Kamis, 15 Maret 2012

Oleh-oleh Taping Stand Up Comedy Metro TV

Kembali berbicara tentang Stand Up Comedy, yang kini makin marak diadakan dimana-mana. Jadi ceritanya siang tadi saya bersama beberapa teman membulatkan tekad untuk nonton taping Stand Up Comedy Metro, alah satu acara yang khusus menampilkan stand up comedy secara rutin di tv. Gak tanggung-tanggung, lokasinya yang jauh (untuk sekedar nonton stand up comedy) tidak menjadi penghalang untuk mengumpulkan niat nonton. Tentu bukan tanpa alasan, tampilnya comic senior dari Stand Up Metro seperti Soleh Solihun, Mongol, Sammy, Ence Bagus dll yang turut hadir menjadi motivasi tersendiri.

Acara seharusnya mulai pukul 11, dan kita baru tiba dilokasi sekitar pukul 12. Telat sedikit gak papa, soalnya jarak dari tempat kita berangkat sampai lokasi cukup jauh, selain itu kita juga udah "reservasi tepat". Kenyataan meleset sangat jauh, sesampainya di lokasi, auditorium sudah penuh, kita terpaksa menonton sambil berdiri karena kursi sudah penuh terisi. Sempet bingung dengan makna "reservasi". Namun akhirnya setelah ada jeda istirahat untuk sholat dan beberapa penonton membubarkan diri, baru kita mendapat tempat duduk.



Kita langsung disuguhi segmen kedua, setelah sebelumnya terhibur dengan guyonan dari Setiawan Tiada Tara. Ketika mulai segmen ini, barulah kita mengerti format acaranya. Standar sebenarnya, para comic amatir alias yang baru nyoba diberi giliran pertama, barulah nanti comic senior menutup segmen. Tentu saja, karena lokasinya yang berada di sebuah kampus, maka  mayoritas yang open mic adalah mahasiswa kampus yang bersangkutan diselingi dari komunitas Stand Up Comedy Solo.

Embel-embel Open Mic Stand Up Comedy Metro TV tentunya membuat saya memasang ekspektasi yang cukup tinggi dengan acara tersebut. Meskipun bentuknya hanyalah kerjasama saja, tapi setidaknya ya kelasnya nasional. Selain itu, perjalanan yang jauh dan panas tentu saja membuat saya "lapar" akan hiburan yang benar-benar menghibur.

Setidaknya itulah harapan saya di paruh segmen kedua.

Saya mencoba memahami kesulitan para comic amatir yang langsung berhadapan dengan ratusan audiens. Gugup, grogi, demam panggung jelas. Untuk penampil junior ini memang saya tidak memasang ekspektasi yang terlalu tinggi. Bagi saya lucu itu nanti, yang penting di depan jelas ngomong apa dulu, dan saya sudah sangat menghargai itu. Tapi sebelumnya maaf, bahkan untuk urusan memaparkan dengan baik - either lucu atau gak lucu itu urusan belakangan- hampir semua penampil kurang bisa (kalau tidak mau disebut gagal) memaparkan materinya dan tidak bisa memancing saraf tawa saya. Ada mungkin beberapa yang lucu atau sekedar tersenyum simpul. Tapi ya itu, hanya beberapa.

Kembali masalah terbesar adalah gaya bahasa. Memang iya, gaya itu hak mereka, style itu mereka yang pilih, mereka yang menentukan. But we are the audience. Jujur, saya sangat terganggu ketika ada comic yang menggunakan sapaan ala jakarta seperti "gua" namun dengan logat yang tidak mumpuni. Kalau emang diset sebagai punch atau apalah itu, saya bisa ngerti. Tapi "gua" atau "gue" disini adalah menyebut diri mereka sendiri. Jujur saya gak nyaman mendengarnya, mending pake "aku" atau "saya" saja yang lebih general. Stand Up Indonesia memang muncul kembali lewat Comdy Cafe di Jakarta, namun tidak lantas semua harus mekasakan dengan logat yang tidak pas dengan logat atau bahkan konten yag sangat lokal. Sorry to say, but it fail me.

Keadaan diperparah dengan penyusunan acara. Banyaknya comic yang tampil membuat acara berjalan bagaikan maraton. Misal maraton tapi dengan Laugh Per Minutenya tinggi, itu menyenangkan. Tapi tidak di sini. Memang ada klimaks di akhir segmen. Tapi perjalanan menuju klimaks itu melelahkan bagi saya. Dan ketika segmen berakhir saya harus sadar bahwa setelah itu akan dimualai lagi segmen selanjutnya. Perjalanan menuju aksi komikal Mongol atau guyonan frontal Soleh terasa berjalan sangat lambat dan itu melelahkan.

Apa yang saya rasakan mungkin juga banyak dirasakan penonton lain. Saya cukup tangguh karena dapat bertahan hingga jam 3 sore (itu juga harus pulang duluan karena ada acara lain, konsekuensinya saya gagal menyaksikan Mongol dan Soleh Solihun). Sebelum saya, banyak penonton (yang disebut mc sebagai peserta... errr) yang sudah kabur dari tempatnya entah karena ada kelas, ngantuk, bosan... entahlah. Tapi kondisi terakhir yang saya ingat hampir separuh seat kosong.

Saya suka hiburan, stand up comedy salah satunya. Tapi harus saya akui, tadi siang itu adalah tontonan stand up comedy paling membosankan yang pernah saya simak. Entahlah para comic junior tadi, saya yakin hasil otodidak, kalau mungkin diberi workshop kecil mungkin lebih baik, mengingat ketika mereka tampil tugas mereka adalah menghibur bukan asik sendiri di atas panggung. Dan pada akhirnya, gak bijak untuk melontarkan siapa yang salah (oiya, ini semua belum termasuk tragedi backdrop ya?), saya tau ini hanyalah taping, akan banyak yang disensor, tapi alangkah baiknya jika penonton on the spot juga dihargai. Lewat perencanaan acara yang lebih baik atau manajemen event yang lebih siap, karena kita juga ingin terhibur tidak hanya dari comic senior tapi juga yang junior. Yah, semoga event selanjutnya lebih baik dan tidak melelahkan. Semoga.

Tidak ada komentar: