Selasa, 04 Desember 2012

Kepo, Ciyus, Wow and the next silly things

Setelah sempat terjebak dengan konsep alay (dan ternyata ada yang masih terjebak di dalamnya) muncul lagi ragam bahasa ajaib yang kini muncul di sosial media. Bahasa ajaib ini kemudian menjadi bahasa populer di kalangan anak muda, yang notabene pengguna sosial media paling aktif di Indonesia. Seringkali satu kata ini merupakan satu celotehan begitu saja yang kemudian mendapatkan respon secara viral. Pertama mengundang penasaran, kemudian mencoba mengaplikasikan di bahasa, lalu jadi kebiasaan hingga mendapat  predikat "bahasa masa kini". 

Masih ingat dengan KOWAWA? Setelah saya nyoba nyari-nyari penjelasan dimana-mana (eh niat), Kowawa ini ternyata tidak mempunyai arti. Meskipun ada yang mengartikan kowawa sebagai sebuah ekspresi kebahagiaan, namun secara harafiah memang tidak mempunyai arti (ini juga disampaikan oleh akun yang pertama mempopulerkan Kowawa @babikbinal , yang punya banyak follower di twitter sehingag memudahkan proses penyebaran viral tersebut). Namun fenomena kowawa tidak bertahan lama, sekitar seminggu- dua minggu kangsung habis terseret ramainya linimasa kala itu.

Lalu ada kata Kepo. Kepo sendiri muncul lebih dulu dari kowawa sebenarnya, namun kepo mempunyai pamor lebih ketimbang kowawa. Masih ada yang belum tau arti kepo itu apa? 

Entah siapa yang pertama kali membuat istilah kepo ini. Menurut pengertian saya, kepo itu penasaran, istilah untuk menggambarkan orang yang selalu ingin tahu dengan kehidupan orang lain. Beberapa mengasosiasikannya dengan kata stalker. Parahnya sekarang kepo sudah sampai tahap ketiga, yakni aplikasi di kehidupan sehari-hari. Bayangkan anda berada dalam obrolan santai dengan beberapa teman muda anda yang "social media savvy". Alih-alih menggunakan kata "penasaran" atau "ingin tahu", lebih banyak yang menggunakan kata "kepo" (jangan salah, saya juga kadang begitu). Kepo dinilai lebih up to date dan lebih ringkas penggunaannya. Di sini, saya khawatir, bila hal ini terus terjadi dan berkembang, bukan tidak mungkin bahasa Indonesia yang kaya makin tergeser dengan bahasa ajaib ini.

Kemudian ciyus, miapah dan kata-kata "terus gw kudu bilang wow gitu". Ciyus, miapah dan sederet lainnya itu sebenarnya plesetan dari kata serius, demi apa (dilogatkan dengan bahasa bayi biar keliatan....lucu errr...). Sedangkan "wow" things ini, entahlah muncul darimana, mungkin artinya seperti "jadi aku harus kaget" namun penggunaannya sebenarnya untuk hal yang menjurus pada sinisme (nada yang dipake kudu pake nada sinis). Dua kata ini sebenarnya cukup mengganggu. Parahnya, dua istilah ajaib ini sudah masuk ke media konvensional, sehingga dengan cepat diadaptasi oleh semua orang (terutama anak-anak karena terdengar lucu dan mudah diingat). Di sini semuanya bahasa ajaib ini mulai mengganggu bagi saya.

Sosial media memang lahan yang sempurnya untuk berkreatifitas. Banyak yang menciptakan istilah aneh-aneh melalui platform ini, dan sangat mudah untuk menyebarkannya (melirik tajam ke twitter). Saya pakai istilah bahsa twitter saja, karena memang bahasa-bahasa seperti ini sangat bisa ditemukan di twitter.

Kekhawatiran saya muncul ketika bahasa ajaib ini mulai "menggeser" kata-kata yang sudah terdaftar di KBBI. Bahkan penemuan paling parah ada penggunaaan bahasapopuler ini digunakan dalam soal ulangan di SD. Bila ini ditanamkan dari kecil, dan hal ini dibiarkan terus, maka jangan heran kalau dimasa depan bahasa Indonesia yang kita elu-elukan sejak peristiwa Sumpah Pemuda itu akan punah. Tidak masalah untuk gaul atau selkedar berucap dengan bahasa twitter ini, asal tahu batasnya. Sedih ketika melihat anak SD-SMP hafal di luar kepala istilah ciyus, wow, miapah namun tidak tahu majas litotes itu apa. Sosial media memang keren, tapi ketika itu mengubah hal yang paling mendasar di negeri ini, yakni bahasa, maka itu tidak keren lagi. Itu merusak.


Terus, setelah ciyus miapah dan sebagainya itu, ada apa lagi di sosial media?

Rabu, 28 November 2012

Happy

Once, one of my friend told me that she wanted happiness....


Many people dwelling their hard times to work hard for the sake of their life, their children school payment, the tax, the lifestyle, the gadgets, the title of a social climber, the acceptance from the other and so on. you may have it all. You may achieve it all. You may get anything what you want. You may point your fingers in to every single things in store display and bought it. You may have the most beautiful man/woman to walk besides you. You may have your fabulous Hermes or Versace, or Prada or every single expensive brand to walk with. May I ask you one simple question. Are you happy? happy with your life?

If you're not, you're jut wasting your time. I know, life deal with many things. But your life is at your own. you are the captain. You define your own happiness even you have obstacles within. Happy is what you pursue. It may not measurable, but when you find it, you'll know the value of life. Happy is a state of mind.

I remember a happy song, it not only have the happy tones, but the lyric it self define happiness in a happy way (this what I so called a happy-ception).

Mocca - Happy

Life is Just a Bowl of Cherries,
Sometimes It's afraid Filled with Worries
Don't be afraid, When Things Go Wrong, Just be Strong.

When Thing Seems up in the Air,
And Everything is so Unfair,
And You Stumble and Fall
Just Pick Yourself up and Sing

If One Day You Lose Your Way,
Just Remember One Thing, My Friend.
When You're Under a Cloud
Just Visit Music and Sing

If One Day You Lose Your Way,
Just Remember that I'm Here to Stay.
Don't You Give up, Keep Your Chin up,
And Be Happy! 



  


Jumat, 26 Oktober 2012

Dapur dan Si Sexy

Kemarin malam, saya tergelitik untuk sedikit beradu argumen dengan salah satu akun informasi kota solo di twitter. Si admin mengatakan (via twitter) kalau dia suka cewek yang bisa masak, karena cewek yang bisa masak dianggapnya seksi. Saya setuju dengan cewek masak itu seksi. Lalu dia melanjutkan perihal keseksian cewek dengan masak dengan studi kasus seorang Farah Quinn. Oke, Farah Quinn ya, tanpa dia harus repot-repot masakpun, secara fisik dulu deh, dia sudah masuk kriteria seksi untuk ukuran televisi Indonesia. Kulit eksotis, cara bicara yang ditata sedemikian rupa, dan yah, like you know, it her's sex appeal which comes out in the same level with Jupe's. 

Lalu saya "sedikit protes" dengan meluncurkan pertanyaan, lalu bagaimana dengan ibu Sisca Soewitomo? yang sedari saya kecil rajin berada di kitchen set studio Indosiar. Untuk urusan masak, ibu satu itu sudah tidak bisa diragukan lagi kemampuannya di bidang masak memasak. 

Kamudian si admin menjawab dengan penuh diplomatis, "bagi saya dua-duanya seksi"

Kalau atribut seksinya hanya melalui "kebisaan masak" dua-duanya seksi. Namun penempatan Farah Quinn sebagai studi kasus pertama tentang hubungan "masak itu seksi" jelas punya makna yang berbeda. Bisa jadi dua-duanya seksi, namun satu dengan yang lain punya interpretasi yang berbeda. Bu Sisca murni dengan keahlian masaknya, namun ketika melihat Farah Quinn? tanpa melihat dia masak, orang dengan mudah menempelkan atribut seksi ke ibu muda yang akhir-akhir ini kok semakin jarang pake kaos ketat itu :( (heh!)

Bisa dibilang, sekarang, semua yang berhubungan dengan dapur, sedang naik daun. Tidak seperti dulu yang urusan dapur murni urusan ibu-ibu (walaupun dari dulu juga chef kondang di dunia hampir selalu ada di tangan seorang lelaki), sekarang para pemuda-pemudi juga sudah mulai menggiati dunia kuliner ini. Perkembangan memang tidak bisa dihindari, pun juga dengan perubahan pasar (its all about the market things, rite?). 

Selain memang demand yang semakin banyak karena kemunculan hotel-hotel yang menjamur, imej chef saat ini juga tak bisa lepas dari konstruksi media massa. Maska itu bukan pekerjaan rumahan yang kolot, masak itu sesuatu yang fun. 

Sederhana saja, selain acara "Selera Nusantara" di MNC TV (yang entah kenapa malah banyak plesir ke luar negerinya) acara masak mana yang masih dipandu oleh ibu-ibu? sekarang semua serba muda, bahkan ada istilah selebchef (yang saya tidak tahu artinya itu apa). Untuk host cewek bisa dipastikan semua muda, cantik dan memenuhi semua konsep seksi yang kekinian (tau chef Winnie? cba googling kalau gak tau). Bisa jadi, ini merupakan strategi media, supaya acara masak-memasak tidak hanya ditonton oleh kaum hawa. Melebarkan segmentasi pasar.
 
Bosan? khusus untuk ibu-ibu, ibu muda atau mbak-mbak yang belajar masak, sekarang juga banyak acara masak dipandu dengan chef-chef ganteng. Sekali lagi, itu usaha media, mendapat perhatian kaum hawa untuk lebih konsen (entah ke masakan apa ke yang masak) ke acaranya. Karenanya, gak sedikit yang bilang, cowok bisa masak itu seksi. 

Dapur dan seksi, pada akhirnya hanyalah dua hal berbeda yang kini berhubungan satu sama lain. Seksi bagi saya hanyalah sebuah konsep dan imaji belaka dan bisa dibentuk semau-mau kita. Sedangkan dapur (dan urusan di dalamnya) merupakan skill, keahlian, ketekunan dan sebagainya. Toh pada akhirnya, mau seksi atau tidak, yang terpenting adalah masakannya dimana urusannya bukan lagi "seksi atau gak seksi" tapi "enak atau gak enak".

  
 

Selasa, 23 Oktober 2012

Here it comes, The Jungle!

So here I am, fresh graduate universitas terkemuka di kota saya sendiri (kalau Indonesia kayaknya belum, tapi katanya menuju puncak gemilang cahaya bersama Akademi fantasi sih) kini sedang dalam fase menjadi seorang Jobseeker. Apakah cuma saya sendiri? oh tentu tidak, banyak (banget) di luar sana punya titel baru ini. Dalam seketika, euforia enaknya jadi sarjana menguap sudah.

Istilah "Tuhan memang suka bercanda" ternyata benar. Saya merasakan Tuhan sedang sedikit bercanda dengan saya ketika melihat ratusan orang ngantre masuk sebuah ruangan besar (dan antreannya hampir melingkari separuh gedung itu sendiri) untuk memasuki perhelatan akbar disebut: "Jobfair".

Memang bukan kali pertama ke jobfair, tapi ini yang paling masif. Mau tidak mau, saya ikut berubah menjadi pasukan cendol manusia yang terus merangsek ke dalam ruangan. Banyak yang udah rapi, wangi, bersih, oke (untuk beberapa kasus banyak yang dress up sedemikian rupa) dan ketika masuk ruangan semuanya luntur. Saya sudah tidak bisa memperdulikan lagi siapa saja disana, siapa yang cakep, siapa yang jahil nyolek pantat orang (if you the one who did this, please, bertobatlah).

Dan ketika di tengah keramaian gila itu, saya berpikir satu hal: THIS IS THE JUNGLE.

Semuanya macam singa kelaparan yang rebutan daging di setiap booth perusahaan. Saya adalah salah satunya. Ikutan mengantri, sambil sesekali menelap peluh, ribet dengan berkas sendiri, dari satu booth ke booth lainnya, belum termasuk kalo perusahaan rada rese dengan langsung ngasih tes, hari itu juga, di luar area jobfair (di sini kampus UGM) yang jauhnya amit-amit (true story). But hey, that was the point. This kind of jungle, what's you expect? If you want the job, do the job.

Dan akhirnya saya hanya apply 5 perusahaan (dari 51 perusahaan yang pamer lowongan hari itu), dua diantara sudah tes dan ternyata tidak lolos. Haha, not my luck, or they just had their great loss (pede itu perlu). It is not easy as I thought. 

Jadi kalo ada yang ngeluh "I hate Monday" karena kudu masuk kerja lagi, mending resign aja gih. Tukeran sama saya. Itu aja sih.


Selasa, 25 September 2012

Mari Berlayar!

Masa kanak-kanak adalah mana yang paling indah, betul? kecuali untuk yang masa kecilnya tidak mengenal kotaro minami, saint seiya bahkan sailormoon mungkin, masa kecil adalah waktu yang sempurna. Sederhana saja, hakekat bahagia yang sebenarnya mudah ditemukan ketika masih anak-anak. Pun ketika dewasa, berapa kali kamu mengutuk harimu dan meminta bahkan berdoa supaya besok ketika pagi hari, kamu bisa kembali berada di jaman keemasan itu.

Endingnya, adalah usaha kabur sekejap, atau sweet escape, menuju keriaan jaman bocah dulu.

Banyak cara untuk bisa kembali ke masa itu, melepaskan realita kedewasaan hidup yang rumit. Baca komik, nonton anime kesayangan jaman SD, koleksi action figure, nostalgia dengan video game dan sebagainya. Sama seperti saya, cara kembali menjadi bocah cukup sederhana, download emulator PSX, lalu download lagi game jadul yang dulu belum sempat tamat mainnya, dan yah, you'll find the 10 yo of me. Tapi apa yang terjadi kalau udah bosen? padahal hasrat main belum juga habis.



Kemudian dari rentetan tweet yang berdesakan saya menemukan link soundcloud yang punya judul menarik, Banda Neira. Apaan ini? setelah googling (niat nih ceritanya, no oppense ya zul :D) Banda Neira sebenarnya adalah salah satu pulau di kepulauan Banda, Maluku. Cantik, seger dengan pantainya yang aduhai. Terus kenapa masuk soundcloud? Ini beda lagi, Banda Neira yang dimaksud adalah proyek band (duo sih lebih tepatnya) dari Rara Sekar (aktivis LSM Kontras) dan Ananda Badudu (wartawan Tempo). Proyek iseng yang berbuah keseriusan bermusik (cieh) begitulah kira-kira Banda Neira.

Saya gak ngerti banyak tentang musik, saya hanyalah penikmat musk dan seorang karokeanist (maksudnya doyan karokean gitu), tapi saya suka apa yang ditawarkan Banda Neira. Somehow sedikit mengingatkan Endah N Rhesa (pop akustik gitu CMIIW), tapi lebih ceria atau mungkin sedikit kekanakan. Kekanakan dalam arti positif, yang riang, melompat-lompat, ya seperti penggambaran masa kecil di atas, bahagia.

Mungkin saya sedikit berlebihan, tapi ya itu yang saya rasakan. Coba denger "Di Atas Kapal Kertas" yang terlintas dipikiran saya adalah ambil kertas, buat miniatur kapal (cuman ini yang saya bisa dari seni origami) lalu mencari sungai kecil yang jernih dan mengalir deras bersama teman sambil hujan-hujan. Dengan sederhananya mereka bisa membuat saya berpikir layaknya bocah umur 6 tahun. Liriknya dalem, panyampaiannya playful. Tidak perlu download game, gak perlu kotor-kotoran, dengan gambaran imajinasi dari Banda Neira, hasrat bocah terjaab sudah.

Tapi disana hujan
tiada berkesudahan
Tapi disana hujan turun membasahi semua sudut kota
Hapuska tiap jejak jalan pulang

Berangkat di atas kapal kertas
Menggantungkan haluan
menambal menyulam, menghindari karang
Berangkat di atas kapal kertas
bersandar ke layarnya
diantara suka, diantara duka

Jadi, mari kita mulai berlayar!

untuk link soundcloudnya + link download EP "Di Paruh Waktu" ada di sini

Kamis, 20 September 2012

Galau Tingkat Fresh Graduate

*sorry for the "cetek" title*

Waktu itu selalu terburu-buru. Setidaknya untuk pace hidup saya belakangan ini yang cenderung laid back. Belum ada sebulan saya menikmati rasanya menjadi seorang fresh graduate, tagihan lain sudah menanti. Memang tiga pertanyaan maut "kapan lulus?", "kapan kerja?" dan "kapan nikah?" harusnya dibuang jauh-jauh ke laut saja. Saya sedang dihadapkan di fase kedua. "Kapan kerja?"


Ya sebenarnya gak nganggur-nganggur amat ya. Saya cukup menikmati pekejaan serabutan sebagai jurnalis freelance untuk koran iklan di Solo. Tapi kayak mbak agnesmo bilang pas jadi juri idol-idolan, cukup itu gak cukup. Iya, bener juga. Di bidang yang -entah sampai saat ini saya ragu untuk mendalaminya lebih dalam atau tidak- pekerjaan ini memang gak cukup membuat saya untuk terus belajar. Kalau capek dengan paragraf di atas, intinya saya kudu punya kerjaan yang lebih nggenah. Bukan berarti pekerjaan saya ini nggak genah, tapi dari saya sendiri juga punya targetan yang lebih tinggi. Dan untuk hal ini, dunia semakin gencar mengejar saya.

Minggu kemarin, baru juga duduk setengah jam di depan jurusan (dalam rangka nunggu kemahasiswaan buka buat balikin toga) udah disambut "hangat" oleh kajur saya tercinta. Langsung ditanya "kok masih disini?" dilanjutkan dengan "gak ikut jobfair?". Sebenarnya sih itu tanggapan ramah tamah kepada naak didiknya yang udah lulus. Tapi kok ya saya nangkepnya seperti ini "ngapain disini, nyari kerja sana!". Ini belum termasuk gimana hebohnya emak babe di rumah loh ya. Little bit too much, tapi ya saya ngerasa bener sih, walau susah, move on dari pernak-pernik kampus itu perlu. Dan salah satu move on ya itu, dengan kerja.

Praktis kegiatan saya selama ini adalah bikin cv, bikin cover letter dan ritual wajib tiap pagi adalah: buka-buka web direktori lowongan kerja. Milih-milih, mana yang cocok, mana yang oke dan sebagainya. Kalau sampe disini, kadang jadinya malah pengen belajar lagi (yes, studying, literally). Dikit lagi aja deh. Ada alasan mendasar dan rada cetek sih, soalnya takut ntar pas kerja keliatan cengoh dan screw the whole job. Manusiawi sih kalo ada ketakutan tersebut, tapi rasanya saya butuh sedikit waktu untuk mempelajari semuanya, in case for minimizing my fear. But time is runing out, I still can study those things, tapi ya sambil jalan. Gak ada waktu buat leha-leha, selo-selonan lagi.

Masalah selanjutnya adalah, bawaan dari seorang mahasiswa. Pas jadi mahasiswa, yang namanya idealis itu kayaknya dipupuk sedemikian tinggi, sampe-sampe bisa membutakan realita. Beberapa kali ngobrol sama emen yang udah mentas duluan, saya lihat idealisme mereka tinggal secuil. Yang mereka kejar adalah realita ini: "gimana caranya supaya bisa tetep hidup, kerja, mapan dsb". Sekali lagi saya rada takut di sini. Dilematis, apalagi posisi saya sebagai anak ragil (not blaming, but it haunted me) sebagai orang yang paling diandalkan nantinya (silahkan artikan sendiri, yes). Beberapa sampe tahapan "menggadaikan" idealisme (atau emang gak punya yah?) demi realita hidup yang mengejarnya. It quite frightening for me.

