Senin, 08 November 2010

Serba Cepat, Serba Salah


Berita bencana memang berita yang paling dibenci sekaligus dinantikan oleh semua orang. Percaya atau tidak itu adalah benar. Terutama di bulan Oktber lalu. Berita bencana bertubi-tubi memenuhi headline koran, sekilas info hingga berita tengah malam. Tak tanggung-tanggung memang, Indonesia sedang dilanda "kekejian alam" yang super dahsyat (super saja cukup, kalau Maha milik yang di atas). Total ada 3 bencana super besar menyapu daratan Indonesia. Banjir Bandang Wasior, gempa dan tsunami di Mentawai, hingga yang sampai saat ini masih terjadi Meletusnya Gunung Merapi.
oke, di sini gw gak akan ngebahas mengenai bencana itu. Silahkan cari di blog lain atau baca berita di koran saja. Yang bakal dibahas di sini adalah tingkah laku teman-teman media di Indonesia pada bencana ini.
Khusus pada bencana Meletusnya Gunung Merapi. Bisa dibilang ini bencana yang paling menyita perhatian, sampai-sampai Justin Bieber ikut ngetwit ketika bencana ini melanda Indonesia. Gw ulang ya, cuma NGETWIT. Baiklah, abaikan si remaja ababil itu. Merapi sudah seminggu lebih dalam keadaan awas. Meletus pertama kali tanggal 26 Oktober dan tidak berhenti di situ. Merapi terus-terusan menghembuskan wedhus gembel, meludahkan awan panas, hingga melancarkan "volcanic ash" sampai kemana-mana. Bagaimana kita tahu perkembangan Merapi selama itu? jawabannya media. Yak media adalah senjata aktif untuk memberikan informasi secara cepat dan tepat sekaligus media hmm maaf... propaganda (kadang baik tapi kebanyakan....)
Singkat cerita, media menjadi lini terdepan dalam maslaah gunung meletus ini. Gak salah, karena media menjadi andalan jutaan orang di Indonesia. Media adalah penghubung cerita bagi orang di Sumatera ketika ingin mengetahui korban atau pengungsi Merapi. Di sini, media bak malaikat bagi semua. Malaikat pemberi kabar baik sekaligus kabar paling jahat.
Dan cling! media lalu berusaha mati-matian menyajikan info-info paling gress seputar Merapi. Dan di sinilah topik sebenarnya yang akan dibahas.
Ketika hiruk pikuk Merapi terjadi, meyajikan informasi secara cepat dan akurat adalah suatu hal yang wajib bagi media massa. Cepat dalam menyajikan karena banyak yang penasaran dan akurat, karena kebenaran adalah hal yang mutlak di sini. Hmmm dan fenomenanya di sini tidak semua, seratus persen media melakukan ini. Banyak yang terlalu teguh pada "kecepatan" dan mengabaikan sisi keakuratan. Fatalnya, hal ini banyak dilakukan oleh media elektronik yakni televisi, media massa paling ampuh sejagad raya (setidaknya di negara seperti Indonesia).
Kita semua tahu, ada 2 channel berita favorit di warna-warni pertelevisian diIndonesia. Di sini pake inisial saja yah, "si merah" dan "si biru". Semua taulah ya siapa mereka.
Sekedar info, gw yang belajar di jurusan komunikasi, sedikit-sedikit mengenai manajemen media, peliputan dan blablabla. Bukan bermaksud sombong, tapi cuma meyakinkan saja bahwa ini diambil dari sudut pandang seorang mahasiswa komunikasi. Bukan dari sudut pandang anak teknik elektro, gak ada hubungannya itu.
Lanjut lagi, kita kenal dua stasiun TV itu. Si merah sempat jadi sorotan para praktisi media dengan ulahnya ketika melakukan pemberitaan teroris. Si biru, langkahnya lebih adem ayem (maklum mungkin merasa lebih senior, jadi gak "se-pecicilan" si merah). Tapi tetep aja, muatannya banyak mengarah ke propaganda politik dibanding menyajikan informasi.
Dua pesaing itu kini tengah mencoba merebut hati khalayak melalui Merapi. Dan.... hmmm. Imbang. Imbang kacaunya maksud gw.
Si merah, lagi-lagi dan lagi (maksudnya sering banget) melakukan reportase yang "asal dapet data". Kenapa begitu, karena begitu (nah loh, bingung kan...). Jadi begini, ketika mereka (tim liputan) mendapatkan data mengenai apa yang akan diberitakan, kebanyakan (emang gak semuanya) tidak melakukan cek, ricek, dan kroscek. Sehingga menyebabkan kesalahan informasi. Contohnya gini, pernah waktu itu ketika zona bahaya merapi masih 5 KM dari puncak, si merah ini menyebutkan 20 KM, sontak banyak warga panik akibat hal ini. Akibatnya pihak si merah ini dimarahi sama Pak Surono (beliau merupakan kepala BMKG). Sembrono sih
kalau si biru lain lagi. Spesialisasinya mungkin bukan "terdepan dalam melebaykan" kayak si merah, tapi si biru ini jadi robot partai tertentu. Dimana-mana yang dishoot pakaian atau seragam tukan masak di dapur umum yang pake baju "biru-biru". Gak salah, tapi tidak pada tempatnya dan jatuhnya cukup annoying bagi gw. Selain itu, mungkin karena banyak wartawan senior di terjunkan di awal-awal bencana dan tugasnya lebih berat di deket2 puncak, maka untuk berita-berita di pengungsian lebih banyak wajah-wajah baru. Dan sepertinya mereka, entah belum dibriefing, atau emang buta lokasi dan situasi, informasi atau liputan yang mereka sampaikan kadang bikin ketawa. Jadi pernah ada seorang reporter dari si biru. Identifikasi awal dari mukanya, mbaknya satu ini lebih cocok jadi fashionista di mall-mall darpada berlusuh-lusuh ria jadi reporter. Selain itu teori kecantikan berbanding terbalik dengan kecerdasan berlaku di sini. Mbaknya ini cuman modal cantik, tapi maaf... kopong kepalanya. Jadi begini, posisi dia berada di barak pengungsian di Maguwoharjo, Yogyakarta. Jelas di situ banyak pengungsi dari berbagai umur. Si mbaknya (saya lupa namanya, tapi inget wajahnya, cantik sih...)ingin mewawancarai secara LIVE dengan pengungsi. Maka dipilihlah satu mbah-mbah di situ. Si reporter tanya sesuatu dengan bahasa Indonesia, lalu responden (nenek malang) itu menjawab dengan bahasa Jawa super medok. Sesaat si reporter cantik tapi kopong itu bengong, keliatan begonya. Tapi nekat aja nyerocos ngasi pertanyaan ke mbahnya. Si nenek tetep dong, kekeuh dengan jawaban bahasa Jawa yang super medok. Nahh abis itu dengan mimik wajah bego banget si reporternya bilang gini, "jadipemirsa, sekarang kita cari lagi responden yang bisa BERBAHASA INDONESIA" ...... *jedugin kepala ke lantai*.... ngakak gw langsung. Mbokya liat-liat dulu dari awal, cari dulu siapa yang bakal diwawancarai. Hahahaha
Yah, gw tahu dan sangat tahu, situasi di TK memang tak semudah yang dibayangkan, apalagi di barak pengungsi. Suara bayi nangis pengen susu, orang nangis meratapi sapinya yang mateng, yang kelaperan belum dapat nasi bungkus senua bersatu padu. Antara berisik tapi menyedihkan dan memilukan. Tapi, anda sebagai reporter harus tetap fokus dan menjaga kredibilitas lembaga yang anda bawa.
hahaha, masih banyak lagi sebenarnya yang masih bisa dibahas. Tapi apa daya deh, mata udah 2 watt. Mungkin kalau ada kesempatan gw sambung lagi...

*oh iya, pernah gw ngeliat pas tayangan live report di biru, muncul gambar mobil van dengan logo si merah. Kondisi mobilnya udah ketutup abu semua, kecuali logo si merah yang dishoot terus-terusan. Hmmm, curiga dengan gambar satu ini. Di lapangan reporter memang berkwan satu sama lain, tapi kalau udah di kantor urusannya jadi beda. Sampai sekarang masih penasaran apa maksud gambar van berlogo si merah itu...*kurang kerjaan*

6 komentar:

Titis Widhi Astu mengatakan...

hmmm... oke brader... keep posting, ditungggu lagi posting-posting selanjutnya...:D

cukup menyenangkan membaca tulisanmu, tapi setiap paragraf terkesan terlalu panjang, jadi kadang mata jenuh juga ngeliatnya. lebih bagus dan enak kalau tiap paragrafnya nda kepanjangan.

gaya bahasa tutur yang kamu gunakan sangat cair dan mudah dimengerti. perumpamaan yang kau gunakan juga cukup familier. nice job... :D

Nanda mengatakan...

oke mas... tengkyu masukannya
aku tunggu postingan anda selanjutnya
wohohohoho

zulfa aulia mengatakan...

postingan terpanjang lo nda
mampus jereng gw bacanya
nice nice
tunjukkan eksistensimu sebagai mahasiswa komunikasi (UNS) sejati...
:)

Nanda mengatakan...

hahahaha
masa si yang paling panjang? gak nyadar
ayo situ juga eksistensinya mana??? halah....

Ninda mengatakan...

Aih aih wartawan kita... nice! mari ciptakan si kuning!

Nanda mengatakan...

wartawan? saya penikmat kuliner saja
hahaha
si kuning? kok pikiran saya jorok ya? identik dengan sesuatu yang ada di kali...