Kamis, 21 April 2011

Nikah?

Ada obrolan menarik antara saya dan teman-teman sewaktu makan siang kemarin. tentang nikah. Jadi ceritanya ada rumor mengenai teman saya yang sedang nikah. Tapi bukan itu inti posting kali ini. Yang saya maksudkan adalah "reaksi" teman-teman saya ketika mengetahui ada teman seangkatan yang (rumornya) akan menikah duluan.

Bagi sebagian teman perempuan saya, hal ini tentu menghebohkan. Mungkin ini seperti "dreams come true". Perempuan mana yang tidak bermimpi untuk dilamar pria impian. Menemui mr. right adalah impian semua perempuan. Ya, itu pasti. Hal ini disambung dengan obrolan-obrolan mengenai harapan, mimpi ke depan, tentunya mengenai nikah.

"Kalo aku besok maunya kerja dulu, ini dulu blah blah blah..."
"Aku target tahun 20xx mau nikah, tapi sama siapa ya????" (sambil lirik pacarnya yang duduk di sebelahnya)

Hal ini semakin menjadi-jadi tatkala hari ini ada perhelatan kabar di Inggris sana. Mata seluruh dunia tertuju pada "Royal Wedding", yaitu pernikahan Pangeran William putra Lady Di dengan seorang wanita cantik, Catherine Middletown. Nampaknya seluruh dunia jadi betah ngomongin nikah.

Lalu bagaimana menurut kacamata saya? seorang mahasiswa tingkat akhir yang masih bingung dengan tema skripsinya (oke saya salah sebut kata).
Nikah? hmmmm. It seems too far for me, at least for now. Karena saya percaya nikah itu sakral. Nikah itu bukan permainan. Menggabungkan dua raga dengan ego yang berbeda, itu bukanlah hal yang main-main. Selain materi, mental adalah yang paling penting untuk dipersiapkan. Tidak sedikit mungkin di luar sana, pria yang sudah mapan tapi menolak untuk menikah dengan alasan mental yang belum siap. Karena percayalah, menjadi seorang "ayah" itu tidak mudah. Konsekuensinya besar. Singkatnya, menjadi ayah sama dengan menjadi pemimpin di sisa hidupnya.

Apalagi jika ditanyakan ke laki-laki seumuran saya. Mungkin lebih pantes ditanyakan "kapan lulus?" dulu ketimbang daripada kapan nikah. Setelah itu mungkin akan disambung pertanyaan-pertanyaan tolol seperti "kapan kerja?" "kerja dimana?" blablablabla. Tentu saja prestis dibawa-bawa di sini. Kalau misalkan kerjaannya termasuk kategori oke, mapan, gaji besar dll, pasti baru ditanyain, "kapan nikah?"
Gak salah jika muncul petanyaan itu. Tapi lagi-lagi ini masuk ke arena privat. Karena menikah itu sebuah pilihan dengan serentetan tanggung jawab besar di belakangnya. Dan, hell yeah, tentu saja itu dilatar belakngi dengan.... emm apa itu namanya..... cinta? ya, hal seperti itulah. Mungkin ikhlas lebih cocok. Satu sama lain harus ikhlas menerima apa adanya. Ikhlas ketika menyadari hidup mereka tergantung satu sama lain. Ikhlas ketika menyadari hidup kita bukan sebagai individu, tapi sebagai pasangan. Ikhlas ketika menerima sprema sang suami masuk ke indung telur si istri, dan muncul kehidupan baru di dalamnya. Kurang lebih seperti itu.

Jadi intinya, ya saya belum siap dan belum iklhas untuk melakukannya (setidaknya untuk sekarang).

Jumat, 08 April 2011

Industrious Young Man

Oke, mungkin posting kali ini akan sedikit serius. Sedikit lho ya, jadi sebisa mungkin kadar kejenakaan akan tetap ditampilkan di sini (apadeh...).
jadi begini ceritanya (gaya kismis, acara misteri tahun 2000an itu), suatu ketika gw update status facebook. Singkat, jelas, padat dan anti alay pastinya. Update tersebut bertuliskan "editing" dengan huruf kapital. oke, lebih tepatnya E D I T I N G. Nah, kebetulan update status gw itu pas tengah malem. Atau menuju tengah malem. Ada satu komentar menggelitik dateng dari sodara dari Jakarta.

"What an industrious young man you are.."

hemmm gw hening sejenak. Gw tau betul artinya. Kebetulan sodara gw itu kerja sebagai dokter. Menurut penglihatannya dia, dari kata editing semalem, menunjukkan bahwa gw yang masih mahasiswa udah kerja seGILA itu hanya untuk mengejar nilai. Mengejar suatu bentu kesepahaman bersama antara dosen-mahasiswa berlabel "nilai". Persis kayak industri. Industri kejar tayang. Orang seumuran gw udah harus berkejaran sama waktu, bergelut sama deadline. Industri bekerja, berproses tidak kenal waktu. Dan hasilnya adalah nilai-nilai atau bisa juga simbol akan sesuatu yang "sesuai dengan pasar" atau sesuai dengan kesepahaman bersama seperti tadi.

Gw tau poin apa yang mau disampaikan sodara gw. Mungkin seperti ini " Get a life Nanda!". Enjoy your teenage (masih teenage loh) life. Live your life.

Dan percaya atau tidak, this is my life. No, this is our life. Hidup kita. Yang dipenuhi akomodasi sosial bercitarasa industri. Semua menurut kesepahaman industri, bahkan di bidang media, yang dikatakan bidang kreatif sekalipun, semua bergerak industri. Bahkan vagina aja ada penilaian industri juga (oke, abaikan kalimat ini)
Itu terjadi karena kita hidup berdampingan, atau mungkin malah sudah menyatu dengan sistem berlabel industri ini.

Ga munafik, gw juga pengen hidup seperti "label mahasiswa" yang fun, dinamis, penuh tantangan dan sebagainya. Mimpi-mimpi "hidup yang sebenarnya" kerap kali menghantui gw. Tapi sesaat gw sadar, kalo gw berada and fucked up di dunia industri gila ini. Satu-satunya cara untuk memenangkanny adalah, bertahan dan mengalahkan industri itu. in other way, we have to lead ourselves. It just a system. We can break it anytime, anywhere, as we want. Jangan tunduk pada industri, create your own industry. Your living industry. Done!

*penulis abis kejedot tembok beton, jadi maklum kalo postingan kali ini rada random.

Senin, 04 April 2011

Police is entirely human being

Flu is suck! everybody knows it. Akibatnya gw beberapa hari ngendon terus di dalem rumah. termasuk hari ini. Dari pagi bangun smpe siang ini, cuma bisa gulung-gulung di kasur. Sambil sesekali nonton tv. iseng-iseng acara 8-11 Show di metro, ada berita menarik tentang salah satu anggota polisi di Gorontalo yang ketauan joget-joget ala India. jelas ketauan karena videonya diaplod di youtube.

Hahaha, ngakak ngeliatnya. Ini dengan sangat fasih, polisi yang konon namanya Nornam ini bisa lipsing lagunya akang Sharukh Khan. Mirip kayak Sinta Jojo, tapi ini pake joget-joget khas India. Dan inget, ini polisi yang ngelakuin.

kelakuakan bodohnya itu direkam tatkala sedang jaga piket bersama temennya. Nah si polisi ngehe ini bilang, kalo dia cuma berusaha ngehibur temannya yang lagi ada masalah. Dengan gaya yang aduhai banget (bukan, ini tidak membuat gw tertarik sama polisi --") si Norman ini nyanyi lagu Chaiyya Chaiyya lengkap dengan joged (walaupun minimalis karena sambil duduk) sama ekspresi wajah, plus lipsingnya yang pas banget. Bikin ketawa beneran ini hahaha.

Di youtube sendiri, smbutannya ternyata cukup positif. Banyak yang ngasih jempol istilahnya. Malah banyak yang menyesalkan pemberian sanksi oleh atasannya karena kelakuan Norman ini. Gw sendiri berpendapat kalau yang dilakukan polisi ini adalah sesuatu yang wajar dilakukan. Kadang di tengah kejenuhan orang bisa jadi sangat kreatif. Norman salah satunya.

Bahkan ada yang beranggapan, apa yang dilakukan Norman ini dapat mematahkan persepsi masyarakat bahwa polisi itu galak, keras dan sebagainya. Sisi yang dikeluarkan Norman ini bisa jadi menampilkan sesuatu yang lain dari sosok penegak hukum ini. Daripada sok serius tapi ternyata menebar kebohongan di media, mending memperlihatkan bahwa polisi itu juga bisa lucu, menyenangkan dan terlihat apa adanya. Sehingga masyarakat juga semakin dekat dan bisa mendukung satu sama lain.

Karena polisi itu sepenuhnya hanya manusia biasa.

Ketika Masa Depan Semakin Mendekat

Inget pas dulu waktu TK ngebayangin, kalo udah gede mau jadi apa? jawaban umum ya dokter, guru dan sebangsanya. Karena gw belum kenal apa itu namanya idealisme atau prinsip, dan persepsi dokter kala itu adalah sesuatu yang maha keren, maka dengan enteng gw jawab "Dokter".

Hal ini berubah ketika menginjak bangku SD. Saat itu gw lagi doyan-doyannya mantengin peta. Tapi karena gak tahu profesi apa yang berhubungan langsung dengan peta, maka gw gak nerusin kegiatan tersebut. Kemudian bacaan bergeser. Entah darimana, tiba-tiba gw nemuin buku yang isinya perencanaan pembangunan rumah. Isinya gambar-gambar rumah yang ada denahnya. Bisa ditebak, cita-cita gw berubah menjadi arsitek. Salah satu kata terkeren yang bisa gw sebutin pas jaman SD.

Masa SMP-SMA, gw diracuini teknologi bernama Playstation. Gak bisa dihindari, gw kecantol sama konsol satu ini. Semacam diperbudak gitu. Tiap ada game baru muncul, sebisa mungkin dihunting kemudian dimainin. Salah satu efek penting dalam game adalah grafis. Nah, gw kenal Playsattion dan main game-game keluaran squaresoft kala itu. Yang mempunyai kelebihan di hal grafis (mainnya kebanyakan RPG). Jadi, dulu sudah kenal istilah keren lainnya slain grafis, seperti polygn, frame per second (fps) dll. Itu semua berkat Playstation. pada akhirnya, dengan yakin seyakin-yakinnya, gw merubah cita-cita gw menjadi game maker (setelah mendapat referensi mengenai karir di dunia gaming yang sangat menggiurkan). Khususnya bagian animator.

(masih SMA) setelah mengetahui bahwa pada jaman itu, kuliah di jurusan "game maker" rada mustahil dilakukan, ada memang tapi biayanya ih wow, maka dengan segera dan niat yang tulus gw geser lagi cita-cita menjadi grafis desainer. Tukan bikin print ad keren dan desainer yang ulung. Emak dan babe pun mengamininya (sebelumnya emak ngotot nguliahin di sastra inggris). Cita2 ini gw lanjutin hingga tingkat smnptn dengan pilihan jurusan DKV, Komunikasi, Arsitektur (yang terakhir cuman buat pantes2 soalnya dulu kan nak IPA). Tapi nasib berkata lain. DKV lepas, masuklah gw di komunikasi. Bidang yang dulu gw gak ngeh, ini jurusan apaan. dan ternyata jurusan beginian.

Masa kuliah tentunya banyak dinamika. Awalnya masih ingin melanjutkan cita2 menjadi desiner (ad penjurusan desgraf) tapi pupus di tengah jalan ketika masuk persma dan magang di bidang jurnalistik. Secara otomatis gw jadi punya cita-cita jadi wartawan. Dan akhir-akhir ini, entah kenapa nyaa gw melayang ke bidang iklan. Masa kuliah ada masa dngan perubahan main cepat (bukti kalau masa kuliah ada masa tergalau di hidup gw -____-)

Dan sekarang gw dihadapkan kenyataan. Dalam hitungan bulan, mau tidak mau gw kudu mutusin. Mana yang akan menjadi masa dpan. Masa dpena yang dulu cuma jadi angan-angan belaka pas ngobrol bareng temen SD, kini seakan cuma sejengkal jaraknya. Ternyata maa depan bukan cuma masalah kita akan jadi apa atau siapa. Namun terlepas dari itu, masa depan adalah masa pertanggungjawaban. Maksudnya, masa ketika kita bener-bener 100 % bertanggung jaab sama diri sendiri. Tanpa campur tangan orang lain, kita benar-benar menjadi kapten. Apapun itu bentuknya, mau desainer grafis, kerja di biro ad, semua memiliki resiko masing-masing. Bisa saja indah sesuai dengan khayalan jaman dulu. Bisa juga sebaliknya. Bahkan mulai sekarang, atau mulai kita dewasa secara perilaku, kita harus memikirkan dan mempersiapkan. Jangan sampai masa depan kita justru menjadi sebuah kemunduran. Siap gak siap seua harus dihadapi. Pertanyaannya, apakah gw siap? apakah gw cukup siap?