Jumat, 30 September 2011

Interest - Passion - The Future

Kemarin saya sempet ngobrol sama salah satu redaktur salah satu surat kabar lokal di Solo (yang dulu jadi pembimbing ketika magang). Biasalah pertama basa basi. Kemudian beliau menanyakan suatu hal. "Gimana, masih minat jadi wartawan?"

Deg. (waktu itu langsung mikir lama banget)

Dan cuma saya jawab, "wah kalau buat jadi wartawan, belum tau pak..." tentu saja diikuti dengan "hehehehe..." 


Bukan..., saya bukan mau pamer sok sokan nolak tawaran kerja yang tiba-tiba datang *uhuk*. Sebenarnya saya mencermati pertanyaan redaktur saya itu. Tentang minat. Yak, minat.. minat... minat.... Bukan sekali juga saya ditawarin hal yang serupa *uhuk* tapi selalu saya tolak. Kemudian beliau menanyakan sebab kok saya gak mau jadi wartawan. Jelas saja beliau nanya alesan, soalnya dulu ketika magang, saya termasuk siswa magang yang cukup diperhitungkan *uhuk*. Bahkan pernah dulu berita saya sampe jadi headline di halaman depan *keselek sendal*  hehehehe.... Intinya sewaktu magang dulu, saya terbilang cukup aktiflah begitu.  

Tapi, itu dulu. Dulu memang saya sangat senang menggeluti pekerjaan ini. Ketemu orang baru, ketemu hal-hal baru, berhadapan dengan situasi yang gak pernah dibayangin sebelumnya. Semua yang diinginkan mahasiswa semester pertengahan saya temui di situ (maksudnya sesuatu yang baru). Passion saya dulu sangat besar. Tiap berangkat liputan selalu bersemangat. Padahal dulu saya tercatat sebagai siswa magang mandiri, ketika yang lain liburan, saya memilih jalan magang sebagai pelampiasan.

Kemudian semua berubah ketika saya magang di tempat kedua (sama-sama surat kabar lokal). Lingkungannya sebenarnya mendukung, tapi entah kenapa saya kehilangan passion seorang jurnalis. Menjadi pemalas dan selalu kebingungan mau ngapain tiap liputan. Mungkin ada beberapa faktor lain yang bisa saja menyebabkan seperti itu, namun tetap saja, faktor terbesar adalah diri sendiri. Kemudian saya berkesimpulan satu hal, saya kurang berbakat dalam hal peliputan berita. Ya kalau sekedar menulis berita, saya masih sanggup, tapi untuk hunting sendiri, saya masih jauh dari sempurna. 

Mungkin masih terlalu dini menggunakan alasan tersebut, secara jam terbang saya juga masih minim. Tapi itu kesimpulannya, saya sadar, minat terbesar saya bukanlah di bidang jurnalistik. Meskiun saya suka menulis dan terus tetap belajar untuk menulis, tapi saya harus berpikir ribuan kali untuk menjadi jurnalis (pengecualian pada jurnalis kuliner :D). Kasus initernyata juga dialami oleh salah satu teman saya. Dia merasa, kalau untuk bikin berita, bahkan in depth sekalipun, dirinya sudah punya skill. Tapi dia -sama kayak saya- tidak mempunyai minat yang besar di jurnalistik. Status minatnya juga sama dengan saya : galau.

Dan efeknya saya bertanya-tanya, sebenarnya minat terbesar saya dimana sih. Beberapa kali saya bilang bahwa, dunia periklanan menjadi minat terbesar saya. Tapi bukan tidak mungkin, nasib minat saya sama dunia peiklanan seperti dunia jurnalistik. Menurut saya ini penting, karena minat nantinya juga yang akan menentukan masa depan. Sampai sekarang, saya masih mikir. Ini belum kalau sudah masuk ke lingkungan kerja, dimana idealisme itu sama saja dengan bullshit (kata mbak-mbak, mas-mas alumni sih gitu..). Dimana sebuah keinginan pasti berbenturan dengan kebutuhan (faktor eksternal jadi tambah banyak ketika sampai di fase ini). Pasti deh, makin mikir lagi, minatnya apa ya? kalau mau bicara lebih luas lagi, bisa saja pertanyaannya berubah menjadi, hidup saya mau dibawa kemana ini???

Bisa sebenarnya hal ini dipikir nanti-nanti. Atau ngikut kata banyak orang, mengalir saja. Namun, bagi saya, semboyan itu adalah semboyan yang kacau, bunuh diri dan seakan takut sama masa depan. Bagi saya, setidaknya kita harus bisa mengidentifikasi masa depan kita itu akan seperti apa. Ya gampangannya, kita kudu "punya gambaran". Salah satu langkahnya ya, kita harus tau minat kita dimana. Harus tau, kita cinta di bidang apa. Caraya bukan hanya dipikir sih, tapi juga ditekuni. Walaupun memang, semua bisa saja terjadi, tapi kalau punya prinsip yang kuat pasti endingnya beda. Percaya.

God will make it right, universe conspire, then the whole world will be ours.
 

Tidak ada komentar: