Sabtu, 17 Desember 2011

novelty night

Fira Basuki emang top!

Mungkin seperti itu luapan otak saya sepuluh menit yang lalu, setelah menutup kover novel Brownies, walau belum bener-bener tuntas ngebacanya. Memang bukan novel baru, itu pun juga adaptasi dari naskah film Browniesnya si Hanung Bramantyo. Tipe novel yang sedikit feminis dan bukan juga model novel yang membuat otak berpikir dua atau tiga kali untuk mencerna kata-kata di dalamnya.

I just simply love it.



Mungkin karena saya juga sudah lama sekali tidak baca novel. Kalau dirunut dari novel yang bener-bener tuntas, mungkin hitungannya sampe setahun lebih kali ya. Sedangkan novel yang cuman dibaca setengah-setengah, itu juga udah beberapa bulan yang lalu (sori mas Habbiburahman, tapi gaya yang over showed the description, itu gak cocok buat saya hehehe.....) Akhi-akhir ini saya cenderung menyukai -produk budaya pop- lainnya yang lebih "ramah di mata tapi kalah gizi di otak" yaitu film.

Saya sudah pernah bilang kalau saya bukan tipe pembaca yang setia. Mudah muak kalau terlalu puitis, dan mudah bosan kalau kelewat cheesy. Jadi saya sangat salu sama semua pencipta karya sastra yang bisa membuat saya betah dengan rangkaian kata-katanya. Peduli itu adaptasi skrip film, biografi orang atau yang lain. Peduli amat itu produk penulis terkenal, atau bukan, bagi saya nempel di otak (dan hati #hokya!! ) itu udah lebih dari cukup. Dan malam ini, Fira Basuki just did it, walaupun ini bukan karyanya yang paling baru.

Karena itu juga, mungkin saya jadi kurang aware sama penulis-penulis kondang yang kadang jadi bahan obrolan temen-temen. Mentok saya cuman bisa inget si Dee, Andrei Aksana, Moammar Emka, Ayu Utami, Djenar atau Clara Ng. Oh iye, si Andrea Hirata (ini serius, susah payah ngingetnya, padahal kenal banget sama Laskar Pelanginya) juga ya.Kalau yang legenda juga paling cuman bisa nyebutin Sapardi Djoko Damono. Cetek ya? emang kok. Banyak novel bagus yang gak bisa saya sebutkan pengarangnya, karena lupa, yang keinget cuman karyanya saja. Terserah deh dibilang gak apresiatif, karena ini gak ngomongin apresiasi sastra.

I love a word, when it's bounding with another single word, then create ~they called~ a chemistry.

Gak harus menye-menye, gak melulu deskripsi, gak terlalu kaku juga. Everything has it own portion. Bagi saya, kata "wow" tidak harus dari jajaran kata-kata yang ajaib, tapi ketajaman penulis dalam melihat objek. Masalah selera sih sebenernya. Saya suka novel metropop Indiana yang feminis itu, tapi juga tergila-gila sama Akar-nya si Dee yang terkesan maskulin. Saya pun masih suka tertegun dengan puisinya Sapardi. 

sekarang saya naksir sama Mel, si creative director cantik, penggambaran si Fira Basuki ini :)
   
 

Tidak ada komentar: