24 Oktober 2011

Redefined modernity

Nggak penting sebenarnya, cuman ya karena ini my personal page, jadi saya sah-sahin aja buat ngeshare ginian. Jadi tadi siang, saya kebetulan baca sebuah berita feature di surat kabar harian paling kondang sejagad penerbitan pers di Indonesia (baiklah, itu berlebihan). Kebetulan koran yang saya pegang tadi edisi hari minggu. Jadi isinya didominasi sama berita-berita ringan.

Sebelumnya, saya akui saya bukanlah seorang pembaca berita yang baik. Meskipun pernah dua kali magang di surat kabar harian, mental "pembaca setia" saya masih lemah. Tapi entah kenapa tadi saya niat-niatin baca berita feature di Kompas (yah kesebut deh medianya...) kok menarik juga. Salah satu berita feature yang dibaca adalah profil mengenai Dhaniya, seorang jewelry stylist. Sebenarnya saya gak terlalu ngeh sama si orang yang ditulis ini. Saya tertarik sama isi dari berita tersebut, yakni pandangan si Dhaniya tentang arti sebuah modernitas.

Rabu, 12 Oktober 2011

Kotak Memori itu adalah : Musik

Ngobrolin selera musik, saya termasuk tipe bunglon. Selera berubah-ubah ngikutin mood. Mungkin banyak juga yang seperti ini. Dan bicara tentang musik, percayalah, musik itu bak kapsul waktu yang bisa membawa ke mana saja. Teorinya, kamu suka musiknya si tengil Bieber misal, apa yang ingat sepuluh tahun ke depan (mudah-mudah bieber udah pensiun) bukan hanya musiknya. Tapi momen-momen bergelayut (tsahhh..) di belakangnya. Kamu tidak hanya ingat lirknya, tapi juga hidup kamu saat itu. Semuanya.

Kamis, 06 Oktober 2011

Quotes Nation

Jaman sekarang, tahun 2011, era 2.0, apa yang sebenarnya jadi panutan orang? jawabannya adalah quotes. Atau biasa disebut kutipan. Nggak tahu pasti kapan ini mulai terjadi. Tapi ya, ini yang terjadi.
Jaman dulu banyak orang menggunakan kitab suci, atau sebuah keyakinan hidup, sebuah prinsip untuk dijadikannya pegangan hidup. Itu dulu.

Tengok jaman sekarang. Di jaman -dimana orang bisa seenak jidat buat jadi stalker- sebagian orang mulai mencari-cari sebuah "pegangan" lain untuk tetap hidup bahagia. Kutipan menjadi salah satu yang paling diminati -sepanjang pengamatan saya-. Ibarat orang sakit bilang "I lived by taking pills" orang jaman sekarang bisa jadi bilang "I lived by -someone else- words!"

Jumat, 30 September 2011

Interest - Passion - The Future

Kemarin saya sempet ngobrol sama salah satu redaktur salah satu surat kabar lokal di Solo (yang dulu jadi pembimbing ketika magang). Biasalah pertama basa basi. Kemudian beliau menanyakan suatu hal. "Gimana, masih minat jadi wartawan?"

Deg. (waktu itu langsung mikir lama banget)

Dan cuma saya jawab, "wah kalau buat jadi wartawan, belum tau pak..." tentu saja diikuti dengan "hehehehe..." 

Jumat, 23 September 2011

Dream Home : Another obsessed killer


*spoiler alert!

Call me nuts, call me crazy, call me sick, but I so in love with this movie. Yeah! setelah sekian lama tidak menonton film bergenre slasher (yg bagus) akhirnya bisa donlod film sejenis yang keren (thanks Speedy :p). Dulu saya sempet shock tapi mati bosan ketika nonton Grotesque, salah satu film slasher-exploitation (yah saya nyebutnya begitu) sadis yang pernah ada. Shock karena semua yang ditampilkan dari awal sampe akhir itu psycho banget. Bosan karena sepanjang film isinya ya begitu-gitu aja. Kadang film sejenis ini terlalu asyik main tusuk-tusukan, bacok-bacokan tanpa menghiraukan ide cerita. (kebanyakan penggila jenis ini mungkin memang mengabaikan cerita yang selalu saja klise itu). Tapi bagi saya, plot yang kuat diramu dengan adegan-adegan gory itu adalah sesuatu banget!

Selasa, 13 September 2011

Remembering Old Time

Siang tadi saya sengaja ke kampus karena ada keperluan (sayang, bukan perkara skripsi :D). Rasanya lama juga saya tidak pergi ke kampus. Selesai urusan saya, sebenarnya saya mau langsung pulang, mengingat sudah lumayan sore. Jalan menyusuri koridor kampus yang mulai sepi. Namun saya lihat masih ada beberapa gerombolan mahasiswa yang masih betah nongkrong. Satu kelompok (atau gerombolan) sedang haha hihi dengan (mungkin) teman-teman barunya sesama maba (mahasiswa baru). Kelompok yang lain tengah serius memandang laptop masing-masing sambil berdiskusi kecil.

Minggu, 11 September 2011

Problems

Saya ingat betul salah satu dialog dalam film "Minggu Pagi di Victoria Park". Ketika itu Mayang yang diperankan oleh Lola Amaria sedang bingung- bingungnya mencari keberadaan Sekar, adiknya yang telah lebih dulu merantau ke Hongkong untuk jadi TKW. Dalam adegan itu Mayang (yang masih bingung dengan adiknya) bertemu temannya sesama TKW di Hongkong, Sari, yang mukanya lebam-lebam karena berantem sama pacarnya. Mayang seketika menanyakan kondisinya, namun masih dengan level kebingungan akan pencarian Sekar. Sari kemudian menghindar dari Mayang yang memberondong pertanyaan. pada saat itulah, Sari melontarkan kata-kata yang, bagi saya, sangat mengena.

Di dunia ini bukan cuma kamu yang punya masalah, semua orang punya masalah!

Kamis, 01 September 2011

Selamat Idul Fitri 1432 H!

Meskipun, Indonesia menjadi negara paling labil dalam penentuan kapan jatuhnya hari lebaran, saya tetap mau ngucapin

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H
Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin

Semoga lebaran kali ini menjadi sesuatu banget yaahh... :D

Senin, 15 Agustus 2011

Keliling Dunia

Menjadi orang yang mudah terpengaruh itu adalah sama dengan payah. Dengan mudah tergiur cerita, promosi atau bentuk persuasi lainnya, kemudian dengan sangat tiba-tiba, hati dan otak diperintahkan untuk "DO IT! NOW!" . Padahal belum tentu sumer daya di belakangnya memadai. Itu namanya siksaan batin.

Jadi ini semua gara-gara buku laknat bin ajaib berjudul The Naked Traveler 3 (TNT 3). Mungkin ada yang tahu uku ini berisi apa. Yak, berisi catatan perjalanan trinity, seorang (dia nyebutnya) "full time traveller" . Nah... sudah jelas kan konten dari buku ini berupa apa?

Dari Thailand terus ke Turki. Lalu lanjut ke Jepang. Sampe ke China Daratan. Disusul ke Philipina. Terus diboyong ke India, lalu Nepal. Gak lupa Bandung juga. Ini orang macam apa coba. Keliling dunia sambil petantang-petenteng. Menikmati kopi dari berbagai negara, sekaligus mereview beberapa KFC di negara-negara Asia.

Singkat kata : Saya Pengen kayak dia. Saya iri. Saya mupeng. Saya.... saya.... ahh

Pada awalnya (selalu) muncul pertanyaan. Mulai dari mana? maka dengan sepenuh hati saya mengikuti saran mbak trinity. Kalau mau melakukan perjalanan yang based on the research (yang aman dan jelas) bisa baca-baca di web lonelyblablabla. Langsung saya kulik web yang dimaksud.

Tiba pada halaman beranda. Desainnya simpel, sederhana tapi langsung menohok. Menohok dengan menampilkan pemandangan, landscape, bangunan-bangunan kuno, kesenian daerah dari seluruh penjuru dunia secara bergantian (maksudnya ini foto-foto yang ditampilkan secara slideshow). Selain itu ada beberapa (sebetulnya banyak) yang berisi tips, cerita dan deskripsi tempat-tempat tertentu di seluruh dunia. Yak benar, SELURUH DUNIA.

Ibarat orang ngiler liat iklan sirup marjan di tv pas puasa, mungkin "iler" saya udah netes seember penuh ketka membuka halaman demi halaman, artikel demi artikel, foto demi foto. Selain itu, ada keseruan tersendiri ketika membaca forum yang isinya mas-mas dan mbak-mbak backpackers dari seluruh dunia. Saya seperti diajak bergabung. Diajak berkeliling dunia. Ya, dunia telah memanggil saya. Walalupun dompet saya belum merestui dengan ikhlas.

Minggu, 14 Agustus 2011

Journal

Beberapa waktu yang lalu saya sempet update akun jejaring sosial yang berisi tentang jurnal, menulis jurnal dan sebagainya. Saya memang menulis update seperti itu pasca "mengubek-ubek" isi komputer. Rencananya sih cuma mau ersihin file-file yang udah kadaluarsa. Eh ternyata malah nemu satu folder (bisa dikatakan unyu) yang berisi tulisan atau semacam jurnal (oke... terserah kalo dibilang buku harian) yang isinya laporan atau ya semacam cerita apa yang terjadi hari itu atau rentang waktu yang telah terjadi.

Singkat cerita, saya baca lagi jurnal-jurnal dengan bahasa campur aduk bin nggilani itu. Lucu, seru dan yang jelas, saya bisa melihat seperti apa saya, empat tahun atau tiga tahun yang lalu. Jurnal itu mulai rajin saya tulis sejak semester awal kuliah. Sekarang saya resmi semester 9. Wow.

Secara tidak langsung, saya sekarang bisa merasakan keajaiban menulis jurnal. Maksudnya disini, menulis catatan seperti itu ternyata ada gunanya. Dari total 21 tulisan yang ada (dengan periodisasi gak jelas juga), kelihatan progres apa aja yang telah dilalui. Bagaimana kabar target-target yang ditulis di awal kemudian terjawab di bagian lain. Menarik. Di satu sisi ada semacam hiburan tersendiri, di sisi lain, secara tidak langsung, dengan ada jurnal-jurnal tersebut, saya lebih mudah mengidentifikasi hal-hal kecil maupun besar sebagai bahan evaluasi diri. Dengan membacanya, percaya deh, pasti akan muncul pertanyaan : apakah saya sekarang lebih baik dari yang dulu? sama aja? atau bagaimana?

Hal ini sangat terasa ketika saya mulai tidak aktif lagi menulis jurnal. Malas adalah penyakit utama. Dari tanggal penulisan, jurnal terakhir saya terhenti di tahun 2009. Itu berarti di tahun 2010, saya tidak pernah menulis hal semacam ini. Dan apa yang terjadi? terasa perbedaannya. Bisa dibilang tahun 2010 merupakan tahun terburuk. Semakin awut-awutan, kacau tidak terorganisir dan semuanya. Tidak perlu dijelaskan apa-apa saja yang terjadi hingga saya menyebutnya buruk. Yang jelas, saya seperti asal jalan, sulit mengidentifikasi hal-hal yang sebenarnya butuh sebuah evaluasi. Sekalinya mau intropeksi, semua kalah dengan satu kata. LUPA.

Ya, journal atau catatan harian membantu kita dalam melawan LUPA. Seperti pekerjaan wartawan. Meskipun memori adalah senjata utama ketika melakukan suatu peliputan, namun wartawan juga tak lepas dari hal-hal pendukung seperti notes atau perekam. Tujuannya jelas. Agar semua bisa tercatat, tidak ada yang tertinggal. Nah, kerja jurnal bisa dikatakan semacam itu. Gak kerasa di awal, tapi makin jelas di akhir. Perkara yang harus ditulis tidak harus sesuatu yang berat terus. Bisa juga menuliskan catatan-catatam tentang peristiwa lucu atau hal-hal yang membuat bersemangat. Coba tulis, simpan, dan besok setelah beberapa waktu coba dibaca. Akan terlihat "sesuatu" disini. Akan terlihat naik turun hidup kalian sendiri. Karena itu menarik. Dan kita butuh itu.

Selasa, 09 Agustus 2011

Perjalanan Dilematis

*maaf judul norak

Ternyata perjalanan seorang mahasiswa dalam menyeleseikan masa studinya itu unik-unik. Kalau digambarkan sebagai game RPG, mungkin ini yang namanya multiple ending. Inividualisme yang katanya merayap pas jadi mahasiswa semakin kentara di sini. Jelaslah, karena ketika skripsi (duh!) semua bakal sendiri.

Saya (jelas) gak bisa lepas dari kenyataan itu. Sampai sekarang saya masih entah, kurang merasa kuat dengan tema yang diambil. Padahal proposal udah lolos. Diperparah dengan dosen pembimbing yang.... ahemmmmm (Kalau beruntung anda bisa melihat beliau di kampus). Dulu sempat berpendapat. Lama atau tidak pengerjaan tugas akhir itu dipengaruhi oleh dua hal : mahasiswa itu sendiri dan tentu saja bapak ibu dosen.

Mungkin kalau nurut sama omongan orang jawa, saya bisa dikatakan "bejo" atau "untung" atau bahkan "slamet". Ada beberapa teman saya yang dapat pembimbing yang kalau dilihat reputasinya lebih "ajaib". Beberapa merasa feel hopeless. But hey, ini kita baru mulai. Kalau udah hopess, gimana bisa lulus.

Tapi tidak semua bernasib sama. Ada beberapa teman yang lancar jaya, bahkan sudah melalui tahap akhir yakni pendadaran. Kata pertama adalah "wow", lalu diikuti (seharusnya) "hey, if you can do that, so am I!" . Tapi yah, lagi-lagi itu juga hasil pengaruh duet mahasiswa-dosen pembimbing. Salut untuk teman-teman yang sudah berjalan jauh di depan saya (dan sukses buat yang tinggal nunggu wisuda).

Ya, seperti itulah perjalanan dilematis seorang mahasiswa tingkat akhir. Ketika delapan semester (mampus!) kuliah lebih mirip drama telenovela, kini realita datang. Siap gak siap semua akan datang. dan berlalu begitu saja.

Sabtu, 23 Juli 2011

Manusia

Saya tidak menyesal. Tidak sama sekali.

Itu pertama kali yang saya coba pikirkan pertama kali setelah menerima suatu kenyataan. Memang saya diajarkan untuk terus bersyukur atas apapun, apapun keadaann yang menimpa. Sama pada saat waktu itu. Ketika satu kata terlontar, dengan begitu banyak konsekuensi di dalamnya.

Saya terima. Saya terima dengan lapang dada. Bukan saya kalah, karena memang tidak ada pemenang di sini. Tapi saya manusia biasa. Sangat biasa yang terjerumus cerita luar biasa yang dituliskan Tuhan. Terkadang saya memikirkan, hal-hal yang menjadi acuan akan datangnya sebuah konsekuensi. Sikap saya, sifat saya, atau apapun itu. Rasa-rasanya saya ingin membaliknya 180 derajat. Bukan karena tidak terima, hanya ingin sekedar tahu. Karena pada dasarnya manusia biasa adalah makhluk yang selalu ingin tahu bukan? dan saya adalah manusia biasa.

dan bukan, anda bukanlah bodoh. Jangn menghakimi diri dengan kata bodoh. Saya, anda, kita adalah manusia biasa. Manusia biasa tidak ada yang sempurna bukan? maka jangan heran jika orang paling positif di dunia ini juga bisa berbuat negatif. Dan ketika itu terjadi, pasti ada alasan di belakangnya. Jadi tenang saja. We're just human

It's okay. I'm fine.
and You is always You

Kamis, 21 Juli 2011

Bang Nazar, Partai Biru dan Mbak Fanny

kali ini saya mau bahas berita yang kini santer keluar di media massa. Yah apalagi dengan ceritabang Nazar. Uda beberapa hari ini wajah pertelevisian isinya "nyanyian" bang Nazar. Entah berupa teleponlah, BBmlah. Bahkan Suara jingle iklan roti (yang gak sengaja kedengeran dan jadi backsound Bang Nazar pas lagi telepon) juga dibahas abis-abisan. Komentar saya : ini apaaa... -____-

Sebenarnya, kasus bang Nazar ini predictable. Saya gak mau cerita predictablenya sebalah mana. Tapi cerita Bang Nazar ini memang terlihat aneh sejak pertama. Kalau boleh pinjem istilah di film, semacam plot hole gitu. Kepergian Bang NAzar ke Singapura pertama kali ini sudah menimbulkan kecurigaan. Kok bisa? katanya buronan? masak ngelacak aja gak bisa? dan alasannya selalu gak mutu.

Curiga bolehlah ya. Saya memang tidak begitu suka dengan masalah politik. Tapi kejanggalan demi kejanggalan yang terus terjadi membuat saya ingin berkomentar (ceilahhh....)

Partai ini (taulah ya) sudah masuk ke dalam zona merah. Zona dimana orang-porang di dalamnya mulai terbuai dengan kekuasaan, nikmat duniawi , yang kemudian membuat perpecahan. Mungkin inilah akibatnya jika pembina partainya cuma bisa prihatin aja, tanpa ada tindakan tegas.

Ironisnya, mau tidak mau media jadi mengekspos habis-habisan masalah ini. Masalah lain yang sebenarnya lebih urgent malah kurang kena exposure. Dan lagi-lagi, bapak pemimpin kita yang pinter nyanyi, masih melakukan pencitraannya. Pencitraan gagal yang terus dipaksa. Beliau selalu sibuk dipaksa pidato mengenai kasus yang menimpa partainya. Okelah, kalo ujung-ujungnya keadilan tapi tapi tapi... This country is not about you and your damn party sir! remember that!


Harapan? yah harapan terus ada. Jangan dipikirin tu ulah nazar, pak beye (wah frontal) si anas atau si Sutan Bathogana apalah itu (sumpah, enek bgt ngeliat bapak satu ini, hampir tiap hari nongol mulu di tipi). Fokus aja, berharap langsung ke Tuhan aja.

daripada mikirin begituan, sebenarnya saya lagi sedih. Ditinggal mbak Fanny Fabriana kawin. *nangis selonjoran di samping kasur*

Senin, 18 Juli 2011

Semacam Obat Galau Saya


akhir-akhir ini saya berpikir bahwa, saya jadi hobi galau (bukannya dari dulu ya?). Otomatis, di tengah kegalauan saya, saya mencari-cari obat apa yang pas untuk meredam, atau bahkan menghilangkan galau yang kadang membabi buta itu (apadeh?)

dengan niat iseng (iseng kok niat?) saya kulikkulik situs Youtube, mencari video-video yang bisa membuat mata saya segar (bukan jorok - red). Biasanya saya buka page game, ya saya suka karena bisa bernostalgia sewaktu saya masih resmi jadian sama konsol PS2. Karena bosen plus sakit ati kalo liat review gim baru (cuma bisa ngeliat, gak bisa maenin) saya beralih ke video klip. Saya lupa dulu buka page VEVOnya siapa, tapi di situ ada link video lain. Seorang penyanyi dengan nama yang masih sangat asing di telinga. Iseng-iseng berhadiah saya buka link tersebut.

Matt Costa - Mr. Pitiful

Wow. Cool. Ini hebat. Setalah Glen Hansard, saya (hampir) tidak pernah menemukan seorang musisi yang bisa bener-bener punya ciri khas dan kharisma. Mr. Pitifull, dengan nada yang menurut saya agak sedikit aneh tapi beneran fun kalau didengerin. Ditambah dengan karakter suara yang berkarakter. Singkatnya saya makin penasaran dan saya coba cari lagu-lagu lainnya. Dan saya menemukan :

Matt Costa - Cold December

Gak tau kenapa, yang satu ini... bener-bener heartwarming (padahal judulnya ada kata -cold-). Ditambah lagi kalo liat video klipnya yang nampilin lanskap cantik dataran tinggi di Eropa sono. Paduan anatara lirik - karakter suara dan kharisma si Matt Costa, it's stunning!

yeah! Matt Costa, your songs is like a drug for me!

It could be warm you see, a statue next to me
Swimming away from the ice and snow
Could I have failed to see the signs in front of me
Warning and flashing symbols, subtle and simple I couldn't see
I couldnt see


itu bagian fav saya!

Senin, 04 Juli 2011

relationship?

*backsound : Adele - Someone like you

relationship. Banyak yang berbicara tentang itu. Begitu juga saya. Dulu pernah menuliskan sedikit mengenai ini. What can I say? relationship still needed two kind of souls, to be united.

Dan saya mencoba memahami itu. Relationship, di twiiter, banyak quotes yang berbicara menganai relationship. Suatu hubungan spesial. Dan universal tentunya. Tapi saya, (hampir) tidak pernah benar-benar mengerti mengenai apa itu relationship, bagaimana rasanya, bagaimana bentuknya. what a pity.

dan seperti soundtrack malam ini, saya berbicara menmgenai seseorang. "Someone like you". Dimana "you" adalah seseorang yang selama ini sulit bagi saya untuk ditemukan. Seseorang yang tidak pernah saya bayangkan. Seseorang yang kini selalu saya libatkan dalam mimpi. Seseorang yang, yang ingin rasanya saya jalin sebuah relationship bersamanya.

Meskioun, saya belum sepenuhnya mengerti mengenai relationship itu sendiri, but I think it would be nice to enjoying that with... someone like you.
ya someone like you..

to understanding what is relationship, maybe I should find someone like you

am I in love? ....

*geez.... super unyu postingan kali ini hahahaha

Kamis, 30 Juni 2011

Bye June, Welcome July :)

Saya benar-benar terlena dengan bulan Juni kali ini. Sudah lama saya tidak pernah merasakan satu titik kesenangan, kebahagiaan seperti di bulan juni ini. Bukan hanya karena tersemat angka kelahiran di dalamnya, namun peristiwa-peristiwa yang sulit untuk dibayangkan sebelumnya.

Satu hal yang membuat saya merasa bahwa bulan Juni ini nyaris sempurna adalah, saya akan merindukannya. Segala sesuatu di bulan ini.

So. thanks for being nice to me June, we'll meet again soon.
And for July, nice to see you. Hope you're the next blazing month :)

Sabtu, 14 Mei 2011

Dan sebenarnya...

Saya bukanlah tipe orang yang mudah menuliskan, atau sekedar memindahkan apa yang ada di otak pada sebuah media lain. Terlalu absurd, mungkin. Tapi di sisi lain, saya juga tipe orang yang sangat haus akan perhatian. Bukan berarti cari perhatian, namun saya selalu merasa perlu untuk diperhatikan, oleh siapapun itu. Orang tua, teman, saudara, om, pakde, bude, kucing bahkan orang lain.

Tapi entah mengapa, keinginan tersebut tidak membuat saya menjadi orang yang suka mencari perhatian. Saya cenderung pasif untuk mengejar hal-hal yang ada di benak saya. Tidak mudah mengubah kepasifan saya. Bahkan untuk dituangkan dalam satu media, apapun itu, tersembunyi, dan orang lain tidak perlu tahu. Takut. Mungkin. Saya kurang bisa mendefinisikannya.

Sama halnya ketika saya harus mengaku bahwa saya sedang menyukai seseorang. Iya memang benar, saya kadang menceritakan (curhat) hal tersebut kepada orang lain. Orang yang saya anggap bisa dipercaya. Namun kenyataannya, apa yang saya beritahukan ke orang lain itu, belum sepenuhnya mewakili apa yang ada di benak saya. Singkatnya, saya memfilter apa yang saya utarakan pada orang lain. Saya memberi batasan pada diri sendiri.

Memang ada quote yang bunyinya : sometimes, things is better left unsaid.
Tapi bagaimana jika, things that better left unsaid tadi berteriak kencang seraya menggedor-gedor dinding pembatas yang saya dirikan dengan sungguh-sungguh. Bagaimana jika things that better left unsaid itu memenuhi tiap sudut otak saya. Melebihi kapasitas otak, dan meluber. Bocor di sana-sini. Bagaimana jika kemuakan dalam menyimpan things that better left unsaid itu terjadi. Apa iya harus saya paksakan untuk keluar, muntah dari mulutku, tanpa peduli ada orang lain yang harus mendengarnya atau tidak.

Jika jawabannya memuntahkan semuanya itu dengan posisi bersimpuh, tangan menengadah, bermaksud untuk menjalin koneksi dengan Tuhan, saya pernah, sering mungkin. Tapi tetap saja itu belum cukup. Jutaan pertanyaan, pernyataan, pujian, caci maki semua pernah saya sampaikan ke Dia. Entahlah, mereka (hal-hal) tersebut kemudian selalu mereproduksi diri mereka sendiri. Mungkin cara saya berkomunikasi dengan Tuhan keliru, tapi tidak mungkin, bukankah Tuhan Maha Mendengar?
….

…..
..
Ah, mungkin itu sesi curhat saya dengan Tuhan kurang panjang.
Mungkin…. ..

Rabu, 11 Mei 2011

Konspirasi Kucing




(ini postingan yang telat, harusnya diposting minggu lalu)

Sekian lama aku menunggu
Untuk kedatanganmu
Bukankah engkau telah berjanji
Kita jumpa di sini…..


Terdengar sayup-sayup suara merdu Ridho Roma di tengah kebisingan sore. Fase paling melelahkan dalam perputaran waktu. Sore yang riuh, bising, ramai meskipun tidak berlaku bagi semua. Satu keadaan penuh pengharapan.

Lalu datanglah pria paruh baya melangkah gontai menuju teras rumah. Dengan mukanya yang sayu dia merogoh semua saku yang menempel di kemeja dan celananya. Sejurus kemudian mimik mukanya berubah dan seolah berkata “oh tidak!” Dia tidak menemukan kunci rumahnya. Kemudian dia menyerah. Duduk di kursi lawas di teras rumah dengan muka tertekuk.

Begitulah adegan pembuka Monolog Kucing, sebuah monolog yang memuat kisah seorang yang terusik hidupnya gara-gara seekor kucing. Sebuah sindiran. Sebuah problema remeh temeh. Namun dibalik itu, terselip pesan kemanusiaan yang tersirat. Menusuk langsung pada hakekatnya.

Adalah cerita mengenai seseorang, yang harus ketiban sial karena tidak mempu menahan emosi untuk memukul seekor kucing. Kucing naas yang sukses mencuri menu ikan bakar rica-rica, menu buka puasa yang telah disiapkan sang istri. Kucing sial itu kemudian dipukul, dihantam hingga babak belur dan kemudian melarikan diri. Keesokan harinya, pria paruh baya tersebut mendapat kabar pahit. Kesialannya ternyata belum berakhir. Pak RT datang membawa kabar bahwa kucing yang dipukulnya semalam adalah kucing tetangganya yang bernama Pak Michael. Dia menuntut ganti rugi pengobatan kucingnya yang patah kaki.

Dengan berat hati dirinya membayar sejumlah “harga” yang dituntut Pak Michael. Nominal yang tidak sedikit bagi pekerja biasa sepertinya. Namun atas nama terciptanya “kedamaian” dia rela membayar harga yang tinggi tersebut.

Nyatanya, konflik tidak berhenti sampai di situ. Insiden kecil dengan kucing ternyata menciptakan konspirasi tingkat “RT”. Konspirasi kecil yang menyudutkan lakon utama pada titik kesakitan batin tertinggi. Sampai disadari, sebenarnya bukan kucing yang menjadi problema utama. Kucing hanya sarana untuk mengantarkan tokoh utama ke dalam lubang konflik yang makin dalam. Konflik yang bisa saja dialami kita semua.

Kesatuan yang menggugah

Putu Wijaya berhasil meracik sebuah alur cerita sederhana, namun lugas dan menarik. Penceritaan yang natural mengenai pria paruh baya yang (kadang) bersebrangan dengan istrinya sendiri. Tentang kehidupan normal, yang setelah ditelisik ternyata mempunyai makna yang berbeda.

Beliau sengaja mengalirkan ceritanya bak air yang mengalir tenang. Tidak perlu twist berlebihan. Tidak perlu alur maju mundur yang membingungkan. Tidak perlu plot yang rumit. Karena ini menceritakan tentang masyarakat biasa. Bertujuan untuk mengilhami masyarakat, tentang kejadian-kejadian biasa saja. Namun sebetulnya mempunyai beragam nilai yang penting.

Lakon Kucing ini makin nyata dengan penampilan sempurna Butet Kartaredjasa. Disini, dia benar-benar menjadi jawara. Benar-benar menampilkan peformanya sebagai pelakon seni yang utuh. Tokoh Bapak, Ibu, Pak RT hingga si biang kerok utama yakni kucing, mampu dihidupkan dengan sempurna. Meskipun dalam format monolog, namun penonton mampu terbawa penokohan Butet dengan baik. Semua ikut tersenyum, manggut-manggut, bahkan ikut gemas melihat “tingkah laku” si kucing sialan itu.

Selain itu, seperti biasa Butet mampu menyelipkan humor-humor satir yang efektif memancing tawa penonton. Memang, kepiawaian Butet dalam hal ini tidak terbantahkan. Termasuk ketika dia menjelaskan, mengapa “Kucing” dipilih sebagai nama lakon untuk monolog itu. Tentu saja dalam divisi akting Butet tidak bekerja sendirian. Di belakang layar terdapat Whani Darmawan memegang jabatan sutradara. Whani ternyata mampu mengarahkan “bintang besar” seni peran Indonesia tersebut. Hasilnya seperti yang saya bilang tadi, gabungan antara penyutradaraan yang baik dengan peforma akting jempolan. Bagus.

Suasana dan ambience dari keseluruhan di atas juga dipengaruhi oleh tata musik yang mendukung. Tak diragukan lagi, dedikasi Djaduk Ferianto benar-benar ditampilkan di sini. Music-musik yang dipilihnya hingga natural sound yang diraciknya benar-benar member stu gambaran utuh mengenai rumah, konflik dan si kucing itu sendiri.

Singkatnya, drama satu setengah jam ini seakan menjadi kesatuan pelaku seni terbaik, dan menghasilkan sesuatu yang baik pula, meskipun belum bisa dibilang dahsyat. Yang tak kalah menarik di sini adalah sentilan-sentilan kritik pemerintah. Dikomunikasikan dengan bahasa visual yang menarik dan (secara sengaja) ditempatkan di posisi yang tepat. Bahkan bila mendalami keseluruhan isinya, semuanya berujung pada maksud yang sama. Kritik dan rasa sebuah keterpojokan. Seperti kita rakyat jelata yang makin terpojok dengan tuntutan realita. Miris.

Kamis, 21 April 2011

Nikah?

Ada obrolan menarik antara saya dan teman-teman sewaktu makan siang kemarin. tentang nikah. Jadi ceritanya ada rumor mengenai teman saya yang sedang nikah. Tapi bukan itu inti posting kali ini. Yang saya maksudkan adalah "reaksi" teman-teman saya ketika mengetahui ada teman seangkatan yang (rumornya) akan menikah duluan.

Bagi sebagian teman perempuan saya, hal ini tentu menghebohkan. Mungkin ini seperti "dreams come true". Perempuan mana yang tidak bermimpi untuk dilamar pria impian. Menemui mr. right adalah impian semua perempuan. Ya, itu pasti. Hal ini disambung dengan obrolan-obrolan mengenai harapan, mimpi ke depan, tentunya mengenai nikah.

"Kalo aku besok maunya kerja dulu, ini dulu blah blah blah..."
"Aku target tahun 20xx mau nikah, tapi sama siapa ya????" (sambil lirik pacarnya yang duduk di sebelahnya)

Hal ini semakin menjadi-jadi tatkala hari ini ada perhelatan kabar di Inggris sana. Mata seluruh dunia tertuju pada "Royal Wedding", yaitu pernikahan Pangeran William putra Lady Di dengan seorang wanita cantik, Catherine Middletown. Nampaknya seluruh dunia jadi betah ngomongin nikah.

Lalu bagaimana menurut kacamata saya? seorang mahasiswa tingkat akhir yang masih bingung dengan tema skripsinya (oke saya salah sebut kata).
Nikah? hmmmm. It seems too far for me, at least for now. Karena saya percaya nikah itu sakral. Nikah itu bukan permainan. Menggabungkan dua raga dengan ego yang berbeda, itu bukanlah hal yang main-main. Selain materi, mental adalah yang paling penting untuk dipersiapkan. Tidak sedikit mungkin di luar sana, pria yang sudah mapan tapi menolak untuk menikah dengan alasan mental yang belum siap. Karena percayalah, menjadi seorang "ayah" itu tidak mudah. Konsekuensinya besar. Singkatnya, menjadi ayah sama dengan menjadi pemimpin di sisa hidupnya.

Apalagi jika ditanyakan ke laki-laki seumuran saya. Mungkin lebih pantes ditanyakan "kapan lulus?" dulu ketimbang daripada kapan nikah. Setelah itu mungkin akan disambung pertanyaan-pertanyaan tolol seperti "kapan kerja?" "kerja dimana?" blablablabla. Tentu saja prestis dibawa-bawa di sini. Kalau misalkan kerjaannya termasuk kategori oke, mapan, gaji besar dll, pasti baru ditanyain, "kapan nikah?"
Gak salah jika muncul petanyaan itu. Tapi lagi-lagi ini masuk ke arena privat. Karena menikah itu sebuah pilihan dengan serentetan tanggung jawab besar di belakangnya. Dan, hell yeah, tentu saja itu dilatar belakngi dengan.... emm apa itu namanya..... cinta? ya, hal seperti itulah. Mungkin ikhlas lebih cocok. Satu sama lain harus ikhlas menerima apa adanya. Ikhlas ketika menyadari hidup mereka tergantung satu sama lain. Ikhlas ketika menyadari hidup kita bukan sebagai individu, tapi sebagai pasangan. Ikhlas ketika menerima sprema sang suami masuk ke indung telur si istri, dan muncul kehidupan baru di dalamnya. Kurang lebih seperti itu.

Jadi intinya, ya saya belum siap dan belum iklhas untuk melakukannya (setidaknya untuk sekarang).

Jumat, 08 April 2011

Industrious Young Man

Oke, mungkin posting kali ini akan sedikit serius. Sedikit lho ya, jadi sebisa mungkin kadar kejenakaan akan tetap ditampilkan di sini (apadeh...).
jadi begini ceritanya (gaya kismis, acara misteri tahun 2000an itu), suatu ketika gw update status facebook. Singkat, jelas, padat dan anti alay pastinya. Update tersebut bertuliskan "editing" dengan huruf kapital. oke, lebih tepatnya E D I T I N G. Nah, kebetulan update status gw itu pas tengah malem. Atau menuju tengah malem. Ada satu komentar menggelitik dateng dari sodara dari Jakarta.

"What an industrious young man you are.."

hemmm gw hening sejenak. Gw tau betul artinya. Kebetulan sodara gw itu kerja sebagai dokter. Menurut penglihatannya dia, dari kata editing semalem, menunjukkan bahwa gw yang masih mahasiswa udah kerja seGILA itu hanya untuk mengejar nilai. Mengejar suatu bentu kesepahaman bersama antara dosen-mahasiswa berlabel "nilai". Persis kayak industri. Industri kejar tayang. Orang seumuran gw udah harus berkejaran sama waktu, bergelut sama deadline. Industri bekerja, berproses tidak kenal waktu. Dan hasilnya adalah nilai-nilai atau bisa juga simbol akan sesuatu yang "sesuai dengan pasar" atau sesuai dengan kesepahaman bersama seperti tadi.

Gw tau poin apa yang mau disampaikan sodara gw. Mungkin seperti ini " Get a life Nanda!". Enjoy your teenage (masih teenage loh) life. Live your life.

Dan percaya atau tidak, this is my life. No, this is our life. Hidup kita. Yang dipenuhi akomodasi sosial bercitarasa industri. Semua menurut kesepahaman industri, bahkan di bidang media, yang dikatakan bidang kreatif sekalipun, semua bergerak industri. Bahkan vagina aja ada penilaian industri juga (oke, abaikan kalimat ini)
Itu terjadi karena kita hidup berdampingan, atau mungkin malah sudah menyatu dengan sistem berlabel industri ini.

Ga munafik, gw juga pengen hidup seperti "label mahasiswa" yang fun, dinamis, penuh tantangan dan sebagainya. Mimpi-mimpi "hidup yang sebenarnya" kerap kali menghantui gw. Tapi sesaat gw sadar, kalo gw berada and fucked up di dunia industri gila ini. Satu-satunya cara untuk memenangkanny adalah, bertahan dan mengalahkan industri itu. in other way, we have to lead ourselves. It just a system. We can break it anytime, anywhere, as we want. Jangan tunduk pada industri, create your own industry. Your living industry. Done!

*penulis abis kejedot tembok beton, jadi maklum kalo postingan kali ini rada random.

Senin, 04 April 2011

Police is entirely human being

Flu is suck! everybody knows it. Akibatnya gw beberapa hari ngendon terus di dalem rumah. termasuk hari ini. Dari pagi bangun smpe siang ini, cuma bisa gulung-gulung di kasur. Sambil sesekali nonton tv. iseng-iseng acara 8-11 Show di metro, ada berita menarik tentang salah satu anggota polisi di Gorontalo yang ketauan joget-joget ala India. jelas ketauan karena videonya diaplod di youtube.

Hahaha, ngakak ngeliatnya. Ini dengan sangat fasih, polisi yang konon namanya Nornam ini bisa lipsing lagunya akang Sharukh Khan. Mirip kayak Sinta Jojo, tapi ini pake joget-joget khas India. Dan inget, ini polisi yang ngelakuin.

kelakuakan bodohnya itu direkam tatkala sedang jaga piket bersama temennya. Nah si polisi ngehe ini bilang, kalo dia cuma berusaha ngehibur temannya yang lagi ada masalah. Dengan gaya yang aduhai banget (bukan, ini tidak membuat gw tertarik sama polisi --") si Norman ini nyanyi lagu Chaiyya Chaiyya lengkap dengan joged (walaupun minimalis karena sambil duduk) sama ekspresi wajah, plus lipsingnya yang pas banget. Bikin ketawa beneran ini hahaha.

Di youtube sendiri, smbutannya ternyata cukup positif. Banyak yang ngasih jempol istilahnya. Malah banyak yang menyesalkan pemberian sanksi oleh atasannya karena kelakuan Norman ini. Gw sendiri berpendapat kalau yang dilakukan polisi ini adalah sesuatu yang wajar dilakukan. Kadang di tengah kejenuhan orang bisa jadi sangat kreatif. Norman salah satunya.

Bahkan ada yang beranggapan, apa yang dilakukan Norman ini dapat mematahkan persepsi masyarakat bahwa polisi itu galak, keras dan sebagainya. Sisi yang dikeluarkan Norman ini bisa jadi menampilkan sesuatu yang lain dari sosok penegak hukum ini. Daripada sok serius tapi ternyata menebar kebohongan di media, mending memperlihatkan bahwa polisi itu juga bisa lucu, menyenangkan dan terlihat apa adanya. Sehingga masyarakat juga semakin dekat dan bisa mendukung satu sama lain.

Karena polisi itu sepenuhnya hanya manusia biasa.

Ketika Masa Depan Semakin Mendekat

Inget pas dulu waktu TK ngebayangin, kalo udah gede mau jadi apa? jawaban umum ya dokter, guru dan sebangsanya. Karena gw belum kenal apa itu namanya idealisme atau prinsip, dan persepsi dokter kala itu adalah sesuatu yang maha keren, maka dengan enteng gw jawab "Dokter".

Hal ini berubah ketika menginjak bangku SD. Saat itu gw lagi doyan-doyannya mantengin peta. Tapi karena gak tahu profesi apa yang berhubungan langsung dengan peta, maka gw gak nerusin kegiatan tersebut. Kemudian bacaan bergeser. Entah darimana, tiba-tiba gw nemuin buku yang isinya perencanaan pembangunan rumah. Isinya gambar-gambar rumah yang ada denahnya. Bisa ditebak, cita-cita gw berubah menjadi arsitek. Salah satu kata terkeren yang bisa gw sebutin pas jaman SD.

Masa SMP-SMA, gw diracuini teknologi bernama Playstation. Gak bisa dihindari, gw kecantol sama konsol satu ini. Semacam diperbudak gitu. Tiap ada game baru muncul, sebisa mungkin dihunting kemudian dimainin. Salah satu efek penting dalam game adalah grafis. Nah, gw kenal Playsattion dan main game-game keluaran squaresoft kala itu. Yang mempunyai kelebihan di hal grafis (mainnya kebanyakan RPG). Jadi, dulu sudah kenal istilah keren lainnya slain grafis, seperti polygn, frame per second (fps) dll. Itu semua berkat Playstation. pada akhirnya, dengan yakin seyakin-yakinnya, gw merubah cita-cita gw menjadi game maker (setelah mendapat referensi mengenai karir di dunia gaming yang sangat menggiurkan). Khususnya bagian animator.

(masih SMA) setelah mengetahui bahwa pada jaman itu, kuliah di jurusan "game maker" rada mustahil dilakukan, ada memang tapi biayanya ih wow, maka dengan segera dan niat yang tulus gw geser lagi cita-cita menjadi grafis desainer. Tukan bikin print ad keren dan desainer yang ulung. Emak dan babe pun mengamininya (sebelumnya emak ngotot nguliahin di sastra inggris). Cita2 ini gw lanjutin hingga tingkat smnptn dengan pilihan jurusan DKV, Komunikasi, Arsitektur (yang terakhir cuman buat pantes2 soalnya dulu kan nak IPA). Tapi nasib berkata lain. DKV lepas, masuklah gw di komunikasi. Bidang yang dulu gw gak ngeh, ini jurusan apaan. dan ternyata jurusan beginian.

Masa kuliah tentunya banyak dinamika. Awalnya masih ingin melanjutkan cita2 menjadi desiner (ad penjurusan desgraf) tapi pupus di tengah jalan ketika masuk persma dan magang di bidang jurnalistik. Secara otomatis gw jadi punya cita-cita jadi wartawan. Dan akhir-akhir ini, entah kenapa nyaa gw melayang ke bidang iklan. Masa kuliah ada masa dngan perubahan main cepat (bukti kalau masa kuliah ada masa tergalau di hidup gw -____-)

Dan sekarang gw dihadapkan kenyataan. Dalam hitungan bulan, mau tidak mau gw kudu mutusin. Mana yang akan menjadi masa dpan. Masa dpena yang dulu cuma jadi angan-angan belaka pas ngobrol bareng temen SD, kini seakan cuma sejengkal jaraknya. Ternyata maa depan bukan cuma masalah kita akan jadi apa atau siapa. Namun terlepas dari itu, masa depan adalah masa pertanggungjawaban. Maksudnya, masa ketika kita bener-bener 100 % bertanggung jaab sama diri sendiri. Tanpa campur tangan orang lain, kita benar-benar menjadi kapten. Apapun itu bentuknya, mau desainer grafis, kerja di biro ad, semua memiliki resiko masing-masing. Bisa saja indah sesuai dengan khayalan jaman dulu. Bisa juga sebaliknya. Bahkan mulai sekarang, atau mulai kita dewasa secara perilaku, kita harus memikirkan dan mempersiapkan. Jangan sampai masa depan kita justru menjadi sebuah kemunduran. Siap gak siap seua harus dihadapi. Pertanyaannya, apakah gw siap? apakah gw cukup siap?

Senin, 14 Februari 2011

Review : Heartbreak.com

Mungkin diantara seantero film komedi lokal yang bertebaran di Indonesia, ini salah satu dari sedikit yang berhasil menarik perhatian gw. Heartbreak.com bercerita tentang Agus (Raymon Y Tungka) yang tiba-tiba diputuskan oleh pacarnya Nayla (Raihanuun) secara sepihak. Hal ini disebabkan Nayla sudah punya pacar (lagi) selama sekolah di Australia bernama Kevin (Gary Iskak). Wawan (Omesh Ananda) bersama pacarnyaRaya (Rischa Novisha) mencoba membangkitkan lagi si Wawan yang drop gara-gara diputus Nayla. Nah pada saat itu mereka menemukan Heartbreak.com sebuah badan intelijen yang khusus menangani kasus-kasus percintaan seperti ini. Dengan bantuan Mbak Elza (Sophie Navita) Ferdy (Edo Borne) dan Nadia (Shara Aryo) dari Heartbreak.com, Wawan berjuang untuk mendapatkan cinta Nayla kembali.
Simpel dan sangat lucu. Impress pertama dari film ini. Dari segita cerita sebenarnya cukup sederhana, namun kehadiran lembaga Heartbreak.com menjadi sesuatu yang berbeda. Strategi demi strategi disusun Heartbreak.com untuk memperoleh cinta Nayla kembali, disajikan dengan cukup apik, ringan dan punya sense humor yang tidak kacangan. Apalagi keberadaan Wawan yang diperankan Omesh, bener-bener kocak.
Komedi yang disajikan pas. Tidak berlebihan, original dan tentu saja tidak mengumbar unsur seks di dalamnya. Dari akting ya menurut saya semua bermain dengan bagus. Raymon yang depresi dengan aksen manjanya lucu tapi melas. Omesh menjadi biang komedi yang efektif di sini. Dan Raihanuun sangat cantik di sini (ini personal lho ya, tapi sumpah gw kesengsem berat sama wanita ini). Endingnya juga unik dan menyentuh. Ada bagian yang bikin gw sedikit menyeka air mata (haiyaah..). hahaha
Om Affandi Abdul Rachman cukup berhasil dalam mendirect film ini. Semua yang ditampilkan di sini sangat fresh, dialognya juga gak cupu, Raihanun fresh banget (lagi-lagi...). Oiya karena ini film komedi romantis maka sisi romantisnya juga gak kelupaan. Ada beberapa adegan yang menuryt gw secara personal sangat romantis. Seperti jurus terakhir yang diberikan Heartbreak.com untuk meruntuhkan hati Nayla *SPOILER ALERT*. Durasi 105 menit dalam film ini diisi dengan adegan-adegan yang padat dari segi cerita dan komedi. Porsinya romantisnya juga pas. Gak terlalu maksa, tapi gak terlalu geje juga.
sekali lagi Simpel, Lucu dan Fresh!
wajib tonton, jarang-jarang ada film komedi romantis Indonesia yang tidak mengumbar seks dan original seperti film ini. Hmm, gw berharap ada film sejenis lagi. Eh udah ada ding, judulnya Aku Atau Dia, yang merupakan sekuel film ini (tapi belum nonton). Well... kita lihat saja :)

Rabu, 26 Januari 2011

Fail... :(

It could be the best word to describe what was happen yesterday. I'm just break up. No.. it isn't like an ordinary one. Not "break up" with my girl or something like that (hey, did I mention it that I'm still single?). I was broke up by my friend. Yeah, my closest friend in high school.
Seperti yang pernah gw twit kemarien
"gak cuman film horor korea yang punya twist ending, kisah persahabatanpun juga bisa punya twist ending"
yap. semuanya tampak sangat sempurna 3-4 tahun silam. Gw dan teman-teman terbaik gw (dia termasuk di dalamnya) bisa jadi kelompok (bukan geng tapi) pertemanan yang kompak. Dari ngopi, nonton, bikin event reunian sampe jelajah pantai, semua sudah dilakukan. It's all about fun.
hingga pada akhirnya harus ada keputusan yang harus dipilih satu temanku. Pilihan yang akan merubah semua. Dan benar semua berubah. Empat orang yang sangat lekat itu kini berjalan terpisah. Masing-masing berdiri sendiri, dengan seluruh dayanya masing-masing.
Sampai akhirnya gw menerima pernyataan temenku itu - setelah setahun tidak bertemu - bahwa dia sudah hidup mandiri. Dan tidak mau dipusingkan masa lalu. Dan gw adalah masa lalu yang memusingkannya.
sedikit banyak hal itu membuat gw sedikit berfikir bahwa ada hal-hal yang sebenarnya tidak bisa kita paksakan untuk menjadi sesuatu seperti harapan kita. Simpelnya, gak semua hal itu akan baik pada kita. Tapi semua hal itu (Baik dan Buruk) sebenarnya adalah yang terbaik yang bagi gw pribadi. Masih banyak hal diluar sana yang biasa saja namun penting bagi gw.
Still, bagaimanapun juga, istilah mantan bestfriend itu gak ada dan gak pernah ada di kamus hidup gw. Dia masih gw anggap temen, masalah dia masih anggap gw temen atau bukan, that's in her mind. Dan disini baik gw atau dia diuji satu hal, ikhlas gak akan sebuah kenyataan itu.
Gw ikhlas. meskipun menurut ego, itu bukan sesuatu yang terbaik.
Life move onwards, not backwards. That's the reality .


Senin, 24 Januari 2011

Review : I Know What You Did On Facebook


Pertama kali lihat iklan trailer film ini di tv bikin nyengir, aduh film kancrut lagi. Efeknya gw juga dengan mudahnya melupakan trailer itu. Tapi ada yg aneh, di perhelatan Festival Film Indonesia 2010 kemarin, nyempil itu film di jajaran nominasinya. Terlepas hiruk pikuk yang melanda FFI tersebut, gw dibikin penasaran sama ini film. Kok bisa ya film ini masuk nominasi. Apa yang menarik? judulnya aja gak kreatif (nyomot judul I Know What You DId Last Summer) tapi gw akuin cukup nendang.
Oke, ternyata cdnya cepet banget keluar. Pertama agak ragu juga, takutnya ini film kayak karya Nayato yang cetek dan pamer payudara semua. Tapi akhirnya kenekatan gw membawa hikmah. Overall filmnya tidak seburuk ge bayangkan. Menarik malah.
Film ini bercerita tentang si Luna (Fanny Febriana) yang mempunya pacar bernama Reno (Edo Borne). Luna yang notabene menginginkan hubungan yang serius, merasa tidak betah lagi dengan Reno yang sifatnya masih suka main-main. Curhatlah si Luna dengan Via (Kimi Jayanti), temen SMPnya yang kebetulan dia kenal (tentu saja) lewat facebook. Ternyata Via justru mengalami hal yang berkebalikan. Dia yang ugal-ugalan tidak betah dengan pacarnya Hedi (Fikri Ramadhan) yang sopan dan membosankan. Nah disitulah cerita mulai bergulir.
Luna dan Via kemudian punya rencana, mengetes perasaan pacaranya masing-masing melalui iseng2 di facebook. Luna meremove Reno dari friendlist di facebook kemudian berkenalan dengan Hedi di fb juga. Begitu juga Via. Namun Luna dan Via sepakat untuk melakukan misi rahasia ini hanya di Facebook.
Plotnya sebenarnya mudah ditebak. Tapi eksekusi yang rapi menyebaban semuanya menjadi enak untuk tetap dinikmati. Selain kisah Luna Via tadi, ada juga kisah abangnya Reno, Doni (Agastya Kandou) yang merupakan seorang gay dan menyukai partner kerjanya Erik (Yama carlos). Juga Kisah Merline (Imelda Therine) kakak dari Luna, yang hidupnya membosankan karena terus dicuekin suaminya Ario (Restu Sinaga).
jadi garis benangnya adalah facebook. Tapi entah kenapa penyajian cerita si Doni dan Merline terlalu berlebihan, porsinya terlalu banyak. Harusnya film ini lebih serius mengenai cerita luna dan via.
Secara pengambilan gambar, tidak ada yang luar biasa. Standar aja, namun cukup untuk menggambarkan adegan demi adegan dengan cukup apik. Untuk castnya, Kimi Jayanti yang paling menonjol. Sedangkan yang lain ya... just so so. Lumayanlah kalo gak mau dikata buruk. Kekurangannya adalah plot yang kadang gak fokus. Memasukkan adegan-adegan yang gak penting untuk dimasukkan. Ada beberapa adegan seperti itu. Yang jatuhnya cukup annoying.
Untuk keseluruhan, film ini termasuk film yang lumayan bagus dan cukup menghibur. Permasalahannya juga real dan tidak terlalu dibuat-buat walaupun sedikit klise. Layar-layar lapotop yang berisi halaman facebook juga menjadi sesuatu yang beda dari film lain. Ya mungkin film ini sedikit rasa segar dari film-film Indonesia yang bertebaran sekarang. Lumayan bagus.

Sabtu, 15 Januari 2011

Review : Death Bell 2 : Bloody Camp


Release Date: 31 December 2010
Director: Yoo Sun-dong
Cast: Hwang Jeong-eum, Park Jiyeon, Yun Seung-ah, Yoon Si-yoon, Kim Su-Ro.

Yak, ternyata gw masih ketagihan dengan film-film sakit, setelah Grotesque (review menyusul yak) berhasil mencabik-cabik sisi manusiawi gw, kini saatnya Death Bell 2 : Bloody Camp. Seharusnya ini menjadi sequel film pertamanya, Death Bell dengan Kim Bumnya. Namun, karena ternyata beda director, maka dari storylinenya juga dibuat berbeda. meskipun begitu, film ini masih menyajikan satu benang merah yang sama dengan pendahulunya, yaitu peristiwa-peristiwa di sekolah.
Sebenarnya menarik melihat film ini. Ya, emang sih, gw gak terlalu hapal cast pemain asia apalagi dari Korea, tapi secara "look" atau first impression, film ini bisa dibilang lumayan. Bolehlah, thriller yang menarik juga. Lalu bagaimana dengan cerita? atau porsi gorenya?
Apa yang lebih menarik dari satu kelas siswa dengan dua orang guru terjebak di sekolah dengan psikopat yang siap membantai. Itulah kira-kira inti cerita di sini. Seorang murid siswi (Hwang Jeong-eum) yang memiliki masa lalu yang cukup kelam, masuk ke camp pelatihan bagi siswa-siswi terpandai dan terpilih di sekolahnya. Dia dan teman-teman naasnya itu akan menghabiskan waktu liburan dengan belajar-belajar dan belajar di "camp". Namun mereka tidak sadar, bahwa ada psokopat gila yang mengancam jiwa mereka ketika sedang belajar.
Serba nanggung, itulah yang menonjol di sini. Cerita nanggung, penokohan karakter nanggung, adegan sadis yang nanggung dan kacaunya twist yang nanggung. Entah kenapa director Yon Sun Dong, tidak mengikuti ramuan pendahulunya saja. padahal sebenarnya banyak adegan-adegan yang mempunyai potensi horor. Tapi entah kenapa Yon Sun DOng malah seenaknya sendiri motong keasikan itu.
Dari segi cerita, Death Bell 2 ini sudah cacat di tengah jalan. Kalau di seri pertama kita disuguhin cerita yang membuat kita berpikir "bisa jadi seperti itu", mengenai sogok menyogok berujung maut, di seri ini justru akan membuat kita berpikir "aduh gak logis banget". Memang menonjolkan masalah muda mudi di sekolahan yaitu bullying, tapi kelewat dangkal. Sangat dangkal. Motifnyapun terlalu sepele.
Setelah gw nonton sampai selesai, akhirnya gw baru sadar ada yang kurang dari film ini. Sebelumnya kita dibuat tegang dengan soal-soal yang dibuat psikopat. Kalau tidak bisa menjawab soal tersebut maka seorang murid akan mati. Nah di Death Bell 2 ini tidak ada soal-soal yang membuat kita tegang dan merasa berkejaran dengan waktu. Fatal untuk franchise sekelas Death Bell.
Tokoh utama, Hwang Jeong-eum, tidak bisa membangun cerita dengan baik. Karakternya yang dibuat dingin, jatuhnya malah terlalu dingin, dan kesan misterius itu hilang. Paling mending aktingnya si ibu guru muda (entah ini siapa namanya :p), tapi tetep dieksekusi akhir, nasib ibu guru muda ini gak jelas. Mungkin karena ditopang fondasi cerita yang tidak solid, dan terlalu banyak hal klise di dalamnya.
Nasib film sequel (apalagi yg ditambah embel-embel "2") mau tidak mau harus rela dibandingkan dengan seri pertamanya. Apakah lebih sukses, atau malah lebih buruk. Death Bell 2 : Blody Camp harus menerima kenyataan, bahwa film ini tidak bisa lebih baik dari film pertama, bahkan ketika film bergerak setengah jalan. Tone filmnya terlalu gelap, berbeda dengan sebelumnya yang cerah tapi mengancam. Ini malah kayak film-filmnya Nayato yang serba dark (karena disini disetting mati lampu). Selain itu, film ini tampil lebih nakal karena ada beberapa adegan berbikini (tapi masih pantas soalnya ada setting di kolam renang juga). Gak ada yang spesial di film ini, itu intinya. Seri pertama jauh lebih baik.

Rabu, 12 Januari 2011

Desain Desain Desain Grafis

Sudah lama banget semenjak meninggalkan hal ini, yup desain grafis. Gara-gara sibuk di mata kuliah ini itu, dan sejenak terlena dengan Adobe Premiere, kahirnya saudara-saudara, gw kembali menggauli yang namanya Adobe Photoshop. Entah mengapa, agak canggung juga dengan software ini, padahal dulu tiap hari ngadepnya juga ini. And, this is it, sedikit coret-coret ala chef nanda dengan photoshop (hahaha, masih amatiran jadi ya begini hasilnya)

art is...