Selasa, 03 Juli 2012

kenalan

Kalau boleh jujur, ada satu hal yang paling membuat saya canggung. Kenalan dengan orang baru.

Hey, it’s nice to know somebody new

Ya, emang sih, tapi ketika hal itu membuat jantung berdegup dua kali lebih kencang, mungkin jawabannya sedikit berbeda. Saya memasukkan sifat saya yang ini dalam kategori weakness untuk slot SWOT saya. Padahal, berkenalan sebenarnya hal yang sederhana. Dengan berkenalan, satu sama lain dapat mengerti identitas masing-masing. Menukar nama, nomor telepon, ngobrol basa-basi biar gak terlalu garing dan sebagainya.

Saya coba merunut apa yang terjadi ketika saya kecil, karena saya masih percaya, semua yang terjadi sekarang ini ada hubungan kuat dengan aspek historis. Dan saya menemukannya.

Sebagai anak ragil, sejak kecil saya seperti dititahkan untuk menjadi anak super penurut. Untuk hal-hal sepele seperti nonton channel tv, berbagi mainan dan sebagainya, walaupun punya kadar ngeyel tapi itu sangat rendah. Selebihnya saya patuh, nurut dan endingnya nrimo. Pun dengan hal baru. Saya boleh mencoba jika kira-kira saya dapat ijin. Dan kebanyakan gak dapet ijin (bahkan ketika makan bareng keluarga besar, saya cuma diperbolehkan pesen teh anget, padahal pengennya sih ini itu). Katanya biar gak sakit flu. Dan itu terjadi untuk hal baru selanjutnya. Semua serba tergantung dengan restu orangtua. Dan ketika tiba masa orangtua “melepaskan” anaknya, seringkali ada rasa takut, tidak pede dan lain sebagainya, terselip di benak sang anak karena tidak mendapat legitimasi dari orang yang menurutnya paling bisa dipercaya. Singkatnya, si anak jadi mudah ragu-ragu. Gampang insecure kalo di jaman sekarang.

Pun dengan saya. Lingkungan baru (termasuk dengan orang-orang di dalamnya) jelas masuk definisi hal-hal baru. Seperti di lingkungan kerja atau kuliah. Saya harus memaksa diri untuk bisa berkenalan dengan orang lain. Mengacuhkan rasa malas, menanggalkan rasa gengsi dan sebaginya. Ada waktu ketika saya tersadar akan hal ini, yakni pas masuk kuliah. Saya berjanji untuk lebih “awor” “gaul” atau istilah-istilah lainnya. Sebenarnya gak ada masalah karena teman kuliah bisa ketemu setiap hari, dan secara naluriah emang harus kenal kan. Tantangannya adalah kesibukan di luar kuliah, orang baru di luar hal akademis. Jadilah saya ikut-ikut UKM. Meski pada tahun pertama saya cuman bisa bengong atau senyum dikit ketika diajak bercanda. Saya juga mencoba-coba mendaftar suatu komunitas, yang sering ada kopdarnya. tapi ternyata juga saya gak pernah dateng kopdarnya.

Sekarang perasaan takut berkenalan dengan orangbaru berubah menjadi perasaan canggung (atau dulu canggung sekarang takut?). Mungkin banyak yang merasakan.Contohnya, terjadi ketika sehabis liputan kemarin, para wartawan berkumpul untuk makan bareng. Pertama rasanya enggan campur males (terlebih dengan adanya sosial media, tempat pelarian paling hip sedunia). Harus ada yang mancing untuk kenalan dulu baru deh rasanya canggungnya mulai lumer. Ketika udah ngobrol padahal juga semuanya biasa aja. Yakin, bukan cuman saya yang ngalamin kayak gini, tapi hal macem ini sudah mencapai taraf mengganggu.
 
Di era yang katanya “IP mah gak usah tinggi-tinggi, yang penting koneksi dimana-mana”, berkenalan dengan orang baru sudah pasti jadi bagian di dalamnya. Dan seakan-akan hal itu sekarang menjadi masalah serius di mata saya. Menaklukan rasa takut dan canggung, meninggalkan rasa malas dan gengsi, tapi memang harus dijalani. 

Kan, cuman masalah kenalan aja bisa nyampah posting segini panjangnyanya, kumat dramanya.

Tidak ada komentar: