Kamis, 02 Februari 2012

No One Ever Know

Minggu ini dunia pertelevisian begitu berduka. Belum habis luka masyarakat Indonesia akan tabrakan maut, yang merenggut hampir satu keluarga yang sedang jalan-jalan, berita duka datang dari dunia hiburan. Ade Namnung, secara mendadak dikabarkan meninggal dunia, setelah beberapa hari sebelumnya dikatakan kondisinya mulai pulih setelah terkena stroke. Pagi ini, melalui linimasa, saya terkaget-kaget dengan kabar meninggalnya Him Damsyik, atau yang lebih dikenal sebagai si Datuk Maringigih. Umurnya memang sudah senja (82 tahun) tapi lagi-lagi, kepulangannya mengagetkan banyak pihak. Termasuk saya.


Saya jadi teringat, salah satu kawan saya yang telah mendahului saya dan teman yang lain. Begitu mendadak, karena sebelumnya dikabarkan masih bisa bercanda seperti biasa. Siapa sangka hanya karena sakit gigi (ini menurut cerita yang beredar), nyawa orang bisa diambil olehNya. Sungguh, ini merupakan misteri yang sampai saat ini (dan mungkin seterusnya) tidak dapat dipecahkan oleh manusia. Kematian.


Kita sudah sepatutnya berterima kasih kepada semua yang telah mendahului kita. Kita ditampar, untuk bangun dan sadar, bahwa nyawa kita bisa diambil olehNya, kapan saja, dimana saja, dalam keadaan apapun. Mengambil kutipan dari film Sweet Rain yang dibintangi Takeshi Kanesiro.


"Mati itu hal yang biasa terjadi, tapi penting"

Benar juga, mati itu sejatinya akan dialami oleh semua orang. Tapi kematian itu penting, baik untuk orang yang mati, atau sekitarnya yang ditinggalkan. Penting karena mati itu salah satu fase hidup yang harus dilalui, apapun fase yang akan dilaluinya nanti. Mati itu momen, momen yang krusial. 


Kematian seseorang itu penting bagi orang yag ditinggalkan. Penting karena pada akhirnya mereka tahu, seberapa besar mereka sayang atau mencintai orang yang meninggal. Tapi lebih dari itu, mati itu penting untuk yang masih hidup, karena jadi pertanda bahwa, yak, sooner or later, kita juga akan disana. Di dalam liang lahat, dikubur, didoa-doakan, ditangisi, dan kitapun juga akan merasakan fase "penting" itu. 


Dan di saat kita berpikir, kapan aku menyusul mereka? kapan aku akan mengalami itu? disitulah kita ditantang Tuhan, apa yang bisa dikerjakan sebelum menyusul mereka? apa yang kamu lakukan selama masih hidup? 


Entahlah, saya hanya bisa bersyukur. Tidak bisa memikirkan kata di atas itu. Bersyukur, apapun bentuknya, lewat doa, atau bahkan menghargai hal-hal kecil di sekitar saya, menurut hemat saya, itu bersyukur. Bersyukur adalah cara yang paling bisa dilakukan bagi kita, untuk mempersiapkan segala, untuk mematutkan diri, sebelum tiba saat kita "dipanggil". Cuma bisa bersyukur, apapun itu, yang setidaknya membuat saya berkata dalam hati "baiklah, saya siap" ketika nanti saat saya juga dipanggil olehNya.

Tidak ada komentar: