Sabtu, 07 Januari 2012

Nasib Zaman

Apalah arti sebuah kata-kata gombal? jaman dulu kata-kata gombal itu bisa dikatakan kata-kata pembujuk yang super romantis, bahkn bergerak ke arah serius. Kata-kata pancingan, yang efeknya bikin pipi warnanya semu-semu merah dan dilanjutkan dengan..... (ya tebak sendiri yah). Singkatnya, kata-kata gombal dulu itu beneran "bekerja" (jadi inget acara katakan cinta hahahahaha :3)

Seiring waktu, kalimat-kalimat rayuan ini berubah haluan. Gombal bukan lagi diarahkan sebagai sesuatu yang romantis, tapi lucu, fun dan menggelikan. Diperkuat dengan eksisnya akun anjinggombal di dunia maya, gombal yang lucu, aneh dan kadang ajaib ini mampu memicu gelak tawa. Memang ada konten romantis, tapi penggunaan diksi yang nyelenehh, membuatnya terdengar konyol ketimbang romantis. 


Sekarang, gombal gambul ini bukan sesuatu yang fun. Tapi lebih ke komoditas ekonomi untuk jagat hiburan. Ketika media (ya, saya ngomongin televisi) mecium aroma kelucuan dari gombal-gombal ini, maka akan dia gunakan untuk menghibur orang dengan lebih luas. Ya, menghibur. Ketika satu program yang menyelipkan humor gombal ini berhasil memicu tawa, dan menarik penonton, meningkatkan rating kemudian mendatangkan iklan, maka tak pelak, semua acara juga akan melakukan hal yang sama. Budaya imitasi, copas, latah, you name it, makin membahana. Semua acara komedi selalu memakai "resep" ini ketika melancarkan jurus humornya. Dan parahnya semua dengan nada yang sama. Katakanlah, berapa kali anda akan mendengar "Bapak kamu kerjanya......" atau "Bapak kamu dulu...." dan sebagainya (perhatikan nada dan intonasi, semua SAMA). Dan pada akhirnya, semua menjadi membosankan, garing, krispi, corny, renyah.. apapun itu namanya. 

Dan sepertinya itulah yang terjadi dalam permainan media. Pertama ekslusif, orang tertarik, it gained the mass, and when mass media come and spread it, yes, the content is no exclusive anymore. Pada akhirnya semua flat. Tidak ada yang benar-benar long lasting. Ketika satu hal yang mencuat kemudian jadi overplayed kesan yang didapat akan berkurang. Dan orang akan cepat beralih ke hal lain, platform lain yang menurut mereka menarik. eksklusif dan sebagainya. 

Kasus lain adalah akun @poconggg. Ini pendapat pribadi sih, sebelumnya ketika @poconggg masih menjadi @poconggg bukan si arif siapa itu, tweetnya menarik, fresh dan lucu. Sampe ada orang sirik yang bongkar identitasnya, semua perlahan berubah. Mau gak mau si @poconggg ini came out. Gak masalah, ketika brand @poconggg mulai sedikit terkelupas. Kesalahan (menurut saya) ketika si poconggg ini diblow up habis-habisan. Buku yang dibuat versi layar lebarnya (yang entah kenapa saya ngerasa itu tidak perlu), puncaknya dia tampil di sebuah daily show di stasiun tv nasional (dengan format yang tidak mendukung skill dia, come on dia bukan presenter yang sepik!). Semua jadi over, overexposed, dan sebagainya. Saya rindu sosok poconggg, saya tidak butuh tahu si arif siapa itu. Perlahan, saya mulai meninggalkannya.

Inget banyolan "puncak karir seorang pendatang baru (dan akan segera ditinggalkan) itu ketika dia muncul di iklan so nice....". Betul juga. Bukan masalah brand so nice yang dibawakan, tapi iklan itu selalu ya itu, overplayed di kolom iklan televisi. Bosan dan jenuh adalah manusiawi, dan efeknya mereka mencari yang lain, yang baru dan beda dengan sudah-sudah.

Contoh lain adalah Maicih. Kripik bercitarasa absurd ini jadi tenar karena strategi marketingnya oke. Kripik ini (dulu) dipasarkan terbatas, di jam terbatas semua serba terbatas dan timbul kesan eklusif. Ada prestise tersendiri ketika berhasil mendapatkan kripik pedas berlevel itu. Tapi itu dulu, sekarang kripik ini mulai "gampang" buat didapat. Unsur prestise juga udah berkurang. Mungkin alasan ekonomi, distributor kini banyak banget. Belom versi KW yang banyak beredar. Kalau sekarang orang bakal bilang, "oh... maicih ya", bukan "wah, kamu dapet maicih?!"  dan bila tidak ada kreatifitas lain dalam membawa merek ini, maka gak lama lagi kekuatan nama maicih jadi setara dengan kripik Kusuka (jujur rasanya lebih enak :D) yang banyak dijual di mini market. Misal udah sampai tahap ini, ya maicih udah "gak seseru yang kemaren". Gak ada unsur thrill ketika mau ngedapetinnya. Semua bakalan sama aja. Flat.

Karena sekarang tiap individu adalah decision maker. Bahkan bocah tau apa yang diinginkan. Informasi sekarang sangat murah, semua bisa tahu dengan hitungan menit bahkan detik. jaman menuntut kita untuk menggunakan kata strategi, untuk mengikutinya. Sebelum ada revolusi besar tentang dunia 2.0 ini, maka kita akan dipaksa lari oleh zaman. Dunia akan terus berputar, zaman akan terus berlangsung, kita cuman bisa mempersiapkan diri. Apa yang selanjutnya akan terjadi?

Tidak ada komentar: