Rabu, 26 Januari 2011

Fail... :(

It could be the best word to describe what was happen yesterday. I'm just break up. No.. it isn't like an ordinary one. Not "break up" with my girl or something like that (hey, did I mention it that I'm still single?). I was broke up by my friend. Yeah, my closest friend in high school.
Seperti yang pernah gw twit kemarien
"gak cuman film horor korea yang punya twist ending, kisah persahabatanpun juga bisa punya twist ending"
yap. semuanya tampak sangat sempurna 3-4 tahun silam. Gw dan teman-teman terbaik gw (dia termasuk di dalamnya) bisa jadi kelompok (bukan geng tapi) pertemanan yang kompak. Dari ngopi, nonton, bikin event reunian sampe jelajah pantai, semua sudah dilakukan. It's all about fun.
hingga pada akhirnya harus ada keputusan yang harus dipilih satu temanku. Pilihan yang akan merubah semua. Dan benar semua berubah. Empat orang yang sangat lekat itu kini berjalan terpisah. Masing-masing berdiri sendiri, dengan seluruh dayanya masing-masing.
Sampai akhirnya gw menerima pernyataan temenku itu - setelah setahun tidak bertemu - bahwa dia sudah hidup mandiri. Dan tidak mau dipusingkan masa lalu. Dan gw adalah masa lalu yang memusingkannya.
sedikit banyak hal itu membuat gw sedikit berfikir bahwa ada hal-hal yang sebenarnya tidak bisa kita paksakan untuk menjadi sesuatu seperti harapan kita. Simpelnya, gak semua hal itu akan baik pada kita. Tapi semua hal itu (Baik dan Buruk) sebenarnya adalah yang terbaik yang bagi gw pribadi. Masih banyak hal diluar sana yang biasa saja namun penting bagi gw.
Still, bagaimanapun juga, istilah mantan bestfriend itu gak ada dan gak pernah ada di kamus hidup gw. Dia masih gw anggap temen, masalah dia masih anggap gw temen atau bukan, that's in her mind. Dan disini baik gw atau dia diuji satu hal, ikhlas gak akan sebuah kenyataan itu.
Gw ikhlas. meskipun menurut ego, itu bukan sesuatu yang terbaik.
Life move onwards, not backwards. That's the reality .


Senin, 24 Januari 2011

Review : I Know What You Did On Facebook


Pertama kali lihat iklan trailer film ini di tv bikin nyengir, aduh film kancrut lagi. Efeknya gw juga dengan mudahnya melupakan trailer itu. Tapi ada yg aneh, di perhelatan Festival Film Indonesia 2010 kemarin, nyempil itu film di jajaran nominasinya. Terlepas hiruk pikuk yang melanda FFI tersebut, gw dibikin penasaran sama ini film. Kok bisa ya film ini masuk nominasi. Apa yang menarik? judulnya aja gak kreatif (nyomot judul I Know What You DId Last Summer) tapi gw akuin cukup nendang.
Oke, ternyata cdnya cepet banget keluar. Pertama agak ragu juga, takutnya ini film kayak karya Nayato yang cetek dan pamer payudara semua. Tapi akhirnya kenekatan gw membawa hikmah. Overall filmnya tidak seburuk ge bayangkan. Menarik malah.
Film ini bercerita tentang si Luna (Fanny Febriana) yang mempunya pacar bernama Reno (Edo Borne). Luna yang notabene menginginkan hubungan yang serius, merasa tidak betah lagi dengan Reno yang sifatnya masih suka main-main. Curhatlah si Luna dengan Via (Kimi Jayanti), temen SMPnya yang kebetulan dia kenal (tentu saja) lewat facebook. Ternyata Via justru mengalami hal yang berkebalikan. Dia yang ugal-ugalan tidak betah dengan pacarnya Hedi (Fikri Ramadhan) yang sopan dan membosankan. Nah disitulah cerita mulai bergulir.
Luna dan Via kemudian punya rencana, mengetes perasaan pacaranya masing-masing melalui iseng2 di facebook. Luna meremove Reno dari friendlist di facebook kemudian berkenalan dengan Hedi di fb juga. Begitu juga Via. Namun Luna dan Via sepakat untuk melakukan misi rahasia ini hanya di Facebook.
Plotnya sebenarnya mudah ditebak. Tapi eksekusi yang rapi menyebaban semuanya menjadi enak untuk tetap dinikmati. Selain kisah Luna Via tadi, ada juga kisah abangnya Reno, Doni (Agastya Kandou) yang merupakan seorang gay dan menyukai partner kerjanya Erik (Yama carlos). Juga Kisah Merline (Imelda Therine) kakak dari Luna, yang hidupnya membosankan karena terus dicuekin suaminya Ario (Restu Sinaga).
jadi garis benangnya adalah facebook. Tapi entah kenapa penyajian cerita si Doni dan Merline terlalu berlebihan, porsinya terlalu banyak. Harusnya film ini lebih serius mengenai cerita luna dan via.
Secara pengambilan gambar, tidak ada yang luar biasa. Standar aja, namun cukup untuk menggambarkan adegan demi adegan dengan cukup apik. Untuk castnya, Kimi Jayanti yang paling menonjol. Sedangkan yang lain ya... just so so. Lumayanlah kalo gak mau dikata buruk. Kekurangannya adalah plot yang kadang gak fokus. Memasukkan adegan-adegan yang gak penting untuk dimasukkan. Ada beberapa adegan seperti itu. Yang jatuhnya cukup annoying.
Untuk keseluruhan, film ini termasuk film yang lumayan bagus dan cukup menghibur. Permasalahannya juga real dan tidak terlalu dibuat-buat walaupun sedikit klise. Layar-layar lapotop yang berisi halaman facebook juga menjadi sesuatu yang beda dari film lain. Ya mungkin film ini sedikit rasa segar dari film-film Indonesia yang bertebaran sekarang. Lumayan bagus.

Sabtu, 15 Januari 2011

Review : Death Bell 2 : Bloody Camp


Release Date: 31 December 2010
Director: Yoo Sun-dong
Cast: Hwang Jeong-eum, Park Jiyeon, Yun Seung-ah, Yoon Si-yoon, Kim Su-Ro.

Yak, ternyata gw masih ketagihan dengan film-film sakit, setelah Grotesque (review menyusul yak) berhasil mencabik-cabik sisi manusiawi gw, kini saatnya Death Bell 2 : Bloody Camp. Seharusnya ini menjadi sequel film pertamanya, Death Bell dengan Kim Bumnya. Namun, karena ternyata beda director, maka dari storylinenya juga dibuat berbeda. meskipun begitu, film ini masih menyajikan satu benang merah yang sama dengan pendahulunya, yaitu peristiwa-peristiwa di sekolah.
Sebenarnya menarik melihat film ini. Ya, emang sih, gw gak terlalu hapal cast pemain asia apalagi dari Korea, tapi secara "look" atau first impression, film ini bisa dibilang lumayan. Bolehlah, thriller yang menarik juga. Lalu bagaimana dengan cerita? atau porsi gorenya?
Apa yang lebih menarik dari satu kelas siswa dengan dua orang guru terjebak di sekolah dengan psikopat yang siap membantai. Itulah kira-kira inti cerita di sini. Seorang murid siswi (Hwang Jeong-eum) yang memiliki masa lalu yang cukup kelam, masuk ke camp pelatihan bagi siswa-siswi terpandai dan terpilih di sekolahnya. Dia dan teman-teman naasnya itu akan menghabiskan waktu liburan dengan belajar-belajar dan belajar di "camp". Namun mereka tidak sadar, bahwa ada psokopat gila yang mengancam jiwa mereka ketika sedang belajar.
Serba nanggung, itulah yang menonjol di sini. Cerita nanggung, penokohan karakter nanggung, adegan sadis yang nanggung dan kacaunya twist yang nanggung. Entah kenapa director Yon Sun Dong, tidak mengikuti ramuan pendahulunya saja. padahal sebenarnya banyak adegan-adegan yang mempunyai potensi horor. Tapi entah kenapa Yon Sun DOng malah seenaknya sendiri motong keasikan itu.
Dari segi cerita, Death Bell 2 ini sudah cacat di tengah jalan. Kalau di seri pertama kita disuguhin cerita yang membuat kita berpikir "bisa jadi seperti itu", mengenai sogok menyogok berujung maut, di seri ini justru akan membuat kita berpikir "aduh gak logis banget". Memang menonjolkan masalah muda mudi di sekolahan yaitu bullying, tapi kelewat dangkal. Sangat dangkal. Motifnyapun terlalu sepele.
Setelah gw nonton sampai selesai, akhirnya gw baru sadar ada yang kurang dari film ini. Sebelumnya kita dibuat tegang dengan soal-soal yang dibuat psikopat. Kalau tidak bisa menjawab soal tersebut maka seorang murid akan mati. Nah di Death Bell 2 ini tidak ada soal-soal yang membuat kita tegang dan merasa berkejaran dengan waktu. Fatal untuk franchise sekelas Death Bell.
Tokoh utama, Hwang Jeong-eum, tidak bisa membangun cerita dengan baik. Karakternya yang dibuat dingin, jatuhnya malah terlalu dingin, dan kesan misterius itu hilang. Paling mending aktingnya si ibu guru muda (entah ini siapa namanya :p), tapi tetep dieksekusi akhir, nasib ibu guru muda ini gak jelas. Mungkin karena ditopang fondasi cerita yang tidak solid, dan terlalu banyak hal klise di dalamnya.
Nasib film sequel (apalagi yg ditambah embel-embel "2") mau tidak mau harus rela dibandingkan dengan seri pertamanya. Apakah lebih sukses, atau malah lebih buruk. Death Bell 2 : Blody Camp harus menerima kenyataan, bahwa film ini tidak bisa lebih baik dari film pertama, bahkan ketika film bergerak setengah jalan. Tone filmnya terlalu gelap, berbeda dengan sebelumnya yang cerah tapi mengancam. Ini malah kayak film-filmnya Nayato yang serba dark (karena disini disetting mati lampu). Selain itu, film ini tampil lebih nakal karena ada beberapa adegan berbikini (tapi masih pantas soalnya ada setting di kolam renang juga). Gak ada yang spesial di film ini, itu intinya. Seri pertama jauh lebih baik.

Rabu, 12 Januari 2011

Desain Desain Desain Grafis

Sudah lama banget semenjak meninggalkan hal ini, yup desain grafis. Gara-gara sibuk di mata kuliah ini itu, dan sejenak terlena dengan Adobe Premiere, kahirnya saudara-saudara, gw kembali menggauli yang namanya Adobe Photoshop. Entah mengapa, agak canggung juga dengan software ini, padahal dulu tiap hari ngadepnya juga ini. And, this is it, sedikit coret-coret ala chef nanda dengan photoshop (hahaha, masih amatiran jadi ya begini hasilnya)

art is...