Yang paling gongnya adalah tentang passion, yang masih berhubungan sama idealisme. Pernah bahas passion itu disini. Ada yang bilang, kerja kalo sesuai dengan passion itu enak, hidup jadi gak ngoyo. Tapi ada lagi yang berpendapat, kerja ya nyari duit, passion itu buat sampingan. Kalau passion udah jadi rutinitas (baca: pekerjaan) pasti ada titik jenuhnya, kalau  udah sampai titiik jenuh, kita mau lari kemana kalo gak ke passion kita? galau enough, isn't it?

Sadar gak sadar, saya udah masuk ke dunia baru. Kalau dipostingan sebelumnya saya analogikan sebagai game, ya disini saya kayak ngeklik "new game" dengan 0 exp, dan nyari quest (jadi lebih ke MMORPG ini idup saya). Ah, mungkin saya sendiri sih ya terlalu paranoid. Intinya? ya dijalanin aja tho ya...

Welcome to the new world, welcome to the real jungle, nanda!

Jumat, 07 September 2012

Bonus Chapter : Finale

Hidup, bagi saya mirip-mirip dengan kehidupan di game. Mulai ketika mentas jadi bayi, kita seolah menjadi satu karakter di dalam game anak yang sedehana. Kita belajar mengenal benda, mengingat nama dan sebagainya. Lalu lanjut tumbuh menjadi anak-anak umur sepuluh tahunan yang hidupnya sangat bewarna-warni. Mirip seperti petualangan Crash Bandicoot yang bewarna-warni, melompat kesana kemari dengan senyum cerianya yang lebar.

Memasuki smp atau sma mulai silakan memilih, sebagai anak manusia kita mulai diajarkan untuk memilih sikap, memasuki fase yang lebih kompleks dan cerita hidup yang mulai berkelak-kelok. Mirip sama game adventure tomb raider (regardless her boobs, that's adult material) yang mecahkan teka teki ini itu, dengan kekuatan cerita yang lebih serius. Atau bisa juga seperti Brave Fencer Musashi yang masih bernuansa warna-warni namun dengan perkembangan karakter yang berarti.

Dan masa kuliah, masa yang baru saja saya habiskan ini. Saya seperti kembali new game di salah satu game Jrpg. Masuk kuliah dengan kondisi benar-benar nol besar. Dilanjutkan naik tingkat atau level (semester) dan mulai mengerti dengan hal-hal baru, ilmu baru, namun juga dengan diiringi kompleksitas cerita hidup yang berkembang. Tiba pada penjurusan bener-bener seperti kita memilih job di Final Fantasy. Mau jadi jurnalis, video maker, praktisi iklan sama seperti mau jadi archer, khight atau mage. 

Kehidupan berjalan, dalam kasus saya saya bisa memilih tiga spesialisasi atau tiga job sekaligus. Namun pada akhirnya saya harus memilih mana yang ingin lebih saya perdalam. Tidak lupa, disamping itu, perkembangan masalah mulai lebih berat, muncul bumbu drama dimana-mana. Mini game atau quest juga muncul dan bisa jadi mempengaruhi cerita keseluruhan. At this point. it's all depends on your choice. Your wise.

Kalau boleh membagi, kuliah pun dibagi dalam beberapa chapter. Chapter finalnya tentu saja ketika diidentikkan dengan final boss-nya segala ujian. Yep, those kind of thesis, and finally I made it. Hahaha, my final boss was a professor, by the way. Tough one. But defeated in one hit kill (maksudnya, sekali ngadep revisi langsung di tanda tangan gitu :D)

And the rest, I name it with bonus chapter. Yah kalau di game ini semacam bagian tambahan setelah final bos dikalahin. Penekanan lebih ke dalam cerita. Sama dengan disini. Cerita saya, petualangan saya habis di sini. Dimulai dengan saya yang memakai jubah-hitam-aneh dengan highlight oranye pada samir dan topi berbentuk aneh juga. Toga. Finally I made it.

Seketika dalam satu hari, ingatan memori mengajak kilas balik di awal chapter kuliah ini. Semuanya. Untuk kemudian kembali tersadar, bahwa selanjutnya yang tersisa adalah credit title. Cerita saya di masa kuliah, ditutup ketika pak dekan memindahkan tali tiga dari kiri ke kanan. Selebihnya seperti ending Final fantasy VIII (ingat cuplikan adegan-adegan konyol di credit title?). Adegan foto-foto rusuh bersama teman, mengucap terima kasih, menerima kecupan selamat dari orang tua. Semua bergerak cepat seiring dengan credit title yang bergerak cepat pula.

Bonus chapter : Finale, selesai di sini.



Sekarang saya bagai kembali menjadi lakon anyar di game anyar. Yang lebih liar, dengan 0 exp, namun dengan sisipan gelar baru. Petualangan baru menanti saya. Bismillah....


*thanks @herkayanis buat fotonya


Kamis, 06 September 2012

Review : Cabin in the Woods


Bro, udah nonton Cabin In The Woods dong Bro. Keren Bro..

Ya jujur, niatnya mau review, tapi kok bingung. Bukan karena jelek, tapi karena keren (oke ini personal, tapi I LOVE THIS ONE!). Dulu sempet ada gosip katanya film ini rada mirip Modul Anomali-nya Joko Anwar yang njelimet itu. Pas nonton, lah samanya dimana? semua beda kecuali keberadaan "cabin in the woods" atau gubuk kayu di hutan ini. Lupakan Modus Anomali dulu, yang ya keren sih, tapi rada jauh kalo dibadingin Pintu Terlarang. Cabin In The Woods, menawarkan sesuatu yang berbeda.

Memasuki menit pertama saja saya sudah dibikin heran, lah ini film horor macam apa??? (berusaha keras buat gak ngasih spoiler). Oke kasih sinopsis dikit, jadi formula awal film ini adalah tipikal film slasher nanggung a la Holywood (iye nanggung, yang pas slasher buatan Eropa, yang lebay Asia punya). Sekelompok remaja, liburan ke tempat terpencil (hutan) dan mereka gak tau kalo dengan datang ke sana sama saja dengan menyerahkan nyawa. Formasinya juga udah khas, si cewek pecun, si cewek alim, si cowok atlet, si cowok geek, si cowok rada goblok tapi kadang pinter. Bisa ditebak heroine di film ini? ya jelas isi cewek alim. 

Abis itu ya langsung aja tebak-tebak buah manggis siapa yang mati duluan, dan matinya kenapa. Karena udah biasa liat film beinian, jadi urutan tidak terlalu penting ya, yang lebih penting adalah cara mereka mati (psikiater mana psikiater?) sampe di sini semua masih berjalan dengan "baik". Tapi sisanya adalah kampret total. Kampret in a good way (iki piye, kampret kok good way)

Ah bener dah. Ini adalah mimpi indah bagi seluruh penggemar fanatik film horor. Gak perlu repot-repot nebak twist kayak di Scream 4 atau Modus Anomali (lagi), udah duduk manis, anteng, liat baik-baik, nikmati setiap darah yang muncrat, dan yah itu nikmatin aja. Belom pernah ngerasa se-fun ini liat film horror. Ide ceritanya bangsat bener walaupun gak bener-bener baru. Drew Goddard dan Joss Whedon beneran gila, ngasih bentuk khayalan baru akan cerita horor. Dan sampe sekarang masih heran itu kenapa IMDB cuman ngasih nilai 7.4? buat saya ini 9.0 Yah hampir sempurnalah hahaha!

*oiya, personally, saya juga suka banget poster film ini yang rumah "diacak-acak" kayak rubic itu. Bener-bener mendeskripsikan film ini dengan baik. Ntar kalo udah nonton juga ngerti. 

Kamis, 23 Agustus 2012

Mudik

gambar dari sini

Another post about mudik, yeay!

Sepertinya lebaran ini memang banyak kean-kesan ya, sampai banyak yang bikin postingan tentang mudik. Pengalaman tentang stuck terjebak di kemacetan berjam-jam, atau perubahan -pemandangan selama mudik dari tahun ke tahun. Semua menarik.

Saya sebenarnya tidak punya cerita khusus tentang mudik. Mungkin yang paling mendekati kata mudik adalah bertandang ke rumah saudara di Sragen yang bisa ditempuh naik dengan naik motor selama satu jam perjalanan. Atau di hari kedua, konvoy naik motor sekeluarga menuju tempat pertemuan keluarga besar di hari kedua, yang hanya diseputaran Soloraya. Tapi itu belum cukup mudik bagi saya.

Jadilah mudik disini adalah sebuah doa, bukan kegiatan perjalanan dari kota ke desa dan lain-lain. Mudik masih sebatas harapan. Lebaran kemarin adalah lebaran saya ke 23, yang berjalan itu-itu saja. Satu bulan puasa, dilengkapi beberapa kali buka bersama di luar. Menjelang Idul Fitri rumah sibuk masak-masak dan sebagainya. Saya bosan. Saya gak bisa ngapa-ngapain selain itu.

Setelah akhirnya saya lulus sarjana (dan September besok wisuda... akhirnya!) saya selipkan satu doa khusus, untuk saya sendiri. Lebaran tahun depan supaya saya bisa mudik. Cetek? gak juga sih.

Bagi saya mudik bukan hanya sebatas perjalanan jauh dan terjebak kemacetan berjam-jam. Mudik bukan hanya pamer gadget di hadapan sodara-sodara pas pertemuan keluarga besar (yang jadi korban pamer mana suaranya???) bukan cuma buat ajang kangen-kangenan walaupun itu wajib. Mudik bagi saya adalah memberi kabar baik. Dan itu bukan main-main.

Dengan mudik, setidaknya saya memberi kabar baik bahwa saya sehat sejahtera. Implikasinya bukan hanya pada orang yang mudik, tapi juga pada orang yang ditinggalkan. Saya ingin ngeliat senyum orangtua ketika dengan menerima kabar baik tersebut, anak-anak mereka, generasi mereka, keturunan mereka atau bahkan mereka sendiri, mempunyai harapan untuk hidup lebih baik. Klise, tapi penting. 

Maka bersyukurlah bagi kalian yang bisa mudik dan bisa memberi kabar baik ke keluarga. Semoga saya bisa melakukannya tahun depan :)

Rabu, 15 Agustus 2012

Sotoy Mode: Ngebahas Iklan Ramadan :)

Selama bulan puasa, apa aja sih yang biasa nongol di tv?
dari sinetron religi (disebut religi mungkin karena tokoh utama pake jilbab, kontennya mah hampir semua bap... *sinyal ilang), acara khotbah dadakan, adzan maghrib yang selalu dinanti, acara sahur dengan guyon kasarnya, drama reality, kuis dadakan dan...... iklan edisi puasa.

Yang terakhir ini yang kadang mencuri perhatian. Biasanya banyak produk, dari provider, rokok, sirup (YES, INI PALING DISTURBING), dan banyak lagi yang berlomba ngiklanin produknya di bulan ramadhan. Secara bungkusnya tentu saja, dipercantik dengan sentuhan religi. Dari sekedar kostum, atau jalan cerita iklan yang terkesan jadi khotbah dadakan. Beberapa iklan dibuat berseri, biasanya hadir di awal puasa (bahkan sebelum puasa untuk teasernya) dan ditutup ketika menjelang lebaran.

*jadi mari mulai analisis ngehe ini

Ada beberapa produk yang rajin tampil di bulan puaa. Untuk food and beverages, semuanya hampir sama. Klise. Paling juara (secara artistik, setidaknya dibuktikan dari tingkat frekuensi "menelan ludah" ketika melihatnya) dipegang sirup Marjan Boundon. Ya gimana gak ngeces itu ngeliat sirup bercampur es buah dengan angle cantik dishoot berulang-ulang di siang hari. Tahun ini formulanya sama, ada dua bagian. Gak ngerti versi resminya namanya apa, tapi ceritanya tentang persaingan bocah-bocah di lomba dayung. Yang menang dapet sirup. Klise. Yah, jujur, gak terlalu tertarik dengan ceritanya, tapi visual sirup tumpah ruah di atas es, masih megang.

Yang kedua, biasanya mie instan. Yah, standar semua sih. nothing special.

Lalu ada iklan korporat. Ada beberapa tahun ini seperti Pertamina, Djarum dan sebagainya. Secara umum isinya sama, mengajarkan kebaikan, ketulusan dan lainnya.Dulu, Djarum (menurut saya) salah satu juaranya di persaingan iklan korporat. Saya gak tahu persis nama versinya apa, tapi iklan itu kuat banget karena lantunan lagu Ebiet G. Ade, yang emang powerfull. Selain itu jalan ceritanya yang sederhana juga ditampilkan secara wajar nggak lebay. Tapi ya itu, Djarum (eh agensinya ding) kok kayaknya cuman mengulang cerita aja ya. Kali ini tentang mahasiswa yang kuyup kehujanan yang pengen belajar (atau baca buku) di toko buku, tapi gak dibolehin si empunya. Endingnya bisa ditebak, istri si empunya sakit, dan dokternya ya si mahasiswa itu tadi. Standar dan kayak mendaur ulang cerita-cerita yang udah ada. Ini mungkin masih mending (ya setidaknya ada twist si mahasiswa itu ternyata mahasiswa kedokteran :D), untuk iklan korproat Pertamina malah mirip sama iklan Djarum yang pake backsound Ebiet G Ade tadi. Settingnya sawh, bapak petani keriput dan sebagainya. Yah gitu deh, semuanya kayak kejebak klise, kejahatan dibalas kebaikan.

Nah yang seru biasanya iklan provider. Dari banyak provider yang malang melintang menawarkan promo lebaynya di bulan ramadan, tiga provider yang menurut saya menarik perhatian. Yang pertama iklan XL. Pake style berseri (udah dimulai sebelum puasa, versi audisi idol). Entah kenapa, tapi jingle Rocker Juga Manusia-nya Serius yang jadi andalan utama kok kurang menggigit. Kesannya ketinggalan jaman banget. Pemeran utamanya mas-mas rocker juga kurang greget. Kentang banget aksinya (and yes, teriakan rocker juga manusianya udah sampe taraf ganggu). yang masuk edisi Ramadan yang versi ceramah sama edisi konser yatim piatu (mungkin pas lebaran nanti ada lagi). Gampang dilupakan.

Yang kedua, iklan Axis. Setelah tahun kemarin mencuri perhatian lewat karakter ikonik Joni Blak-blakan (serius ini seri yang kcak, walaupun endingnya gak kena) kali ini kembali memunculkan ikon baru yakni si...... Hap. Cowok gendut yang bisa menangkap apa saha, cita-citanya jadi penjaga gawang. Pertama kali muncul, saya sama sekali gak ngerti ini iklan maksudnya apa, dan si Hap ini kenapa? atau ngapain? baru setelah dengerin bener-bener isi iklannya lagi berkata... ohh. Ya walaupun agak maksa antara konten iklan dan kreatifnya, tapi setidaknya penampilan orang gendut berpakaian ungu ketat itu lumayan bisa diingat. Meskipun kalau dibandingin si Joni, si Hap ini kurang karismatik dan kurang ikonik. Oiya, paling juara adalah jinglenya yang dinyanyiin The Changcuters. Hap..haaap...hap..haaap...tangkap!...tangkap!. Oiya, ada yang inget promonya iklan Axis apa?

Satu ini mungkin yang banyak dibicarakan. Meskipun mungkin bukan iklan yang khusus dibuat untuk edisi Ramadan. Iklan provider Tri. Iklannya simpel, ada dua versi, berbicara mengenai konsep bebas. Secara konten ini mengena, karena yang dibahas adalah masalah yang lekat dengan sehari-hari, yakni "pilihan" untuk bebas. Menariknya juga karena ada sisi ceweknya di sini. Gender main disini. Audiens wanita seperti terwakili di sini. Copynya juga menarik. Dimulai dengan "kebebasan itu...." lalu ada permainan kata-kata tentang konsep bebas. Menarik (bahkan ada teman di facebook yang memperdebatkan kata-kata "bebas itu..." yang katanya ngajarin jelek :D). Selain itu visualisasinya enarik, modern dengan soft focus dimana-mana (ini murni sotoy), ditutup dengan dramatis. Versi cewe dengan adegan pemerannya meluk seseorang, versi cowok dianya ngeboncengin cewek, dan ikut konvoy seketika fokus mulai berpendar dan cahaya lampu berubah jadi light bulp yang keren. Penjelasan promo juga dibuat singkat lugas dan gak bertele-tele. Promo Always On cukup terlihat dan bisa dipahami. Secara garis besar, saya pribadi suka dengan ide ceritanya.

nah sekian dulu dengan analisis iklan ngehe saya. Semua yang ditulis di atas murni kesotoyan pribadi. Jangan langsung percaya atau bahkan jadi pedoman. Yang jelas iklan-iklan di Indonesia makin gila kreatifnya. Salut buat orang-orang agensi yang bisa bikin iklan super kreatif (and yes, it triggering me to join them as an ad man). Hidup Iklan Indonesia!
 


Sabtu, 11 Agustus 2012

Toko Nostalgia

Dalam Midnight In Paris, Gil Pender secara ajaib bertemu dengan maestro sastra dan seniman di dunia. Sebut saja Hemmingway, Fitzgerald, Pablo Picasso, Dali dan banyak lainnya. Ketika bertemu mereka, ada obrolan menarik di dalamnya. Salah satunya tentang  cerita dimana Gil ternyata seorang penulis novel (insecure) yang gak pede dengan novelnya sendiri. Saya gak pernah tahu bagaimana isi novel itu, bahkan judul finalnya. Namun dalam satu dialog, novel Gil (melalui tunangannya) bercerita tentang seorang pria yang bekerja di toko nostalgia. Apa itu toko nostalgia? kedengerannya menarik, sekilas menggambarkan toko antik, tapi sebetlunya lebih dari sekedar toko antik. Toko memoria.

Beberapa waktu yang lalu, di sela liputan di acara Maleman Sriwedari, entahlah mungkin ini perasaan saya saja, saya seperti memasuki toko nostalgia, yang dinovelkan Gil Pender. Tentunya yang saya maksud bukan stand teh gopek, burger kekinian atau orang jualan kelinci di dalamnya.Spot yang saya maksud tentu saja adalah toko penjual mainan klasik, seperti kicir-kicir, jaran kepang dan beragam mainan usang yang sudah berdebu.

Kios mainan itu tak bernama, hanya buka gerai depan saja. Lokasinya terletak persis di sebelah toko penjual sandal crocs palsu yang diserbu pengunjung karena taktik marketing mereka (beli 1 dapet 1). Kios itu buka, namun seperti tidak berpenghuni. Jangankan pengunjung, si penjualnya malah terduduk santai melihat tayangan televisi.

Saya kemudian berlalu, menjelajahi pasar malam yang katanya disebut sebagai pesta rakyat pertama dikota Solo,jauh sebelum Sekaten diadakan ini. Sriwedari memang tempat nostalgia bagi sebagian orang yang sulit meninggalkan masa lalunya. Ada kira-kira lima sampai tujuh toko serupa, toko nostalgia seperti di atas. hanya saja, kali ini tertata lebih rapi. Mainan seperti celengan batok kelapa (eh ini mainan gak ya?), kapal korek, becak-becakan, pecut-pecutan (dunno, sejak menginjak umur 23 tahun, pecut sounds wrong in me :p) dan sebagainya ditata serapi mungkin di atas rak.

Saya salut, salut sekali dengan mereka, para penjual barang-barang nostalgia. Saya salut dengan kesetiaan mereka. Ini bukan masalah sepele move on atau gak move on dari masa lalu. Tapi ini adalah masalah kesetiaan dengan hal yang dulu mampu membuat mereka dan orang-orang yang pernah memainkannya, merasa senang. Mereka seakan tidak peduli dengan hingar bingar dunia di luar sana. Mereka masih menjual,mengharapkan orang-orang yang sedang ingin bernostalgia, atau berbagi nostalgia dengan anak-anaknya untuk membeli dagangan mereka. Walaupun sebenarnya rada miris, deretan toko nostalgia tersebut harus tertutup stand makanan atau dealer motor gak penting lainnya. Mereka tetap sabar menunggu.

Everyone deserve to be happy. But not in the same way. For some people, stuck in their nostalgic stuff is like the only way to make a happiness. Nyatanya, gak semuanya, terjebak nostalgia, itu menyakitkan.

Dan untuk orang yang merasa senang dengan terjebak di dalam nostalgia,apakah mereka tertekan dengan waktu yang terus berjalan?

Rabu, 25 Juli 2012

Twitter + Indonesia = Hiburan Seru

Twitter semakin menarik. Ibarat film pasti multigenre (@nandabagus, 23 Juli 2012)

Nampaknya platform media soial satu ini semakin melonjak namanya di Indonesia. Semua serba ala twitter. Dulu bahkan ketika facebook mencuat, dampaknya tidak sehebat twitter. Ya gamangnya lihat saja sekarang di media massa, terutama televisi. Semua acara kini memajang nama akun twitter mereka, tidak berhenti di situ, mereka juga memunculkan nama akun twitter para host, bintang tamu, bahkan kru acara tersebut!. Dari situ saja sebenarnya memang sudah kelihata kalau twitter udah dianggap penting bagi banyak kalangan. Atau seakan trending topic adalah segalanya (yeah, I'm talking about Indonesian Idol).

Lalu dimana menariknya? bukan, bukan terus mengikuti akun twitter artis yang suka nongol di televisi yang isinya cuman kata "hai" atau "terima kasih" sama para followernya (diretweet pula). Twitter gak selebar daun kelor, banyak yang bisa dieksplor di sini.

Mau sebuah drama? paling gampang lihat saja akun teman atau kerabat, yang lagi mesra di twitter. Atau yang ceritanya lagi berantem terus salah satu ngetweet (atau meretweet) quote romantis atau tentang hubungan lewat akun anonim. Tentu saja dibubuhi senjata drama mereka : #nomention (padahal ya jelas lagi nyindirnya ke siapa) itu aja? belum, masih banyak, dan mungkin akan berbuntut panjang ketika udah masuk ranah privat atau... DM. Dan drama juga gak melulu masalah cinta-cintaan, banyak, masalah temen, tugas, semua menimbulkan ribuan keluh kesah dan disusun dalam kata-kata apik sebanyak 140 karakter seara berkali-kali. Bagi saya itu drama.

Kurang? thriller? ini juga ada, namun munculnya ketika memang ada kejadian nyata yang sedang mengalami sesuatu yang menegangkan, dan ditweet secara berurutan seperti lagi bercerita. Inget kasus penangkapan palsu oleh polisi yang menyelipkan narkoba ke salah satu korban, lantas si korban "bercerita" lewat akun pribadinya? baca saja secara runtut, dan ercayalah, ada unsur suspense (ketegangan) di dalamnya. Menelisik tweet demi tweet (maaf, istilah kata demi kata rasaya ketinggalan jaman di sini) dan tanpa sadar cerita itu sendiri mebentuk twist di kepala kita dan berakhir dengan opini di mbenak masing-masing. Ada juga dulu yang becerita kalau dirinya melihat pembunuhan (atau penusukan) di KRL ekonomi. Mungkin unsur thrill kayak gini memang banyak terjadi, tapi gak semua orang bisa menuliskannya dengan baik di twitter (serius, pemilihan diksi itu penting). Hanya akun yang memang pintar mengolah kata
(secara wajar tentunya) yang bisa membuat pembaca pensaran, deg-degan dan sebagainya.

Horor? hantu-hantuan? saya sendiri kurang tahu apakah memetwit sekarang ini sudah tidak eksis lagi (soalnya rada jarang juga). Tapi memang ada beberapa akun yang rajin memetwit. Ini juga seru dan kadang kalau ceritanya menarik dan serem bisa bikin merinding juga. Memewit ini biasanya muncul di malam jumat. Pertanyaan saya, ini orang luar apa juga bikin memetwit kayak di Indonesia? atau twiter bagi mereka murni hanyalah sebuah sosial media? kalau iya, banggalah jadi orang Indonesia. We are creatuve people!

Komedi? ah banyak sekali ini mah. Ikutin aja mainan hastag yang kadang dimainin akun tertentu. Atau banyak akun seperti @autocorrects atau @9gag, yang kadang isinya lelucon sarkasme. Atau versi anak muda? banyak noh si ladak ampe pocong (masih lucu gak? udah gak follow lagi soalnya). Pinter-pinter milih orang yang mau difollow aja. Atau ya paling mudah, mungkin ada yang temen yang punya stok tweet lucu dan menghibur? nah itu mungkin masuk komedi.

Dan mungkin hiburan yang paling hot akhir-akhir ini adalah obrolan politik yang kini makin mencuat di twitter. Contoh konkritnya adalah Pilgub DKI ini. Banyak sekali yang bisa dibahas. Dari mulai opini tiap orang terhadap calon-calonnya, praktisi iklan yang geser jadi konsultan cagub (dan membuat saya malas follow dia lagi) sampai obrolan black campaign. Yang seru nih, silakan simak akun @triomacan2000. Yang belum tahu (kemana aja?) akun tersebut isinya mengungkap kebrobokan dunia politik di Indonesia, ya tentang korupsi, skandal politikus-politikus terkenal dan lainnya. Dan dalam tweetnya selalu disertakan data-data yang terlihat meyakinkan. Nah, beberapa hari ini akun macan milenium ini mendapat rivalnya. Di Sini, twitter mulai makin seru.

Sederhana saja rivalnya (beberapa akun seperti @kurawa yang notabene adalah akun pribadi, sedangkan si macan akun anonim karena make nama samaran, gak berani tampil di depan publik) ngetweet bahwa si macan ini bohong dan mengada-ada, dan dia menuliskan beberapa tweet tandingan (dalam hal ini si macan berkoar-koar tentang kebobrokan si Ahok dalam kultwit super panjang dan si kurawa ini juga kultwit tentang ahok namun kontra dengan isi kultwitnya si macan). Dan pada akhirnya banyak yang menduga si macan ini cuman sebuah buzzer yang disewa pihak tertentu untuk menjatuhkan pihak lain. Bermodal jumlah follower yang banyak, memang si macan ini bisa dengan mudahnya membentuk opini publik dengan kultwitnya. Nah mungkin karena banyak juga yang heran dengan akun ini (yang anonim dan gak mau disebutkan pemegang akun aslinya) dan cemas juga karena selalu menimbulkan persepsi negatif ke sosok yang diserang, makanya ada beberapa pihak yang coba "membongkar" si macan ini. Buzzer atau bukan, itu memang masih dugaan, tapi saya amati sih si macan rada kepleset di sini.

Jadi, memang terlihat kalau twitter itu terkadang lebih menghibur daripada media massa lain yang berusaha setengah mati untuk menghibur. Terkadang komentar antar suporter bola di twitter lebih seru disimak daripada pertandingan bolanya. Tapi hiburan itu ada dimana, kitalah yang mencarinya. Dan embel-embel "+ Indonesia" itu semata-mata karena banyak hal di Indonesia yang bisa diangkat di twitter dan (tentu saja) menjadi hiburan seru.

Nah sekarang saya mau nyimak timeline dulu deh, siapa tau ada hiburan.

bye!      

Selasa, 03 Juli 2012

kenalan

Kalau boleh jujur, ada satu hal yang paling membuat saya canggung. Kenalan dengan orang baru.

Hey, it’s nice to know somebody new

Ya, emang sih, tapi ketika hal itu membuat jantung berdegup dua kali lebih kencang, mungkin jawabannya sedikit berbeda. Saya memasukkan sifat saya yang ini dalam kategori weakness untuk slot SWOT saya. Padahal, berkenalan sebenarnya hal yang sederhana. Dengan berkenalan, satu sama lain dapat mengerti identitas masing-masing. Menukar nama, nomor telepon, ngobrol basa-basi biar gak terlalu garing dan sebagainya.

Saya coba merunut apa yang terjadi ketika saya kecil, karena saya masih percaya, semua yang terjadi sekarang ini ada hubungan kuat dengan aspek historis. Dan saya menemukannya.

Sebagai anak ragil, sejak kecil saya seperti dititahkan untuk menjadi anak super penurut. Untuk hal-hal sepele seperti nonton channel tv, berbagi mainan dan sebagainya, walaupun punya kadar ngeyel tapi itu sangat rendah. Selebihnya saya patuh, nurut dan endingnya nrimo. Pun dengan hal baru. Saya boleh mencoba jika kira-kira saya dapat ijin. Dan kebanyakan gak dapet ijin (bahkan ketika makan bareng keluarga besar, saya cuma diperbolehkan pesen teh anget, padahal pengennya sih ini itu). Katanya biar gak sakit flu. Dan itu terjadi untuk hal baru selanjutnya. Semua serba tergantung dengan restu orangtua. Dan ketika tiba masa orangtua “melepaskan” anaknya, seringkali ada rasa takut, tidak pede dan lain sebagainya, terselip di benak sang anak karena tidak mendapat legitimasi dari orang yang menurutnya paling bisa dipercaya. Singkatnya, si anak jadi mudah ragu-ragu. Gampang insecure kalo di jaman sekarang.

Pun dengan saya. Lingkungan baru (termasuk dengan orang-orang di dalamnya) jelas masuk definisi hal-hal baru. Seperti di lingkungan kerja atau kuliah. Saya harus memaksa diri untuk bisa berkenalan dengan orang lain. Mengacuhkan rasa malas, menanggalkan rasa gengsi dan sebaginya. Ada waktu ketika saya tersadar akan hal ini, yakni pas masuk kuliah. Saya berjanji untuk lebih “awor” “gaul” atau istilah-istilah lainnya. Sebenarnya gak ada masalah karena teman kuliah bisa ketemu setiap hari, dan secara naluriah emang harus kenal kan. Tantangannya adalah kesibukan di luar kuliah, orang baru di luar hal akademis. Jadilah saya ikut-ikut UKM. Meski pada tahun pertama saya cuman bisa bengong atau senyum dikit ketika diajak bercanda. Saya juga mencoba-coba mendaftar suatu komunitas, yang sering ada kopdarnya. tapi ternyata juga saya gak pernah dateng kopdarnya.

Sekarang perasaan takut berkenalan dengan orangbaru berubah menjadi perasaan canggung (atau dulu canggung sekarang takut?). Mungkin banyak yang merasakan.Contohnya, terjadi ketika sehabis liputan kemarin, para wartawan berkumpul untuk makan bareng. Pertama rasanya enggan campur males (terlebih dengan adanya sosial media, tempat pelarian paling hip sedunia). Harus ada yang mancing untuk kenalan dulu baru deh rasanya canggungnya mulai lumer. Ketika udah ngobrol padahal juga semuanya biasa aja. Yakin, bukan cuman saya yang ngalamin kayak gini, tapi hal macem ini sudah mencapai taraf mengganggu.
 
Di era yang katanya “IP mah gak usah tinggi-tinggi, yang penting koneksi dimana-mana”, berkenalan dengan orang baru sudah pasti jadi bagian di dalamnya. Dan seakan-akan hal itu sekarang menjadi masalah serius di mata saya. Menaklukan rasa takut dan canggung, meninggalkan rasa malas dan gengsi, tapi memang harus dijalani. 

Kan, cuman masalah kenalan aja bisa nyampah posting segini panjangnyanya, kumat dramanya.

Extremely loud and Incredibly Close: Sejauh mana kamu akan terus mencari? Sejauh mana keberanianmu?


Salah satu pembangun unsur human interest dalam sebuah cerita adalah umur. Tua dan muda, adalah hal yang menarik untuk disimak. Tidak hanya dalam sebuah berita, namun di film. Anak-anak selalu memiliki daya magis tersendiri dalam sebuah penceritaan, begitu juga dengan orang tua. Daya tersendiri dalam menggerakkan sisi emosional dari diri kita. Terlebih bila dihadirkan melalui film drama.

Setelah beberapa bulan yang lalu hati saya “dihangatkan” oleh cerita orang-orang yang berumur senja melalui “Another Year”, kali ini saya kembali “dihangatkan” melalui karakter anak kecil di “Extremely Loud and Incredibly Close”. Jelas, ini bukan pertama kalinya kisah yang lekat dengan “kehebatan” anak-anak divisualisasikan melalui film. Beberapa hadir dengan luar biasa seperti Hugo, August Rush, Children of Heaven dan masih banyak lagi. Film ini juga menyajikan pengalaman menarik, mengharukan dan tentu saja bernilai bagi penontonnya.

Kisah yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Jonathan Safran Foer, berlatar belakang peristiwa 9/11, film ini menceritakan bocah hebat bernama Oskar Schell (Thomas Horn), putera dari Thomas Schell (Tom Hanks) dan Linda Schell (Sandra Bullock). Oskar, merupakan anak yang tidak biasa. Ia adalah anak yang selalu penasaran, teliti dan gigih. Tapi dirinya memiliki satu kekurangan keberanian dalam hal benda-benda yang dianggapnya berbahaya dan beresiko. Semuanya bertambah buruk ketika ayahnya menjadi korban peristiwa 9/11.  Oskar menjadi penakut terlebih dengan benda yang bergerak.
Setahun setelah kematian ayahnya, Oskar tek sengaja menemukan kunci dengan label black di wadahnya. Mendapati itu sebuah tanda dari ayahnya, Oskar kemudian mencari tahu ada apa di balik kunci itu. Gembok seperti apa yang bisa dibuka dari kunci itu dan apa isinya. Siapa tahu dengan mencari tahu ada apa di balik gembok, dia bisa mendapati – 8 menit bersama ayahnya-. Dan nyatanya, yang ia temukan lebih dari 8 menit bersama ayahnya. Lebih dari itu.

Film ini mengajarkan tentang keberanian, kegigihan serta makna keyakinan tampa harus menggurui. Adegan tiap adegan mengalir dengan maknanya masing-masing, tanpa memberi bentuk wejangan ala Mario Teguh (eh, masih eksis kan dia?). semuanya tersampul rapi dalam balutan adegan berdurasi 2 jam ini. Memang cukup panjang, tapi tidak akan sia-sia. Dengan alur bolak-balik, film ini mampu menghadirkan seluruh kisahnya dengan komplit, tanpa tanda tanya dibelakangnya.

Dukungan Tom Hanks sebagai ayah yang baik dan dekat dengan anak semata wayang tidak sia-sia. Begitu juga dengan Sandra Bullock, perannya sebagai istri sekaligus ibu yang rapuh (tapi harus tegar) juga pas, tidak berlebihan, malah justru menarik simpati. Tapi harus diakui, yang paling brilian adalah Thomas Horn, aktingnya memang juara. Ekspresi keyakinannya, ketakutan, kebingungan ditampilkan apik. Meski saya bukan expert masalah film atau kritikus film kelas wahid, tapi kehadiran Thomas ini sangat vital dalam membangun cerita.

Tentu saja, Thomas disini juga didukung oleh arahan sutradara Steven Daldry Dan naskah yang cemerlang dari Eric Roth kata-kata yang indah namun terasa lugas, mengalir lancar dari ucapan Oskar. Pun dengan jalan ceritanya. Alih-alih membahas peristiwa 9/11, sutradara Daldry malah mengisahkan peristiwa keluarga kecil dibalik serangan itu. Walaupun, ya menurut saya penyeleseiannya masih kurang berasa nendang, dan ada beberapa bagian yang sebenarnya tidak perlu disampaikan, secara keseluruhan ini film drama keluarga yang bagus.

Assembling your emotion yet motivate us to not stop looking. Brillian.

Minggu, 03 Juni 2012

Random Conversation : Jaman Dulu dan Radio

semua ini berawal dari insert investigasi....

Jadi saya mengalami perbincangan yang menggelikan tapi juga mengesankan bersama ibu saya. Saat itu insert seperti biasa, nayangin informasi klenik dan kali ini temanya adalah benda-benda peninggalan Soekarno setelah sebelumnya nayangin tentang nyi roro kidul (hell yeah, saya apal semua episodenya). Nah, karena segala informasi tadi dihadirkan selebay mungkin oleh insert, maka ibu saya jadi tertantang dan gak mau kalah. Beliau bercerita tentang pengalaman spiritualnya. Dan kali ini berhubungan dengan leluhur saya.

Jadi diceritakan, kakek buyut saya cara meninggalnya berbeda dengan orang kebanyakan. Dari cerita ibu saya, kakek buyut suka melakukan semedi, walaupun bisa dibilangnya imannya sangat kuat, alhasil almarhum selalu sehat dan berusia panjang (111 tahun! hail para leluhur kita!!!!). Saat itu tahun 1960-an, emak saya masih SD, dan waktu itu siang hari, emak saya sedang nyinom (membantu hajatan kerabat dengan menjadi pelayan) di lapangan, buyut saya memanggil nenek saya untuk mengumpulkan cucunya. Setelah cucunya pada ngumpul buyut saya berkata berderet-deret pesan-pesan dan diakhiri dengan ucapan "aku jam loro arep mabur" (aku jam dua akan terbang).

Dan ajaib, tepat pukul dua, kakek buyut saya meninggal dunia.

Bukan, cerita bukan berhenti di situ. Saya lalu penasaran dengan apa yang terjadi di era 60-an, jaman dulu banet, ketika telepon masih jadi barang langka. Semua alat elektronik masih jarang. Rumah yang ditinggali ibu beserta leluhur sayapun hanya diterangi tintir (semacam lampu teplok). Lalu iseng saya tanya

lah, nek wengi peteng banget berarti? (wah kalau malam berarti gelap banget?)

Kemudian ibu bercerita, kalau malam, di jalan desa dipenuhi kerlap-kerlip dari obor yang dipasang di depan rumah (saya membayangkannya desa saya kayak di dukuh paruk di film sang penari :)). Memang gak seterang sekarang, tapi lebih kerlap-kerlip. Yang meriah kalau pada saat lebaran, cahaya dimana-mana, dan di depan rumah pasti disediain gentong berisi air beserta siwur (semacam gayung yang dibuat dari batok kelapa). Gunanya agar kalau ada orang lewat depan rumah, si orang itu bisa mampir untuk minum dari air gentong. Kalau jaman sekarang boro-boro, pager rumah aja tinggi-tinggi banget, dan lihat orang minum dari kran air ledeng pun, kita udah was-was.

Radio 

Ada yang menarik dari mbah buyut saya. Yakni radio. Yak, barang elektronik masih sangat langka. Dan di kampung buyut saya, hanya dua orang yang punya radio, mbah Wiryo dan buyut saya (FYI, mereknya philips, emak saya masih apal mereknya). Kalau sekarang mungkin radio hanya didengarkan sambil lalu, tapi jaman dulu radio bener-bener jadi alat propaganda yang sangat efektif. Misalnya saat pak Soekarno sedang pidato kenegaraan. Bisa dipastikan sawah sepi, warung sepi, jalanan sepi. Semua orang kampung berkumpul di gubug samping rumah, mendengarkan pidatonya lewat radio philips milik kakek buyut saya. Semuanya (kata ibu) menyimak pidatonya dengan serius.

Bukan cuma pidato kenegaraan yang disimak. Pernah juga, gubug samping rumah ramai karena ada siaran tinju di radio. Iya, tinju di radio, jadi ya cuman nyimak komentator nyerocos aja di radio. Dan itu jadi perhelatan favorit ketika Mohammad Ali jadi primadona tinju. Jadi heran, jadi dulu orang dukung Mohammad Ali tapi gak tau mukanya kaya gimana, soalnya cuman nyimak lewat radio.

Pernah juga, waktu itu kakek buyut saya pernah diundang ke gunung karena ada hajatan dan diselenggarakan wayang semalam suntuk. Lalu saya tanya

lah emang mbah dalang? (Lah, emang kakek buyut dalang?)

Ternyata kakek buyut saya bukan dalang. Wayang semalam suntuk yang dimaksud adalah siarang wayang yang disiarkan lewat radio. Jadi semua orang desa kumpul, dan menyimak omongan dalang. They're visualized by their own mind. Jaman dulu mungkin biasa, tapi kalau didengarkan di jaman sekarang terdengar lucu dan unik.

Kalau saja perkembangan teknologi mandeg, saya ngebayangin, saya nonton avenger lewat radio. Mungkin bukan nonton, tapi nyimak, dan the Avenger sendiri bukan film, tapi drama radio.

:))




Selasa, 15 Mei 2012

Lovely Man : Definitely the Lovable One

Misinya sederhana. Ia hanya ingin bertemu ayahnya yang meninggalkan dirinya sejak umur 4 tahun. Ia tidak ingat jelas mukanya seperti apa, dalam ingatannya, bayang wajah ayahnya hanyalah samar-samar. Ia, Cahaya, nekat, ke kota yang katanya kejam. Dan dia tidak mempersiapkan, siapa yang nanti akan ditemuinya di Jakarta. Bermodal segenggam rindu, Cahaya nekat pergi ke Jakarta. Menemui ayahnya, yang sebenarnya telah berubah 180 derajat.

Saya berulang kali mengingat-ingat segala pernik-pernik yang hadir dalam drama bapak-anak ini. Lampu-lampu kota yang berkelip, keramaian Jakarta dini hari, heels dengan betis kekar yang menyertainya dan tentu saja, drama yang hangat di dalamnya. Teddy Soeriaatmadja, berhasil merangkai pernak-pernik di atas dengan sederhana, tanpa kehilangan keindahannya. 


Tidak perlu mengernyitkan dahi untuk menerima dramanya, just see and feel. Mungkin itu saran saya bagi yang belum atau akan nonton film ini. Raihanuun berakting (hampir) sempurna di sini, tentu saja saya bubuhkan kata hampir, karena jawaranya adalah Donny Damara. Sosok gagah yang berubah menjadi waria di film ini. Keduanya membuat ikatan magis, yang berhasil membuat saya selalu menatap lekat-lekat sosok-sosok ini. Menerka, drama apalagi yang akan ditampilkan. 

Film ini, toh bukan sembarang film drama, yang mengumbar haru di sana-sini. Film ini, adalah film yang dengan mudahnya bisa membuat penonton terharu tanpa adegan cengeng. Dan film ini juga bukan hanya menampilkan drama bapak-anak yang dalam, tapi juga menjadi gambaran kecil "way to survive" di kota seperti Jakarta. Gambaran itu disematkan diam-diam, tanpa perlu banyak dialog penjelas, hanyalah visualn yang nanti mengantarkannya. 

Ide Teddy yang berawal dari penglihatannya yang menangkap seorang waria yang sedang berbincang dengan wanita berjilbab di jalan ternyata berbuah manis. Peristiwa itu menjadi indah di mata Teddy dan hasilnya adalah Lovely Man. Film yang indah, seperti kerlip lampu kota Jakarta pukul setengah tiga pagi. 

Senin, 07 Mei 2012

An inconvenient truth?

Ternyata ada banyak hal di dunia ini yang saya belum tahu. Pergerakan awan mendung yang tiba-tiba dari solo ke boyolali dan boyolali ke solo, animo penonton the avenger yang ternyata gila banget sampai pada prinsip seorang waria. Yang terakhir, itu serius, dua rius kalau bisa. Itung-itung pemanasan atau nyari bekal sebelum nonton film Lovely Man, yang melambungkan nama Donny Damara. Waria? prinsip?

*semoga ini bukan spoiler project teman saya hehehe*

Dalam hidup ini seberapa jauh mengenali prinsip? sesuatu yang prinsipal? sesuatu yang katanya dipegang penuh dengan penguatan komitmen di dalamnya. Apakah benar-benar "straight" atau masih belak-belok? 

dari obrolan singkat - karena kekenyangan- semalam bareng teman saya yang projectnya tentang waria, sedikit banyak saya mulai ada pemahaman tentang konsepsi waria, walaupun kadang masih menabrak langsung logika atau nalar saya. Dari sekian banyak fakta yang saya dapatkan (melalui hasil risetnya) ada satu fakta menarik di sini. Waria yang diwawancarainya mempunyai prinsip untuk tetap menjadi waria sampai mati. Saya takjub, ternyata pikiran saya sedemikian sempitnya tentang waria. Iseng saya cari di wikipedia tentang definisi waria


Waria (portmanteau dari wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari. Keberadaan waria telah tercatat lama dalam sejarahdan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Walaupun dapat terkait dengan kondisi fisik seseorang, gejala waria adalah bagian dari aspek sosial transgenderisme. Seorang laki-laki memilih menjadi waria dapat terkait dengan keadaan biologisnya (hermafroditisme), orientasi seksual (homoseksualitas), maupun akibat pengondisian lingkungan pergaulan.


Selama ini, saya selalu mengira, menjad waria atau portmanteau (entahlah, tapi istilah ini keren) disebabkan oleh dua hal terakhir, orientasi seksual dan kondisi lingkungan pergaulan. Malah saya menambahkan ada yang jadi waria karena motif ekonomi (seperti di film Lovely Man dan beberapa film lainnya). Nah untuk yang terakhir ini yang menyebabkan kesan negatif waria mulai terbentuk. Ketika melihat penjelasan singkat wikipedia saya baru ngeh, apa itu hermafroditisme. Kalau dilihat sekilat memang mengacu pada kata hemafordit. Karena penasaran, maka saya coba googling istilah hemafroditisme dan saya menemukan artikel menarik tentang ini.

Karena saya bukan ahli genetika (sebenarnya gak ngerti :p), maka saya sedikit ngutip-ngutip tulisan Gunawan Kosasih dari Bagian Anatomi FK UI. Sebelum jauh jadi laki-lakipun, jenis kelamin manusia ditentukan oleh tiga hal yakni genetik, sex organizers dan kelenjar-kelenjar endokrin. Sekalipun demikian, mau itu nantinya laki-laki atau perempuan, nyatanya tidak ada seorang individu yang benar-benar 100% laki-laki atau perempuan (nah loh!). Setiap orang juga memiliki sifat-sifat dari jenis kelamin yang berlawanan meskipun dalam tingkat rudimeter, selama hal itu tidak berlebihan. (nah, dari sini saya jadi rancu dengan istilah "lelaki sejati" :D)

Nah penyebab hermafroditisme itu secara singkat dijelaskan menjadi tiga faktor (Dalam hal ini gangguan dalam pertumbuhan jenis kelamin) yakni :
1. lemahnya rangsang pembentukan jenis kelamin (faktor genetik)
2. perubahan reaksi organ-organ terhadaprangsang pembentukan jenis kelamin
3. perubahan-perubahan dalam keadaan biologik sekelilingnya.

Hal-hal ini dapat mengakibatkan differensiasi yang tidak sempurna dari tingkat yang ringan hingga yang berat. Balik ke awal, sehingga waria dalam "golongan" ini memang terjadi katakanlah "dilema" yang sifatnya genetik. Sehingga dia memilih (walau sebenarnya bukan pilihan) untuk menabrak logika yang sudah ada. Dia tahu, secara agama dia telah menentang, tapi dia menyerahkannya semuapada Tuhan. Toh Tuhan nanti yang menilainya, bukan manusia. Dia berpirnsip sedemikian kuat, di atas desakan genetik kontra stigma masyarakat yang membuntutinya.

Lalu bagaimana dengan kita? ada yang bilang kalau gak punya prinsip kayak bencong atau banci, tapi nyatanya merekapun juga mempunyai prinsip, sangat kuat malah? it is your life and you decide it.

Kamis, 19 April 2012

Another Year (2010) Lovely Movie about Lovely People


Film drama, khususnya drama keluarga yang berhasil, menurut saya dibangun melalui penokohan karakternya. Entah seklise atau sesederhana apapun plotnya, apabila karakter yang didalamnya hidup dan dapat membangkitkan chemistry yang kuat, film drama tersebut akan berhasil, setidaknya di mata saya. Ingat Little Miss Sunshine? Rabbit Hole? Atau The Sister’s Keeper? Selain memang didukung plot yang menarik, tapi yang dominan disini adalah penokohan karakter. Dan tenu saja ini harus didukung oleh departemen akting yang mumpuni.

Dan begitu juga dengan film Another Year, film yang disutradarai Mike Leigh ini menawarkan kehangatan di setiap segmennya. Another year bercerita tentang kehidupan Gerri (Ruth Sheen) dan Tom (Jim Broadbent), pasangan romantis yang telah berusia senja, dalam menjalani empat musim kehidupan, spring, summer, autumn dan winter. Gerri dan Tom, adalah pasangan yang hangat, menyenangkan dan dikelilingi orang-orang yang menyenangkan namun tidak bernasib sama. Terdapat Joe (Oliver Maltman), anak semata wayang mereka yang hingga umur 30 tahun belum mendapat pasangan, Mary (Lesley Manville)  rekan kerja Gerri yang merasa insecure setelah ditinggal suaminya dan menaruh hati pada Joe, Ken (Peter Wight)  teman  Tom yang pasrah hidup dalam kesendirian sambil menanti umurnya habis dan Ronnie (David Bradley) kakak dari Tom yang depresi setelah istrinya meninggal dan juga dimusuhi oleh anaknya sendiri. Gerri dan Tom bagai dikelilingi oleh manusia yang hangat namun punya rasa dingin yang dirasakan. Pada titik ini, sadar atau tidak, Gerri dan Tom, adalah orang yang sangat berarti bagi mereka.

Sudah lama saya tidak merasakan sebuah hiburan yang “hangat” di hati, dan Another Year mewujudkannya. Gerri dan Tom, entah kenapa mata saya tidak bisa lepas dari mereka. Kalau ada kandidat pasangan paling romantis selain Romeo Juliet, Jack dan Rose di Titanic, atau Glen dan Marketa dalam film Once, maka nominasi selanjutnya mungkin kedua orang ini. Melihat kebersamaan, kekompakan, cara berkomunikasi mereka yang sempurna, sungguh memberi kehangatan tersendiri, bukan hanya bagi Mary, Joe, Ken dan Ronnie, tetapi juga bagi para penonton film ini. Akting Ruth Sheen dan Jim Broadbent  sangat apik, chemistry yang dibangun sangat sempurna. Gerri dan Tom mewakili seluruh kakek nenek yang romantic di dunia ini. Sweet.

Yang paling mencuri perhatian dalam film ini adalah Lesley Manville yang berperan sebagai Mary. Mary yang cerewet, gugup, menyenangkan sekaligus getir dalam kesendiriannya, ditampilkan apik oleh Leasley. Selain itu penampilan Joe, Ken dan Ronnie juga tidak kalah mencuri pehatian. Mereka berhasil menampilkan sisi getir orang-orang menyenangkan walaupun porsinya berbeda-beda.

Selain itu naskah yang juga ditulis oleh ini Mike Leigh tentu saja menjadi jawaranya. Membagi film menjadi 4 segmen (dan sedikit mirip omnibus karena banyak karakter dengan penokohan dan masing-masing mempunyai kekuatan cerita sendiri-sendiri) membuat film ini menarik. Dimulai dari musim summer yang memang menyimpan keceriaan hingga musim dingin yang dalam ceritanya juga ditampilkan “dingin”. Semuanya hampir sempurna. Mungkin salah satu kelemahan (ya, setidaknya bagi saya) adalah ujung dari tiap nasib insan yang saya sebutkan tadi. Mungkin memang didesain menggantung, tapi bagi saya ada yang kurang dalam penyeleseiannya. Selain itu tempo yang lambat plus durasi yang cukup melelahkan bagi saya juga sedikit menganggu. Sedikit saja kok, soalnya semua itu terbayar dengan melihat dan merasakan Gerri dan Tom. Loveable.

Senin, 16 April 2012

Twitter : Peraduan Penulis Linimasa

Timeline saya, bacaan saya. Itulah salah satu ungkapan saya yang paling mendasar ketika ada hal-hal yang mengganggu saya ketika membaca timeline. Tidak perlu saya terangkan panjang lebar ini mengenai apa. Iya, ini mengenai twitter. Dunia "kedua" yang paling sahih keberadaannya. Dunia tempat semua penulis dadakan beradu dalam linimasa. Bermutu atau tidak itu urusan belakangan.

Itu sebabnya saya menganggap linimasa ini adalah sebuah majalah, atau digital magazine kalau harus menilik dimensinya. Twitter dan timeline yang bergerak di dalamnya bukan lagi alat sosial media berbentuk interaksi satu orang ke orang lain. Singkatnya, menurut hemat saya, rugi kalau twitter hanya diperuntukkan sekadar saling retweet me-retweet atau reply me-reply obrolan yang bahkan bisa dilakukan bahkan di dunia paling nyata. Ya itu menurut saya sih, silakan kalau tidak setuju.

Kembali ke awal, saya memperlakukan twitter seperti majalah, media digital. Kenapa? karena ada banyak rubrik di dalamnya. Rubrik yang ditulis oleh para penulis dadakan. Gampang saja, saya tertarik dengan film, video game, digital movement (oke saya bingung dengan istilah ini, tapi intinya social movement dengan metode publisitas via social media) dan (sedikit) hal yang bermuatan sastra.  Caranya gampang saja, saya follow orang atau akun lebih tepatnya, yang memang bermuatan itu, mempunyai konten. Tentu saja, saya masih menyisakan rubrik untuk bersosialisasi dengan teman-teman saya.

Seperti tadi pagi, ketika saya bertanya apa saja yang saya lewatkan semalam di twitter. Teman satu menjawab gempa Jakarta, teman yang lain menjawab ramainya sebuah tagar di timeline. Iseng (atau niat yak?) scrolling-scrolling timeline dan tidak menemukan tagar yang dimaksud. Setelah dikonfirmasi ternyata tagar tentang sepakbola, sedangkan saya bukan penggemar bola dan tidak follow atau menyimak hal-hal tentang sepakbola. Intinya, saya gak masuk segmen tagar itu tadi. Saya memilih untuk tidak masuk menjadi segmen itu dengan alasan ya saya punya ketertarikan lain yang lebih bisa saya tunggu untuk muncul di linima saya. Linimasa yang saya bentuk dan ciptakan sendiri.

Terlebih dengan itu sebenarnya, sebagaimana dengan yang lain, saya pun menjadi penulis dadakan di timeline. Menjadi kontributor dadakan di timeline orang sekaligus bertukar pikiran dengan orang yang menghiasi timeline saya. Sebenarnya saya bisa menulis apa saja, entah itu sesuatu yang baik-baik (yang entah kenapa selalu dihubungkan dengan pencitraan) atau sumpah serapah dan sebagainya. Saya akui, saya bukanlah orang yang expert dalam satu bidang (atau mungkin belum begitu) jadi saya menulis apa yang saya tahu saja, hobi terutama. Game atau film salah satunya. Pada akhirnya ini akan memberi efek atau pengaruh pada pembaca timeline kita. Misalkan ada yang nyambung dan ada interaksi, bisa bertukar pikiran, nambah kenalan baru, bisa diskusi dan endingnya bisa nambah pengetahuan. Semua berawal dari menulis itu tadi.

Pada akhirnya, menulis adalah salah satu cara mendokumentasikan apa yang ada di otak, apa yang lewat di pikiran, bahkan apa yang sedang dirasakan. Dan twitter menawarkan satu hal, menulis tanpa ada rasa beban, kacuali beban 140 karakter (santai, masih bisa kultwit kan?). Jadi menulislah, karena menulis itu baik.

Kamis, 15 Maret 2012

Oleh-oleh Taping Stand Up Comedy Metro TV

Kembali berbicara tentang Stand Up Comedy, yang kini makin marak diadakan dimana-mana. Jadi ceritanya siang tadi saya bersama beberapa teman membulatkan tekad untuk nonton taping Stand Up Comedy Metro, alah satu acara yang khusus menampilkan stand up comedy secara rutin di tv. Gak tanggung-tanggung, lokasinya yang jauh (untuk sekedar nonton stand up comedy) tidak menjadi penghalang untuk mengumpulkan niat nonton. Tentu bukan tanpa alasan, tampilnya comic senior dari Stand Up Metro seperti Soleh Solihun, Mongol, Sammy, Ence Bagus dll yang turut hadir menjadi motivasi tersendiri.

Acara seharusnya mulai pukul 11, dan kita baru tiba dilokasi sekitar pukul 12. Telat sedikit gak papa, soalnya jarak dari tempat kita berangkat sampai lokasi cukup jauh, selain itu kita juga udah "reservasi tepat". Kenyataan meleset sangat jauh, sesampainya di lokasi, auditorium sudah penuh, kita terpaksa menonton sambil berdiri karena kursi sudah penuh terisi. Sempet bingung dengan makna "reservasi". Namun akhirnya setelah ada jeda istirahat untuk sholat dan beberapa penonton membubarkan diri, baru kita mendapat tempat duduk.

Pamit

Sabtu, 9 Maret 2012. Perjalanan saya resmi berakhir di sini. Walaupun tidak sempat mengatakan pesan singkat terakhir karena ada acara mendadak, tapi setidaknya saya tidak lupa berterima kasih, walaupun hanya melalui dunia maya. Kurang lebih empat tahun saya berproses di sini, LPM VISI. Dan tadi adalah proses puncuk musyawarah bear, yakni pemilihan PU. Momen tersebut adalah momen terahir saya untuk menggunakan hak dan kewajiban saya sebagai anggota, sebelum nantinya jadi alumni. Senang rasanya, ketika berakhir saya bisa tersenyum lebar melihat penerus-penerus saya yang penuh semangat dan rasa optimis. Walaupun nantinya pasti akan banyak yang terjadi, tapi biarlah saya menikmati momen bahagia sekaligus mengharukan ini.

Saat ini saya tersenyum dalam haru. Membayangkan semua yang telah saya lalui dengan organisasi ini. Dimulai dari diklat -menahan kantuk- di Al Irsyad (dan surprisingly saya mengakhirinya di Al irsyad pula), menjadi anggota angin-anginan, Dinobatkan sebagai pengurus litbang dengan kemampuan jurnalistik yang mumpuni (dulu sih katanya gitu) lalu diangkat menjadi Pemimpun Umum, sebelum jatuh sebagai orang paling pengecut sedunia, dan harus terseok-seok untuk keluar dari jeratan itu.

Minggu, 05 Februari 2012

Tamparan Random

Beberapa ini saya merasa sangat sakau akan koneksi internet. Iya, beberapa hari yang lalu, berkat mangkir dari tagihan bulanan, internet saya praktis mati. Rasanya sangat kampret sekali kalau akhir bulan internet harus dicut sedangkan jatah bayaran mengikuti gajian kakak-kaka saya yang jatuh di tanggal 5 tiap bulannya (dan bulan ini tanggal 5 adalah hari minggu). Diam-diam saya bersumpah untuk tidak mau tergantung orang lain dalam urusan online JIKA ya... saya sudah cukup mandiri secara finansial. Oke, sebenarnya bukan itu inti postingan ini.


Dengan matinya koneksi di rumah otomatis membuat saya "puasa" beraktifitas online. Untuk sekedar kegiatan bersosial media, masih bisa ditunjang lewat telepon seluler, tapi ngeblog? Dengan hitungan hari Jumat siang mulai off, jadi jika dikalkulasi setidaknya saya sudah 2 hari, tidak, 3 hari, tidak menyentuh koneksi internet, membuka blog, blogwalking dan seterusnya. Hal itu berlangsung tiga hari, tapi berasa dua bulan (oke, berlebihan). Ah, sebegitu saya tergantung dengan dunia kedua ini???

Kamis, 02 Februari 2012

No One Ever Know

Minggu ini dunia pertelevisian begitu berduka. Belum habis luka masyarakat Indonesia akan tabrakan maut, yang merenggut hampir satu keluarga yang sedang jalan-jalan, berita duka datang dari dunia hiburan. Ade Namnung, secara mendadak dikabarkan meninggal dunia, setelah beberapa hari sebelumnya dikatakan kondisinya mulai pulih setelah terkena stroke. Pagi ini, melalui linimasa, saya terkaget-kaget dengan kabar meninggalnya Him Damsyik, atau yang lebih dikenal sebagai si Datuk Maringigih. Umurnya memang sudah senja (82 tahun) tapi lagi-lagi, kepulangannya mengagetkan banyak pihak. Termasuk saya.