Jumat, 16 Januari 2009

Tidak Selamanya Sendiri = Kesepian

Tidak percaya? Silakan mencoba sendiri. Saya telah membuktikannya lho. Dan ternyata tidak seburuk yang aku bayangkan sebelumnya.
Ide atau pemikiran ini mulanya saya dapatkan dari beberapa pendapat di buku bergenre road book (emang ada ya buku bergenre seperti itu? kalau road movie sih ada). Ada yang berpendapat bahwa melakukan perjalanan sendiri itu ada nikmat tersendiri. Karena penasaran dengan pendapat yang mulanya nyeleneh seperti itu, saya jadi ingin mencobanya.
Kalau kebanyakan orang berpikir “masak iya mau jalan ke mall, atau makan sendirian, gak asyik. Nanti dikira manusia asosial. Selain itu kalau ada apa-apa jadi repot sendiri”. Well, sebenarnya nggak salah pendapat seperti itu. Berjalan dengan teman-teman, keluarga atau pacar memang sangat menyenangkan. Namun berjalan kemana-mana sendiri?
Saya mulai dari praktek kecil-kecilan yang sangat sederhana. Contohnya makan siang. Pernah suatu ketika saat itu Visi akan mulai rapat, dan saya sangat lapar. Saya putuskan untuk makan dulu. Saya sengaja tidak mengajak siapa-siapa, karena ingin menikmati kesendirian. Mulanya saya tetapkan tempat makan. Kemudian ketika dalam perjalanan, saya mencoba sedikit muter-muter keliling kampus, menikmati sejuknya pohon-pohon di rimba UNS yang seharian basah diguyur hujan. Puas dengan hawa sejuk, saya mulai mencari tempat makan yang dimaksud.
Sewaktu itu tujuan saya cuma tempat makan mie ayam di belakang kampus. Waktu makan, ya seperti biasa. Cuma tidak ada teman untuk mengobrol. Untuk gantinya, bisa saja coba memperhatikan sekeliling, sedikit bermain fantasi (bukan fantasi yang jorok lho), atau kalau mulai kehilangan akal, ambil handphone terus coba deh berinteraksi dengan kerabat lewat sms atau telepon sekalian. Nah ketika makanan datang, saya bisa konsentrasi penuh dengan makanan yang tersaji.
Memang sepintas akan terlihat membosankan. Tapi jujur, sepulang makan siang saya menyadari ada sesuatu yang berbeda. Merasa lebih segar. Saya jadi merasa having my own time. Tidak ada orang yang ribut dengan waktu. Walaupun mungkin dikejar waktu, namun kamu bisa memliki waktu yang terbatas tersebut. Bahasa tingginya “tidak ada intervensi”.
Cuma itu aja? Salah. Kamu bisa “menikmati” kesendirian. Saya menggunakan kata “menikmati” karena saya benar-benar sendiri. Tenang, tidak ada tuntutan, tidak ada obrolan yang lain, bisa menjadi ajang instropeksi diri atau bisa juga sebagai ajang untuk memanjakan diri.
Selain makan, bisa juga datang ke perpusatakaan sendirian untuk baca koleksi buku-buku yang bagus buat otak tentunya, ke foodcourt mall juga boleh buat ngecengin cewek-cewek yang seliweran (tanpa rasa cemburu dari sang pacar), atau hotspotan di kafe dan sebagainya. Yang penting pantas aja dan tidak manunjukkan bahwa kamu adalah orang aneh yang patut dijauhi sehingga hartus berjalan sendirian.
Dari contoh yang saya lakukan, jujur saya tidak merasa kesepian. Banyak hal di sekitar untuk diajak interaksi. Untuk meyakinkan diri kalau kita tidak kesepian adalah percaya bahwa masih banyak orang di sekitar kita yang sayang dan mencintai kita dengan tulus. Hal tersebut sebenarnya tidak sulit, namun manusia yang dasar lebay akan suatu problematika kehidupan, sehingga sulit menggapai kata percaya. Seringkali kita memang harus percaya dengan kata “percaya”.
Pada intinya, kadang manusia membutuhkan waktu untuk sendiri. Seperti kalau kita sedang emosi kemudian menyendiri di kamar. Menyendiri adalah tempat ketika kita dapat meluapkan emosi, emosi yang hanya kita dan Tuhan sendiri yang tahu. Sedangkan kunci kenikmatan sewaktu menyendiri adalah “just blend with surrounding, and feel the emotion”. Tapi ingat, hal ini ada batasnya. Interaksi dengan orang lain juga tidak kalah penting, dan menyendiri jangan dijadikan sebagai watak individualistis. Dengan porsi yang pas, “sendiri” dapat membuat hidup menjadi seimbang. Percaya deh.

Tidak ada komentar: