Sabtu, 26 November 2011

Heaven's sounds : Sigur rós

diambil dari love-it-loud.com
Melupakan sejenak hingar bingar Paradise-nya Coldplay, genit absurd ala girlband korea (dan KWnya tentu saja) minggu pagi ini saya kembali tertegun dengan sajian musik berkualitas asal Eslandia. Sigur rós (baca Si-ur-ros). Bukan kelompok musik yang baru memang, karena debut mereka telah dimulai sejak tahun 1994. Bahkan jadi inspirasi besar-besaran band indie asal Bandung, The Milo. Saya sendiri sebenarnya sudah tahu keberadaan ini bebrapa waktu lalu, salah satunya lewat film dahsyat 127 Hours, tapi tidak pernah benar-benar memperhatikannya. Dan pagi ini barulah saya dibuat kagum.

Darikacamata awam yang selalu dicekoki genre-genre pop di media konvensional, saya sebenarnya gak terlalu ngerti juga ini musik genrenya apa. Yang saya dengar lebih mirip alunan musik yang lebih pantas dialunkan di mitologi yunani, atau di dunia asgard. Keren tidak dapat mengakomodasi pendapat saya mengenai grup band ini. Ini lebih daripada kata keren!

Sigur rós terdiri dari jón þor (jónsi) birgisson (vocals, guitars), kjartan (kjarri) sveinsson (keyboards), orri páll dýrason (drums) dan georg (goggi) holm (bass) ~ jangan tanya saya pronouncenya gimana~ tentang siapa selengkapnya, diskografi dari Sigur rós bisa dikulik disini. . Entah ada apa dengan musisi-musisi asal eropa barat (setelah Ireland dengan Swell Season dan UK dengan Matt Costa), mereka selalu berinovasi menghasilkan musik yang "heartwarming". Tidak terlalu ambisius dengan mengejar tren musik gimana, tapi mereka membentuk sendiri khayalan mereka melalui kreatifitasnya. Salut!

Melalui Festival (yang jadi original score buat film 127 Hours), Hoppipolla, Elson-Elson, Von dan masih banyak track lain, Sigur rós dengan mudah membawa khayalan kita tinggi. Gak perlu ngerti bahasa yang diucapkan si birgisson untuk bisa menikmati, tinggal diam, pejamkan mata dan dengarkan. Merinding adalah efek minimal ketika dengerin band ini. Gabungan hebat antara suara "unhuman" si vokalis (karena melengking-melengking gimana gitu), lantunan violin, bass dan dentuman drum yang memang sengaja dibikin intens, bener-bener membangun mood lagu itu sendiri. Superrrr kalau kata si bapak motivator itu.

Akhir kata, saya speechless dan gak tau mau bilang apa lagi. 
Saya kasih sampelnya, Von dari Sigur rós
enjoy!



Jumat, 25 November 2011

Komedi "Cerdas"

Beberapa minggu kemarin saya sempet posting pengalaman saya tentang stand up comedy. Yak, metode paling mutakhir (di Indonesia) dalam urusan mengocok perut (sampai sekarang ngerasa aneh sama idiom ini, "ngocok perut" bukannya lebih pas buat mules ya?). Yang belum tau tengoklah metro tv tiap kamis malam, atau googling aja.

Banyak aspek yang sebenarnya menarik dalam sebuah stand up comedy, dari cara penyampaian, filosofi stand up (yang salah kaprah diartiin secara harafiah sebagai nge-jokes sambil berdiri), sampai materi-materinya. Namun, bagi saya ada yang sebenarnya menarik buat dijadikan diskusi, yakni perbandingan stand up comedy, dengan tawaran acara komedi di tv.

Jumat, 18 November 2011

Wishlist

Iya, ini bukan bulan Juni. Iya tahun baru masih dua bulan lagi.Tetep kan gak ada salahnya punya wishlist gitu, jadi perkenankanlah saya menyebut wishlist saya yang utama ini (setidaknya dalam jangka pendek ini) : pensiun dari kacamata.

Tapi beneran, akhir-akhir ini saya sering terganggu dengan benda yang nongkrong di hidung ini. Terhitung udah hampir 6 tahun saya menjadi pengidap mata minus (dan slindris). Dulu mah, kirain pake kacamata itu bisa menaikkan level kegantengan dan menaikkan citra intelektualitas (-__-). Secara, kacamata (dulu) entah kenapa menjadi simbol "orang pandai". Liat dokter-dokter pake jas lab dan kacamata, sepintas bakal keliatan cerdasnya. nah, itu sebabnya ketika divonis mata minus dan silindris pertama kali, saya mah asik-asik aja.

Kamis, 17 November 2011

Menulis itu menyembuhkan

Banyak yang mengatakan seperti itu. Saya tidak kontra dengan pernyataan itu, saya setuju. Bagi saya, menulis itu healing therapy yang cukup manjur. Ada semacam kepuasan personal dan kelegaan ketika satu tulisan (apapun itu) selesai. Itu yang mendorong saya untuk tetap menulis. Setidaknya dengan cara mengisi halaman blog ini.

Senin, 14 November 2011

Realita atau sinetron dahulu?

Ceritanya ini lagi nyinyirin gaya orang pacaran. hahaha.... *maklum jomblo*
jadi malem minggu kemarin ceritanya (gak lihat siaran langsungnya) ada ribut-ribut  di deket perempatan rumah. Bukan ribut-ribut sih, tapi banyak orang ngumpul pasang muka kepo di lokasi menandakan bahwasanya telah terjadi sesuatu di TKP. Ketularan kepo, saya jadi sok-sok ikutan ngumpul di tengah kerumunan. Ternyata ada cewek, sambil nangis, pegang hape, rambut semir pirang, maskara luntur, bawa-bawa BB lokal (kemungkinan besar blueberry :D), jaket ketat melekat (aih, berima!) dan segala macem indikasi galau lainnya. 

Selasa, 01 November 2011

Pak Gembong, Nyanyian Jenaka dan Kursi Roda

Saya bertemu dengannya sekitar pertengahan tahun 2009. Kali itu saya ditugaskan untuk mengangkat berita feature tentang seorang tukang parkir yang mempunyai keterbatasan fisik sejak lahir. Daerah operasinya di sekitar pertigaan Kepatihan. Namanya Pak Gembong. Bukan nama asli tentu saja. Kalau mungkin ada yang melintas di jalan Sultan Sjahrir, tepatnya pertigaan Kepatihan di sekitar pasar burung, coba lewat di rentang waktu 10 pagi sampai jam 12 siang. Dia biasa beredar di jam tersebut.

Lokasi wawancara kami tepatnya di serambi Masjid Kepatihan, sebelah perpustakaan daerah Solo. Waktu itu saya dan teman saya alina datang kesiangan sebenarnya, tapi berkat bantuan pedagang burung, saya tau tempat nongkrong pak Gembong. Tanpa ekspektasi apa-apa kami datang menemuinya. Saat bertatap muka secara langsung, barulah saya sadar bahwa sosok di depan saya ini berbeda. Selain mempunyai keterbatasan fisik, ternyata Pak Gembong juga memiliki keterbelakangan mental.