Senin, 15 Agustus 2011

Keliling Dunia

Menjadi orang yang mudah terpengaruh itu adalah sama dengan payah. Dengan mudah tergiur cerita, promosi atau bentuk persuasi lainnya, kemudian dengan sangat tiba-tiba, hati dan otak diperintahkan untuk "DO IT! NOW!" . Padahal belum tentu sumer daya di belakangnya memadai. Itu namanya siksaan batin.

Jadi ini semua gara-gara buku laknat bin ajaib berjudul The Naked Traveler 3 (TNT 3). Mungkin ada yang tahu uku ini berisi apa. Yak, berisi catatan perjalanan trinity, seorang (dia nyebutnya) "full time traveller" . Nah... sudah jelas kan konten dari buku ini berupa apa?

Dari Thailand terus ke Turki. Lalu lanjut ke Jepang. Sampe ke China Daratan. Disusul ke Philipina. Terus diboyong ke India, lalu Nepal. Gak lupa Bandung juga. Ini orang macam apa coba. Keliling dunia sambil petantang-petenteng. Menikmati kopi dari berbagai negara, sekaligus mereview beberapa KFC di negara-negara Asia.

Singkat kata : Saya Pengen kayak dia. Saya iri. Saya mupeng. Saya.... saya.... ahh

Pada awalnya (selalu) muncul pertanyaan. Mulai dari mana? maka dengan sepenuh hati saya mengikuti saran mbak trinity. Kalau mau melakukan perjalanan yang based on the research (yang aman dan jelas) bisa baca-baca di web lonelyblablabla. Langsung saya kulik web yang dimaksud.

Tiba pada halaman beranda. Desainnya simpel, sederhana tapi langsung menohok. Menohok dengan menampilkan pemandangan, landscape, bangunan-bangunan kuno, kesenian daerah dari seluruh penjuru dunia secara bergantian (maksudnya ini foto-foto yang ditampilkan secara slideshow). Selain itu ada beberapa (sebetulnya banyak) yang berisi tips, cerita dan deskripsi tempat-tempat tertentu di seluruh dunia. Yak benar, SELURUH DUNIA.

Ibarat orang ngiler liat iklan sirup marjan di tv pas puasa, mungkin "iler" saya udah netes seember penuh ketka membuka halaman demi halaman, artikel demi artikel, foto demi foto. Selain itu, ada keseruan tersendiri ketika membaca forum yang isinya mas-mas dan mbak-mbak backpackers dari seluruh dunia. Saya seperti diajak bergabung. Diajak berkeliling dunia. Ya, dunia telah memanggil saya. Walalupun dompet saya belum merestui dengan ikhlas.

Minggu, 14 Agustus 2011

Journal

Beberapa waktu yang lalu saya sempet update akun jejaring sosial yang berisi tentang jurnal, menulis jurnal dan sebagainya. Saya memang menulis update seperti itu pasca "mengubek-ubek" isi komputer. Rencananya sih cuma mau ersihin file-file yang udah kadaluarsa. Eh ternyata malah nemu satu folder (bisa dikatakan unyu) yang berisi tulisan atau semacam jurnal (oke... terserah kalo dibilang buku harian) yang isinya laporan atau ya semacam cerita apa yang terjadi hari itu atau rentang waktu yang telah terjadi.

Singkat cerita, saya baca lagi jurnal-jurnal dengan bahasa campur aduk bin nggilani itu. Lucu, seru dan yang jelas, saya bisa melihat seperti apa saya, empat tahun atau tiga tahun yang lalu. Jurnal itu mulai rajin saya tulis sejak semester awal kuliah. Sekarang saya resmi semester 9. Wow.

Secara tidak langsung, saya sekarang bisa merasakan keajaiban menulis jurnal. Maksudnya disini, menulis catatan seperti itu ternyata ada gunanya. Dari total 21 tulisan yang ada (dengan periodisasi gak jelas juga), kelihatan progres apa aja yang telah dilalui. Bagaimana kabar target-target yang ditulis di awal kemudian terjawab di bagian lain. Menarik. Di satu sisi ada semacam hiburan tersendiri, di sisi lain, secara tidak langsung, dengan ada jurnal-jurnal tersebut, saya lebih mudah mengidentifikasi hal-hal kecil maupun besar sebagai bahan evaluasi diri. Dengan membacanya, percaya deh, pasti akan muncul pertanyaan : apakah saya sekarang lebih baik dari yang dulu? sama aja? atau bagaimana?

Hal ini sangat terasa ketika saya mulai tidak aktif lagi menulis jurnal. Malas adalah penyakit utama. Dari tanggal penulisan, jurnal terakhir saya terhenti di tahun 2009. Itu berarti di tahun 2010, saya tidak pernah menulis hal semacam ini. Dan apa yang terjadi? terasa perbedaannya. Bisa dibilang tahun 2010 merupakan tahun terburuk. Semakin awut-awutan, kacau tidak terorganisir dan semuanya. Tidak perlu dijelaskan apa-apa saja yang terjadi hingga saya menyebutnya buruk. Yang jelas, saya seperti asal jalan, sulit mengidentifikasi hal-hal yang sebenarnya butuh sebuah evaluasi. Sekalinya mau intropeksi, semua kalah dengan satu kata. LUPA.

Ya, journal atau catatan harian membantu kita dalam melawan LUPA. Seperti pekerjaan wartawan. Meskipun memori adalah senjata utama ketika melakukan suatu peliputan, namun wartawan juga tak lepas dari hal-hal pendukung seperti notes atau perekam. Tujuannya jelas. Agar semua bisa tercatat, tidak ada yang tertinggal. Nah, kerja jurnal bisa dikatakan semacam itu. Gak kerasa di awal, tapi makin jelas di akhir. Perkara yang harus ditulis tidak harus sesuatu yang berat terus. Bisa juga menuliskan catatan-catatam tentang peristiwa lucu atau hal-hal yang membuat bersemangat. Coba tulis, simpan, dan besok setelah beberapa waktu coba dibaca. Akan terlihat "sesuatu" disini. Akan terlihat naik turun hidup kalian sendiri. Karena itu menarik. Dan kita butuh itu.

Selasa, 09 Agustus 2011

Perjalanan Dilematis

*maaf judul norak

Ternyata perjalanan seorang mahasiswa dalam menyeleseikan masa studinya itu unik-unik. Kalau digambarkan sebagai game RPG, mungkin ini yang namanya multiple ending. Inividualisme yang katanya merayap pas jadi mahasiswa semakin kentara di sini. Jelaslah, karena ketika skripsi (duh!) semua bakal sendiri.

Saya (jelas) gak bisa lepas dari kenyataan itu. Sampai sekarang saya masih entah, kurang merasa kuat dengan tema yang diambil. Padahal proposal udah lolos. Diperparah dengan dosen pembimbing yang.... ahemmmmm (Kalau beruntung anda bisa melihat beliau di kampus). Dulu sempat berpendapat. Lama atau tidak pengerjaan tugas akhir itu dipengaruhi oleh dua hal : mahasiswa itu sendiri dan tentu saja bapak ibu dosen.

Mungkin kalau nurut sama omongan orang jawa, saya bisa dikatakan "bejo" atau "untung" atau bahkan "slamet". Ada beberapa teman saya yang dapat pembimbing yang kalau dilihat reputasinya lebih "ajaib". Beberapa merasa feel hopeless. But hey, ini kita baru mulai. Kalau udah hopess, gimana bisa lulus.

Tapi tidak semua bernasib sama. Ada beberapa teman yang lancar jaya, bahkan sudah melalui tahap akhir yakni pendadaran. Kata pertama adalah "wow", lalu diikuti (seharusnya) "hey, if you can do that, so am I!" . Tapi yah, lagi-lagi itu juga hasil pengaruh duet mahasiswa-dosen pembimbing. Salut untuk teman-teman yang sudah berjalan jauh di depan saya (dan sukses buat yang tinggal nunggu wisuda).

Ya, seperti itulah perjalanan dilematis seorang mahasiswa tingkat akhir. Ketika delapan semester (mampus!) kuliah lebih mirip drama telenovela, kini realita datang. Siap gak siap semua akan datang. dan berlalu begitu saja.