Sabtu, 11 Agustus 2012

Toko Nostalgia

Dalam Midnight In Paris, Gil Pender secara ajaib bertemu dengan maestro sastra dan seniman di dunia. Sebut saja Hemmingway, Fitzgerald, Pablo Picasso, Dali dan banyak lainnya. Ketika bertemu mereka, ada obrolan menarik di dalamnya. Salah satunya tentang  cerita dimana Gil ternyata seorang penulis novel (insecure) yang gak pede dengan novelnya sendiri. Saya gak pernah tahu bagaimana isi novel itu, bahkan judul finalnya. Namun dalam satu dialog, novel Gil (melalui tunangannya) bercerita tentang seorang pria yang bekerja di toko nostalgia. Apa itu toko nostalgia? kedengerannya menarik, sekilas menggambarkan toko antik, tapi sebetlunya lebih dari sekedar toko antik. Toko memoria.

Beberapa waktu yang lalu, di sela liputan di acara Maleman Sriwedari, entahlah mungkin ini perasaan saya saja, saya seperti memasuki toko nostalgia, yang dinovelkan Gil Pender. Tentunya yang saya maksud bukan stand teh gopek, burger kekinian atau orang jualan kelinci di dalamnya.Spot yang saya maksud tentu saja adalah toko penjual mainan klasik, seperti kicir-kicir, jaran kepang dan beragam mainan usang yang sudah berdebu.

Kios mainan itu tak bernama, hanya buka gerai depan saja. Lokasinya terletak persis di sebelah toko penjual sandal crocs palsu yang diserbu pengunjung karena taktik marketing mereka (beli 1 dapet 1). Kios itu buka, namun seperti tidak berpenghuni. Jangankan pengunjung, si penjualnya malah terduduk santai melihat tayangan televisi.

Saya kemudian berlalu, menjelajahi pasar malam yang katanya disebut sebagai pesta rakyat pertama dikota Solo,jauh sebelum Sekaten diadakan ini. Sriwedari memang tempat nostalgia bagi sebagian orang yang sulit meninggalkan masa lalunya. Ada kira-kira lima sampai tujuh toko serupa, toko nostalgia seperti di atas. hanya saja, kali ini tertata lebih rapi. Mainan seperti celengan batok kelapa (eh ini mainan gak ya?), kapal korek, becak-becakan, pecut-pecutan (dunno, sejak menginjak umur 23 tahun, pecut sounds wrong in me :p) dan sebagainya ditata serapi mungkin di atas rak.

Saya salut, salut sekali dengan mereka, para penjual barang-barang nostalgia. Saya salut dengan kesetiaan mereka. Ini bukan masalah sepele move on atau gak move on dari masa lalu. Tapi ini adalah masalah kesetiaan dengan hal yang dulu mampu membuat mereka dan orang-orang yang pernah memainkannya, merasa senang. Mereka seakan tidak peduli dengan hingar bingar dunia di luar sana. Mereka masih menjual,mengharapkan orang-orang yang sedang ingin bernostalgia, atau berbagi nostalgia dengan anak-anaknya untuk membeli dagangan mereka. Walaupun sebenarnya rada miris, deretan toko nostalgia tersebut harus tertutup stand makanan atau dealer motor gak penting lainnya. Mereka tetap sabar menunggu.

Everyone deserve to be happy. But not in the same way. For some people, stuck in their nostalgic stuff is like the only way to make a happiness. Nyatanya, gak semuanya, terjebak nostalgia, itu menyakitkan.

Dan untuk orang yang merasa senang dengan terjebak di dalam nostalgia,apakah mereka tertekan dengan waktu yang terus berjalan?

Tidak ada komentar: