Jumat, 14 Mei 2010

Belajar dari "Luar"


Dunia luar itu tidak hanya begitu indah, namun juga sangat berisi.
Mungkin itulah yang aku pelajari beberapa waktu terakhir. Dunia luar yang dimaksud di nsini adalah dunia luar kampus. Dunia nyata senyata-nyatanya, dimana teori hanya menjadi suatu landasan, bukan senjata utama. Selama ini (ya selama aku kuliah pastinya) teori-teori-teori, menjadi sesuatu yang sangat wajib. Hafalan teori kita harus bagus. Teori adalah harga mati.
Dang! dan aku adalah tipe mahasiswa yang sangat antipati terhadap teori. Bukannya benci, aku masuh menghormati teori tersebut, teori dibuat dengan tujuan yang baik. Aku cuma tidak suka terlalu tunduk pada teori tersebut. Padahal di dunjia komunikasi semua bisa terjadi begitu saja. Namun apa yang ada di kurikulum memaksa pelajar seperti aku, menjadikan teori sebagai suatu panutan yang pasti. Diikuti dengan idealisme terhadap melihat sesuatu (tentu saja didasari oleh teori-teori). Well, mungkin sedikit gugatan pada model pengajaran di bangku kuliah. Kenapa harus dunia luar. Aku sebenarnya (sebeluym tahu keadaan sebenarnya) cuma bisa mengangguk bila mendapat suatu penjelasan teori errr... lebih tepatnya definisi dari teori a, b, c ....dst. Tapi seketika semua itu runtuh ketika dulu sempet ada dosen tamu. Sebenarnya bukan dosen, namun alumni yang telah bekerja di media secara nyata. Media yang benar-benar MEDIA MASSA. Dan guess what, menurutnya teori yang kita pelajari sebenarnya berfungsi pada penguat background kita saja. Hell?!
Hemmm, mungkin itu masih terlalu halus. Kata mbak Sofi, yang sekarang menjadi reporter di Metro, idealisme itu mati ketika bekerja du media. Kalau itu aku udah tau, namun bagaimana degan nasib teori-teori itu???
Tadi sewaktu aku sama temenku si Zulfa riset ke salah satu PR perusahaan telekomunikasi, keyakinanku terhadap teori (yang tinggal separuh) makin runtuh. Mungkin ini lebih spesifik untuk teori PR yang aku pelajari di bangku kuliah. Dan hasilnya ketika diaplikasikan di lapangan : NOTHING! kita berdua kayak orang bodah dan linglung ketika si narasumber balik bertanya masalah teori yang kita pakai (aneh2 aja itu bapaknya). Dan akhirnya rencana riset kita gagal, dan gantinya kita seperti mendapat kuliah tambahan. ckckckckck.
Teori hmmmm. Sampai sekarang aku tidak terlalu perduli. Beberapa orang mengatakan teori itu penting . Tapi yah itu hanya pendapat. Semua bisa berpendapat. Hal yang jauh lebih penting bagiku adalah esensi dari teori itu. Kenapa ada teori itu? kenapa musti teori itu? kenapa teori a, b, c harus seperti itu? semua kembali ke pemaknaan. Just like our life, life goes smoothly if you know the meaning of our life. Easy yet simple!
TEORI????? HAJAR!!!!!

3 komentar:

zulfa aulia mengatakan...

anyiing....
ada nama gw disini!!
hahaha.....
i love this post A LOT!!!!
hahahhaa

Seragam TPA mengatakan...

top markotop

ayu_yonanda mengatakan...

yesss!! ora usah kuliah ae yuhh..

*kaya tau mlebu kul wae* hahahaha.. :D