Salah satu pembangun unsur human interest dalam sebuah cerita adalah
umur. Tua dan muda, adalah hal yang menarik untuk disimak. Tidak hanya dalam
sebuah berita, namun di film. Anak-anak selalu memiliki daya magis tersendiri
dalam sebuah penceritaan, begitu juga dengan orang tua. Daya tersendiri dalam
menggerakkan sisi emosional dari diri kita. Terlebih bila dihadirkan melalui
film drama.
Setelah beberapa bulan yang lalu hati saya “dihangatkan” oleh cerita
orang-orang yang berumur senja melalui “Another Year”, kali ini saya kembali
“dihangatkan” melalui karakter anak kecil di “Extremely Loud and Incredibly
Close”. Jelas, ini bukan pertama kalinya kisah yang lekat dengan “kehebatan”
anak-anak divisualisasikan melalui film. Beberapa hadir dengan luar biasa
seperti Hugo, August Rush, Children of Heaven dan masih banyak lagi. Film ini
juga menyajikan pengalaman menarik, mengharukan dan tentu saja bernilai bagi penontonnya.
Kisah yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Jonathan Safran Foer, berlatar belakang peristiwa 9/11, film ini menceritakan bocah hebat
bernama Oskar Schell (Thomas Horn), putera dari Thomas Schell (Tom Hanks) dan
Linda Schell (Sandra Bullock). Oskar, merupakan anak yang tidak biasa. Ia
adalah anak yang selalu penasaran, teliti dan gigih. Tapi dirinya memiliki satu
kekurangan keberanian dalam hal benda-benda yang dianggapnya berbahaya dan
beresiko. Semuanya bertambah buruk ketika ayahnya menjadi korban peristiwa
9/11. Oskar menjadi penakut terlebih
dengan benda yang bergerak.
Setahun setelah kematian ayahnya, Oskar tek sengaja menemukan kunci
dengan label black di wadahnya. Mendapati itu sebuah tanda dari ayahnya, Oskar
kemudian mencari tahu ada apa di balik kunci itu. Gembok seperti apa yang bisa
dibuka dari kunci itu dan apa isinya. Siapa tahu dengan mencari tahu ada apa di
balik gembok, dia bisa mendapati – 8 menit bersama ayahnya-. Dan nyatanya, yang
ia temukan lebih dari 8 menit bersama
ayahnya. Lebih dari itu.
Film ini mengajarkan tentang keberanian, kegigihan serta makna
keyakinan tampa harus menggurui. Adegan tiap adegan mengalir dengan maknanya
masing-masing, tanpa memberi bentuk wejangan ala Mario Teguh (eh, masih eksis kan
dia?). semuanya tersampul rapi dalam balutan adegan berdurasi 2 jam ini. Memang
cukup panjang, tapi tidak akan sia-sia. Dengan alur bolak-balik, film ini mampu
menghadirkan seluruh kisahnya dengan komplit, tanpa tanda tanya dibelakangnya.
Dukungan Tom Hanks sebagai ayah yang baik dan dekat dengan anak
semata wayang tidak sia-sia. Begitu juga dengan Sandra Bullock, perannya
sebagai istri sekaligus ibu yang rapuh (tapi harus tegar) juga pas, tidak
berlebihan, malah justru menarik simpati. Tapi harus diakui, yang paling
brilian adalah Thomas Horn, aktingnya memang juara. Ekspresi keyakinannya,
ketakutan, kebingungan ditampilkan apik. Meski saya bukan expert masalah film
atau kritikus film kelas wahid, tapi kehadiran Thomas ini sangat vital dalam
membangun cerita.
Tentu saja, Thomas disini juga didukung oleh arahan sutradara Steven Daldry Dan
naskah yang cemerlang dari Eric Roth kata-kata yang indah namun terasa lugas,
mengalir lancar dari ucapan Oskar. Pun dengan jalan ceritanya. Alih-alih
membahas peristiwa 9/11, sutradara Daldry malah mengisahkan peristiwa keluarga
kecil dibalik serangan itu. Walaupun, ya menurut saya penyeleseiannya masih
kurang berasa nendang, dan ada beberapa bagian yang sebenarnya tidak perlu
disampaikan, secara keseluruhan ini film drama keluarga yang bagus.
Assembling your emotion yet motivate us to not stop looking.
Brillian.
2 komentar:
gue udah nonton augush rush, keren. tapi ending nya kurang wah gt. sebenrnya masih bisa panjang tuh alur nya. tapi, bakat August a.k.a Evan itu emg bener2,, kereeeeeeeeeeenn..
August Rush bagus tapi emang rada kentang endingnya. Main gitarya beneran gak sih tu? keren amat, cuman ditepok-tepok doang bisa begitu hahaha
Posting Komentar